Pemberantasan Korupsi Harus Lewat Pendidikan

Pemberantasan Korupsi Harus Lewat Pendidikan
info gambar utama

Almarhumah ibu saya yang wafat dalam usia 93 tahun di tahun 2007, tidak pernah mengenyam sekolah, tapi otodidak belajar dan menulis sejak zaman kolonial Belanda.

Beliau pernah berkata pada saya tahun 1973, ketika saya masih tingkat 1 di Fakultas Ekonomi bahwa “Negeri kita ini kaya raya tapi rakyatnya miskin karena semua kekayaan negara dikorupsi segelintir orang, dan korupsi itu sudah merajalela.”

Beliau semasa hidup aktif baca koran (juga Alquran) dan lihat berita di TV, karena itu beliau kadang berkomentar tentang berita-berita yang didapati itu tak terkecuali berita tentang korupsi.

Saking merajalelanya korupsi di negeri kita ini, sampai-sampai Bung Hatta salah satu proklamator kemerdekaan, mengatakan bahwa korupsi itu sudah menjadi budaya bangsa.

Sementara dulu Pak Selo Sumarjan seorang sosiolog, pernah mengatakan korupsi bukanlah budaya tapi penyakit sosial, seperti penyakit kanker ganas yang menggerogoti daya hidup manusia. Daya hidup negara juga bisa lumpuh apabila korupsi itu merajalela.

BACA JUGA: Indonesia Naik Tujuh Peringkat di Indeks Persepsi Korupsi

Sekarang Indonesia memang patut berbangga ada lembaga Anti Rasuah atau Korupsi yaitu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang sudah menangkap ratusan pejabat negara dan memasukkannya ke penjara.

Operasi Tangkap Tangan atau OTT sering dilakukan, tapi anehnya, sepertinya para koruptor tidak jera dengan adanya OTT dari KPK itu. Malah hampir setiap saat masih ada saja berita orang tertangkap tangan.

Kesadaran keagamaan yang meningkat akhir-akhir ini juga rasanya tidak berbanding lurus dengan kesadaran untuk tidak berkorupsi. Para koruptor yang tertangkap itu juga senyum-senyum di depan kamera TV dan sesekali melambaikan tangan seperti tidak terjadi apa-apa.

Lha, di Tiongkok, Taiwan, dan Jepang, para koruptor itu menundukkan kepala tanda malu ketika digiring polisi.

Banyak negara terpaksa melakukan tindakan tegas dalam menindak korupsi ini. Misalkan hukuman mati di Tiongkok, atau di Meksiko yang Kepala Kepolisiannya, Facudo Rojas, perrnah mengatakan bahwa pihaknya memecat 3.200 polisi atau sepersepuluh dari total personel polisi di negeri itu karena “gagal dalam tes kepercayaan”. Di Jepang ada pejabat yang mengembalikan gajinya karena terlibat polisi atau mengundurkan diri.

BACA JUGA: Inilah 7 Daerah di Indonesia Yang Paling Bersih dari Korupsi

Kalau kita membaca pengertian korupsi dalam UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001 korupsi itu adalah perbuatan melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan/perekonomian negara (pasal 2); Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara (pasal 3).

Dari sebuah buku kecil dari KPK, Menurut UU itu ada 30 jenis tindak pidana korupsi, dimulai dari pasal 2 dan 3 di atas. Saya yang bukan orang hukum “by trainingmumet membaca perincian pengertian korupsi itu. Saya lebih gampang mendefinisikan korupsi itu dengan bahasa kampung Surabaya saya dengan singkat- korupsi itu “Tindakan Maling”.

Untuk mencegah maling-maling negara ini, KPK sudah memiliki banyak cara untuk menyosialisasikan kepada publik bagaimana mencegah korupsi menggunakan pendekatan agama dan hukum, dan ikhtiar KPK ini sampai ke tingkat bawah, atau anak-anak lewat pendidikan.

Memamg salah satu cara yang efektif ya lewat pendidikan anak-anak seperti dongeng atau “Story Telling”, perlu didorong lagi pendekatan budaya dalam upaya ini selain pendidikan, yaitu dengan menggunakan Kearifan Lokal atau Local Wisdom. Misalkan kesenian ludruk (kalau di Jawa Timur), pertunjukan wayang golek, musik, drama, dan sebagainya.

Memasukkan nilai-nilai positif sejak dini memang lebih tepat ketimbang memasukkannya pada orang dewasa. Banyak contoh dalam hal ini, misalnya dalam agama Islam salat lima waktu dan puasa Ramadan haruslah diajarkan pada anak-anak, sehingga ketika dewasa tanpa disuruh melakukan ritual itu.

BACA JUGA: Cerita dari Mesir: Ternyata, Indonesia Lebih Rapi dan Bersih dari Kairo

Contoh lain, ketika ada perhelatan Piala Dunia di Rusia, para penonton terkesima ketika melihat penonton Jepang yang memunguti sampah-sampah di stadion usai menonton pertandingan, tapi bagi orang Jepang itu sudah lumrah, karena sejak TK sudah diajari kebersihan.

Kedua cucu saya asli Arema (Arek Malang) yang sekarang sekolah di Hiroshima Jepang mengalami sendiri pelajaran kebersihan itu di sekolahnya. Waktu saya kuliah di University of London, saya bertemu senior saya, orang Jawa yang mengambil PhD di University of Kent Inggris, dia selama tiga tahun berada di satu laboratorium dengan sesama orang Jawa, sementara kedua anaknya yang masih kecil sudah sekolah di SD Inggris.

Hasilnya, kedua anak kecil yang asalnya dari Pasuruan ini bahasa Inggrisnya sudah seperti anak Inggris asli, “Tajwid”-nya pas, pengucapannya asli Inggris, sementara senior saya itu, ya bisa bahasa Inggris tapi tetap dengan logat Jawa!

Contoh-contoh di atas itu adalah bukti bahwa kesadaran positif yang ditanamkan sejak dini lewat pendidikan itu lebih efekif.

Pendidikan (dan budaya) sejak dini tentang korupsi, bahaya korupsi, tindakan tak terpuji dengan mengambil hak orang lain, mengenalkan budaya malu (misalnya sering terlambat masuk sekolah, malu lupa mengucapkan maaf dan terima kasih, dsb.) adalah wahana yang tepat untuk mendidik bangsa ini benci terhadap korupsi sejak usia dini.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ahmad Cholis Hamzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ahmad Cholis Hamzah.

AH
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini