50 Tahun Pendaratan Manusia Pertama di Bulan, dan Era Space Race Baru

50 Tahun Pendaratan Manusia Pertama di Bulan, dan Era Space Race Baru
info gambar utama

Hari ini, 50 tahun yang lalu, sejarah dunia tercipta. Bukan datang dari bumi tempat kita berpijak, namun dari angkasa, tepatnya di permukaan bulan. Hari ini, dunia memperingati ulang tahun emas pendaratan di Bulan pertama oleh manusia, yakni Neil Amstrong, Buzz Aldrin, dan Michael Collins, yang meluncur dari bumi dengan Apollo 11 yang dipasang di roket Saturn V pada 16 Juli 1969.

Perlombaan menuju ke Bulan pada tahun 1960-an adalah pencapaian yang menakjubkan dari teknologi, teknik, dan politik, dan pada taraf tertentu, menjadi salah satu pencapaian besar sejarah manusia. Pendaratan tersebut disadari atau tidak, telah mengubah dunia yang kita tinggali saat ini dari berbagai sisi, ekonomi, politik, teknologi, dan banyak lagi. Itulah space race (perlombaan luar angkasa) dunia yang pertama.

s
info gambar

Mungkin banyak dari kita yang belum lahir di era menakjubkan tersebut. Namun, kita beruntung, bahwa disadari atau tidak, kita memasuki era space race yang kedua. Space race kali ini mempunyai tujuan lebih dahsyat, yakni untuk meletakkan landasan infrastruktur bagi kehidupan di luar angkasa di masa depan, juga untuk memulai zero-gravity economy (ekonomi tanpa gravitasi). Dalam banyak hal, era space race kali ini lebih besar dari space race yang pertama.

Di antara negara-negara adidaya dunia, ada minat baru terhadap ruang sebagai medan bermain bagi geopolitik. Pada bulan Januari lalu, Badan Antariksa China (China National Space Administration / CNSA) berhasil mendaratkan pesawat ruang angkasa di sisi jauh Bulan (far side of the moon atau disebut juga dark side of the moon), suatu prestasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pada bulan Maret lalu, Wakil Presiden AS Mike Pence memberikan pidato yang mengumumkan tekad Amerika Serikat untuk kembali mengirimkan astronot ke Bulan pada tahun 2024, memberi NASA waktu lima tahun untuk melakukan yang kedua kalinya. India, yang akan segera menjadi ekonomi terbesar kelima di dunia, telah merencanakan peluncuran wahana luar angkasa di bukan ini yang akan mendarat di kutub selatan bulan, dan menjadikannya negara keempat yang mendaratkan manusia ke bulan.

Yang lebih menarik adalah perusahaan-perusahaan swasta yang membuka jalan untuk menciptakan transportasi ruang angkasa modern dengan harga sepersepuluh dari biaya yang dikeluarkan untuk masuk ke ruang angkasa sekarang. Yang paling menonjol adalah Blue Origin karya Jeff Bezos dan SpaceX milik Elon Musk, keduanya menciptakan roket yang bekerja lebih seperti jet penumpang daripada Apollo Saturn V, dan mereka telah memenangkan kontrak dari NASA dan dari beberapa perusahaan swasta raksasa, karena roket yang mereka ciptakan benar-benar mampu bekerja seperti rencana.

J
info gambar

Hanya beberapa minggu yang lalu, Bezos meluncurkan pendarat bulan asal Blue Origin, serta visi utopisnya untuk membangun koloni luar angkasa yang dapat menampung milyaran orang. Jika orang-orang seperti Bezos dan Musk berhasil membuat perjalanan luar angkasa menjadi menguntungkan secara ekonomi, lalu percepatan teknologi berjalan dengan cepat sehingga kecepatan pesawat luar angkasa juga menjadi jauh lebih tinggi, kita bisa bermimpi bahwa di masa depan, kita akan memasuki sebuah revolusi ekonomi baru, yakni "ekonomi tanpa gravitasi (zero-gravity economy)" seperti bagaimana internet dan smartphone berkecepatan tinggi merevolusi ekonomi seluler yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Elon Musk dan roket Falcon Heavy | SpaceX.com
info gambar

Di peringatan 50 Tahun Pendaratan Manusia di Bulan ini, kita perlu ingat usaha dan upaya untuk mencapainya saat itu. Bagaimana determinasi dan kerja keras suatu bangsa, berhasil menjadi kerja berat dan sulit tersebut. Dunia masih ingat, ketika pada tanggal 12 September 1962, di tengah persaingan sengit dengan Uni Sovyet terkait dominasi di luar angkasa, presiden AS saat itu, John F. Kennedy menyampaikan pidato yang begitu dahsyat di depan 50 ribu orang di sebuah stadion sepakbola di Rice University di Houston, Texas. Pidato itu kemudian terus diingat sebagai sebuah tonggak sejarah Amerika Serikat, yang mampu menggerakkan seluruh negeri untuk bergerak bersama, mengejar ketertinggalan.

x
info gambar

“We choose to go to the moon. We choose to go to the moon in this decade and do the other things, not because they are easy, but because they are hard, because that goal will serve to organize and measure the best of our energies and skills, because that challenge is one that we are willing to accept, one we are unwilling to postpone, and one which we intend to win, and the others, too.”

“Kita memilih untuk pergi ke bulan. Kita memilih untuk pergi ke bulan di dekade ini , dan juga melakukan banyak hal lain, bukan karena itu (pergi ke bulan) adalah hal yang mudah dilakukan, namun justru karena hal tersebut sulit dilakukan. Karena untuk bisa mencapai tujuan itu,bangsa kita harus mampu mengerahkan segenap daya, upaya, dan seluruh keahlian kita, sebuah tantantan besar yang kita sudah sepakat menerimanya, dan tidak menundanya, dan tekad kita itu menang.”

Tujuh tahun setelah pidato menggetarkan itu, tepatnya 20 Juli 1969, astronot-astronot Apollo 11 yakni Neil Amstrong dan Buzz Aldrin memenuhi visi Kennedy, mendarat di permukaan bulan, dan kembali ke bumi dengan selamat 4 hari kemudian.

Pendaratan Amstrong, Aldrin, dan Collins di permukaan bulan pada 20 Juli 1969 membuka jalan bagi eksplorasi ruang angkasa di masa depan dan membuka pintu bagi keingintahuan dan penemuan yang tak terbatas oleh umat manusia. Peringatan 50 tahun misi Apollo 11 melambangkan bagaimana segala sesuatu mungkin terjadi dan bisa dilakukan. Segalanya menjadi mungkin jika semuanya bergerak, bekerja, dan memainkan perannya, serta maju bersama-sama.

Pendaratan Apollo 11 adalah hasil kerja yang luar biasa, tetapi perlu diingat, yang dikerjakan oleh manusia-manusia di bumi, seperti kita juga. Mungkin, Indonesia perlu mempunyai mimpi juga “Indonesia akan mendaratkan anak-anak bangsanya di bulan pada. . . . " sebagai pendorong untuk mengatasi berbagai perpecahan, polarisasi, yang terjadi di negeri kita saat ini. Ungkapan ini mungkin memiliki kesan klise, tetapi menangkap kesan ambisi dan cita-cita tanpa batas yang melekat dalam mengejar apa yang sebelumnya mungkin kita anggap mustahil dilakukan.

Untuk saat ini, ada baiknya kita belajar banyak dari angkasa. Dan Bulan, telah menunjukkan jalannya pada kita.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini