Uniknya Pola Pergerakan Hiu Paus di Teluk Saleh dan Teluk Triton

Uniknya Pola Pergerakan Hiu Paus di Teluk Saleh dan Teluk Triton
info gambar utama
  • Perairan Indonesia menjadi salah satu perairan di dunia yang menjadi tempat pergerakan Hiu Paus. Tercatat ada tiga lokasi yang sering ditemukan ikan terbesar di dunia itu, yaitu Teluk Saleh di Nusa Tenggara Barat, Teluk Cendrawasih di Papua, dan Teluk Triton di Papua Barat
  • Pada tiga lokasi tersebut, Hiu Paus memiliki pola pergerakan yang berbeda. Pola tersebut bisa seperti itu, karena dipengaruhi karakteristik alam yang menjadi lokasi perairan masing-masing. Oleh itu, walaupun ketiganya sama-sama teluk, namun karakter perairan yang berbeda membentuk pola berbeda
  • Pola di Teluk Triton memiliki pola musiman, karena perairan yang terbuka. Sementara, dua teluk lainnya memiliki pola rumahan dan campuran, karena perairan yang tertutup. Pola yang berbeda tersebut didapat dari penelitian pada Hiu Paus yang diberikan tag satelit
  • Berbekal pola pergerakan tersebut, maka kemunculan Hiu Paus bisa diprediksi oleh siapapun, termasuk para penggerak ekowisata seperti yang sudah ada di Teluk Saleh. Pemahaman terhadap pola pergerakan Hiu Paus juga akan memberikan gambaran potensi ekowisata di kawasan yang dikembangkan

Perairan Teluk Saleh di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi satu-satunya lokasi di Indonesia yang diketahui menjadi tempat pergerakan Hiu Paus (Rhincodon typus) dengan pola rumahan. Pergerakan ikan terbesar di dunia itu dengan pola tersebut berhasil diketahui, setelah Conservation International (CI) Indonesia berhasil melakukan penelitian secara kontinu dalam beberapa tahun terakhir.

Selain Teluk Saleh, CI Indonesia juga menemukan fakta bahwa pergerakan Hiu Paus juga terjadi di perairan Teluk Triton di Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat, dan perairan Teluk Cendrawasih di Kabupaten Nabire, Provinsi Papua. Di kedua lokasi tersebut, Hiu Paus bergerak dengan menggunakan pola musim (Teluk Triton) dan campuran (Teluk Cendrawasih).

Elasmobranch Program Manager CI Indonesia Abraham Sianipar mengatakan, penemuan yang dilakukan melalui penelitian oleh tim CI Indonesia, berkontribusi banyak untuk menyingkap perilaku Hiu Paus yang sebelumnya masih menjadi misteri. Ucapan dia tersebut diungkapkan saat mengisi pertemuan International Whale Shark Conference yang berlangsung di Exmouth, Australia Barat, 28-31 Mei 2019.

“Tiga lokasi yang diteliti, memiliki pola pergerakan yang berbeda-beda,” ucapnya dalam rilis yang diterima Mongabay-Indonesia, Rabu (26/6/2019).

Hiu paus yang telah terpasang tag satelit | Foto: Abraham Sianipar/Conservation International Indonesia/Mongabay Indonesia
info gambar

Abraham menjelaskan, pola pergerakan rumahan adalah pola yang menunjukkan bahwa perairan tersebut menjadi lokasi tempat berkumpulnya Hiu Paus sepanjang tahun. Sementara, untuk pola musiman, itu adalah pola yang digunakan Hiu Paus untuk berada di perairan tersebut pada waktu-waktu tertentu saja.

Sedangkan, pola campuran, adalah gabungan dari musiman dan rumahan yang menjadi favorit Hiu Paus di Teluk Cendrawasih. Analisis tersebut didapat dia dan tim dari data pemasangan tag satelit yang ada pada 53 Hiu Paus di tiga lokasi tersebut. Dalam penelitian tersebut, tim CI juga mempertimbangkan seluruh Hiu Paus yang diteliti merupakan individu yang belum mencapai kedewasaan.

“Ini mungkin didorong oleh faktor makanan,” tuturnya.

Karakter Alam

Lebih mendalam Abraham menerangkan, dari hasil penelitian yang dilakukan, di Teluk Saleh diketahui hanya ada empat dari 12 Hiu Paus yang berani berenang keluar dari kedalaman air. Sementara, sisanya atau delapan individu yang dipasangi tag satelit tetap berada di dalam perairan teluk selama penelitan berlangsung dan bahkan beberapa di antaranya ada yang menetap selama 20 bulan.

Kemudian, untuk semua Hiu Paus yang dipasang tag di Teluk Triton, menurut Abraham semuanya menunjukkan pergerakan ke arah Laut Arafura. Semua Hiu Paus tersebut, diketahui menghabiskan sekitar 35 persen waktunya di luar perairan yang masuk Kabupaten Kaimana. Sementara, untuk Hiu Paus di Teluk Cendrawasih, dari hasil penelitian memperlihatkan pola campuran.

“Beberapa berada di dalam teluk hingga 26 bulan dan lainnya keluar selama lebih dari tiga bulan, sebelum pada akhirnya kembali lagi ke dalam teluk,” ungkapnya menyebut Hiu Paus di Teluk Cendrawasih.

Pemasangan tag satelit pada hiu paus | Foto: Abraham Sianipar/Conservation International Indonesia/Mongabay Indonesia
info gambar

Terungkapnya pola pergerakan yang berbeda, menurut Abraham, bisa muncul karena karakteristik perairan di ketiga lokasi tersebut memang berbeda-beda. Itu terlihat dari perairan Teluk Saleh dan Teluk Cendrawasih yang memperlihatkan pola rumahan dan campuran. Kedua pola tersebut ada, karena bentuk kedua teluk tersebut tertutup dan terisolasi.

“Teluk Saleh ditutup oleh Pulau Moyo sedangkan Teluk Cendrawasih oleh Pulau Yapen dan Biak. Selain itu, kedua teluk ini mendapatkan keuntungan dari ekosistem hutan mangrove yang menyediakan nutrisi dan makanan yang melimpah untuk hiu paus sepanjang tahunnya,” paparnya.

Selain kedua teluk di atas, Abraham menjelaskan, perbedaan pola pergerakan Hiu Paus yang ada di perairan Teluk Triton, bisa terjadi karena bentuk teluk yang relatif terbuka dan kondisi oseanografi yang dipengaruhi oleh perubahan musim angin. Oleh itu, saat temperatur permukaan laut menjadi lebih dingin pada musim angin timur, Hiu Paus akan bergerak ke Laut Arafura untuk mencari makanan.

Ketiga karakteristik yang berbeda tersebut, menegaskan bahwa kondisi alam ikut berperan bagi pembentukan pola kehidupan Hiu Paus. Juga, dengan diketahui ketiga pola tersebut, maka kemunculan spesies tersebut bisa diprediksi lebih akurat. Terlebih, karena perilaku Hiu Paus di Indonesia memiliki perbedaan dibandingkan dengan Hiu Paus yang ada di belahan dunia lainnya.

Tag satelit yang dipasang di sirip dorsal hiu paus | Foto: Abraham Sianipar/Conservation International Indonesia/Mongabay Indonesia
info gambar

“Perilaku hiu paus di Indonesia dapat dikatakan cukup menarik karena di beberapa tempat dapat dilihat sepanjang tahun. Itu berbeda dengan kebanyakan agregasi hiu paus lainnya di dunia yang bersifat musiman. Hal ini menunjukkan potensi yang besar dalam pengembangan pariwisata. Di Maladewa, pariwisata hiu paus memberikan pemasukan tahunan sekitar Rp130 miliar,” sebutnya.

Diketahui, pada September 2018, Desa Labuhan Jambu yang berada di Teluk Saleh meluncurkan pariwisata Hiu Paus berbasis masyarakat. Dengan peluncuran ini, maka semua pengelolaan dan pendapatan dari pariwisata ini dimiliki penuh oleh warga desa. Bulan Mei lalu, Gubernur NTB Zulkieflimansyah menetapkan Desa Labuhan Jambu sebagai salah satu dari 99 desa wisata prioritas di provinsi tersebut.

Ekoturisme

Di Teluk Saleh, setiap hari bisa dijumpai Hiu Paus yang menjadi ikon satwa laut terbesar di dunia. Di sana, Hiu Paus muncul untuk mencari makanan yang disediakan oleh bagan-bagan yang bertebaran di sana, yaitu masin atau ikan puri. Selama periode September 2017 hingga Agustus 2018, jumlah individu Hiu Paus yang teridentifikasi mencapai 49 individu.

Kegiatan ekowisata hiu paus tersebut, menurut Senior Marine Program Director CI Indonesia Victor Nikijuluw, menjadi ekoturisme pertama di Indonesia yang melibatkan masyarakat secara langsung. Ini juga sekaligus mendorong kegiatan pariwisata di NTB yang sudah ditetapkan sebagai salah satu destinasi prioritas nasional.

Victor mengatakan, keterlibatan masyarakat dalam ekowisata Hiu Paus, menjadi penanda bahwa masyarakat adalah bagian terpenting dalam pengembangan pariwisata. Di Labuhan Jambu, keterlibatan masyarakat diperlihatkan melalui pengenalan budaya Bugi melalui tur kampung pesisir, pertunjukan seni tari dan musik tradisional.

“Tak lupa, adalah pengamatan Hiu Paus,” tuturnya.

Salah satu wisatawan yang menikmati pariwisata hiu paus | Foto: Maulita Sari HaniConservation International Indonesia/Mongabay Indonesia
info gambar

Wakil Bupati Sumbawa Mahmud Abdullah menyatakan, demi keberlanjutan, segala potensi ekoturisme dan kekayaan alam yang ada di bentang alam Samota yang mencakup Teluk, Pulau Moyo, dan Gunung Tambora, harus terus dilakukan perlindungan.

“Pemerintah Kabupaten Sumbawa mendukung inisiatif masyarakat desa untuk mengembangkan wisata Hiu Paus berbasis masyarakat. Supaya tujuan konservasi yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan akan tercapai,” tandasnya.

Kepala Desa Labuhan Jambu Musykil Hartsah mengatakan, pengembangan ekowisata Hiu Paus di desanya dilakukan melalui survei persepsi masyarakat, pemetaan partisipatif dan forum diskusi terpadu. Dari situ, muncul konsep wisata pengelolaan berbasis masyarakat yang dimulai dengan kegiatan perencanaan untuk pengelolaan dan penyedia jasa penginapan, pemandu wisata, transportasi darat, laut, kuliner, dan produk lokal.

Musykil menginginkan ekowisata Hiu Paus di desanya dikelola langsung oleh masyarakat secara mandiri, agar masyarakat merasakan langsung keuntungan pengembangan pariwisata tersebut. Untuk itu, Pemerintah Desa kemudian melakukan identifikasi, mengembangkan potensi, dan meningkatkan kapasitas masyarakat untuk mengelola wisata hiu paus.

“Kami bersama CI Indonesia melakukan itu semua,” tuturnya.

Wisatawan sedang melihat hiu paus dari bagan | Foto: Maulita Sari Hani Conservation International Indonesia/Mongabay Indonesia
info gambar


Catatan kaki: Ditulis oleh M Ambari dan diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini