Masyarakat Adat di Indonesia Bangun Eksistensi Lewat Sekolah

Masyarakat Adat di Indonesia Bangun Eksistensi Lewat Sekolah
info gambar utama

Setiap tanggal 9 Agustus diperingati sebagai Hari Masyarakat Adat Sedunia. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) merayakannya dengan menggelar festival “20th Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara” sekaligus merayakan hari jadi AMAN yang ke-20.

Festival masyarakat adat terbesar di Indonesia ini diselenggarakan selama tiga hari, Jumat-Minggu pada 9-11 Agustus 2019, di Taman Ismail Marzuki Jakarta Pusat. Berkunjung ke sana rasanya seperti berkeliling sembari mengenal Indonesia dari satu tempat.

Sesi foto bersama seluruh masyarakat adat dalam gelaran festival “20th Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara” | Foto: Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
info gambar

Sekitar 22 komunitas masyarakat adat Indonesia berkumpul dan membuka stan untuk menjajakan makanan dan produk kerajinan tangan khas daerahnya. Anyaman rotan, Noken Papua, Ukiran Tana Toraja, serta wastra nusantara seperti Ikat Sumba, Ulos Batak, dan Tenun Badui menambah kemeriahan festival ini.

Selain dimanjakan dengan stan dari komunitas masyarakat adat Indonesia, pengunjung juga dimanjakan dengan makanan khas masyarakat adat yang dapat dicoba gratis. Uniknya lagi makanan tersebut bisa disantap menggunakan batok kelapa.

Salah satu stan yang ada di festival | Foto: AMAN
info gambar

Saya melihat anak-anak menggunakan baju adat asal daerahnya, mereka adalah para siswa Sekolah Adat. Mereka menyadarkan saya bahwa pendidikan memang seyogianya dapat diakses oleh setiap orang tak terkecuali masyarakat adat.

Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) V tahun 2017 di Tanjung Gusta, Sumatera Utara, memandatkan AMAN untuk meningkatkan kapasitas di bidang pendidikan dan kebudayaan. Adanya sekolah adat bukan sekadar memenuhi hak atas pendidikan tapi sekaligus menjadi sarana memperkuat identitas dan eksistensi dari komunitas.

Mengutip dari aman.or.id, pengetahuan tradisional dalam pendidikan adat menjadi nilai penting dalam pengelolaan lingkungan. Pengetahuan tradisional menjadi acuan dalam pengelolaan lingkungan dan pelestarian hutan secara global. Kurikulum yang ada saat ini belum memasukan pengetahuan leluhur yang mengajarkan kearifan lokal dan tradisi setempat.

Sekolah Adat Samabue di Kalimantan Barat hasil inisiatif Barisan Adat Pemuda Nusantara (BPAN) | Foto: AMAN.or.id
info gambar

Pada 24 Februari 2016, Sekolah Adat Samabue di Kalimantan Barat berdiri berkat inisiatif anggota Barisan Adat Pemuda Nusantara (BPAN). Tujuannya agar tercipta generasi muda adat yang kreatif dan berbudaya serta menggali kembali sejarah komunitas Suku Dayak Kanayatn. “Samabue” diambil dari nama sebuah bukit yang dianggap sakral oleh masyarakat adat komunitas Binua Manyalitn.

PBB memiliki deklarasi tentang masyarakat adat pada 2017, pasal 14 telah menyebutkan bahwa masyarakat adat memiliki hak membentuk sistem pendidikan sendiri. Hal tersebut menjadi salah satu upaya untuk mengenalkan model pendidikan adat sebagai pendidikan alternatif.

Mengutip dari Mongabay.com dana operasional Sekolah Adat Samabue tidaklah banyak, hanya Rp 800.000-an. Kondisi ini membuktikan bahwa dana bukanlah halangan bila ada niat untuk melakukan hal bermanfaat.

Sumber: aman.or.id | mongabay.co.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NC
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini