Laura Romano, Pengajar Meditasi Jawa di Eropa

Laura Romano, Pengajar Meditasi Jawa di Eropa
info gambar utama

Pengalaman 40 tahun Laura Romano tinggal di Solo, Jawa Tengah, membuatnya jatuh hati pada Sumarah. Ia pun berperan besar membangun komunitas Sumarah di luar Indonesia.

Sumarah yang berarti menyerah merupakan filsafat hidup dan aliran meditasi asal Jawa. Aliran kebatinan ini didirikan di Jawa Tengah pada 1935 oleh Raden Ngabei Soekinohartono. Meditasi ini kadang juga disebut sujud Sumarah karena memasrahkan diri pada Tuhan.

Ciri Sumarah adalah meditasi yang dipimpin seorang pamong. Pesertanya bisa duduk di kursi atau di tanah, selanjutnya mengikuti proses meditasi dengan khusyuk.

Tujuan Sumarah adalah untuk relaksasi, membantu supaya lebih bisa menerima suatu kejadian dan mencari alternatif jalan hidup lainnya. Para peserta Sumarah juga bisa lebih mengenal diri sendiri melalui meditasi ini, dan menjelajahi watak apa saja yang ada di dalam dirinya.

BACA JUGA: Cerita Pondok Pesantren Anti Sampah Plastik di Sumenep

Laura mulai mendalaminya sejak liburan kuliah di tahun 1975. Itu juga kali pertama ia mengunjungi Indonesia. Ia menuturkan, ketertarikannya pada budaya Jawa turut memengaruhi keinginannya mempelajari Sumarah.

"Pada waktu itu orang Italia tidak begitu tahu tentang Indonesia. Dari perjalanan itu kami dapat banyak pengalaman, melihat budaya lain yang pada waktu itu masih beda sekali dari di barat. Aspek tradisionalnya masih kuat sekali, itu yang membuat saya tertarik," ujar Laura pada DW.

Laura Romano | Foto: Rumah Budaya Indonesia
info gambar

Dulu Laura memulai perjalanan bersama temannya. Mereka naik bus dari Thailand ke Malaysia, lalu ke Sumatra, Jawa, dan Bali. Laura dengan teman-temannya kemudian bertemu dengan sebuah grup teater, yang menjadi awal perkenalannya dengan Sumarah.

"Pada waktu itu saya terpesona dengan seseorang, yang ternyata pamong Sumarah. Saat itu sebenarnya saya belum tahu siapa Beliau, cuma saya tertarik dengan wibawanya, dengan cara berbicaranya, dengan komentarnya tentang hidup dan tentang kami. Lalu lama-lama saya dengar bahwa Sumarah itu adalah satu aliran kebatinan dan kami mulai jalankan latihan meditasi," urai Laura, masih dikutip dari sumber yang sama.

BACA JUGA: Mengenalkan Angklung di Tepi Laut Kaspia

Usai mendalami ilmu Sumarah selama bertahun, Laura pun kembali ke negara asalnya. Tapi, bukan berarti ia tidak kembali ke Indonesia lagi. Dia pulang ke Italia untuk mengubah program studinya di universitas agar bisa meneliti filsafat Jawa. Kemudian, Laura berkunjung lagi ke Indonesia untuk melakukan penelitiannya tentang Sumarah.

Sejak tahun 1979 Laura menetap di Solo. Setelah 20 tahun dia memilih jadi WNI, dan kini selama 40 tahun tinggal di Indonesia, Laura pernah menjalani beberapa pekerjaan seperti pengelola guest house dan boutique hotel, di perusahan ekspor-impor garmen, serta mengajar bahasa Italia di UGM dan UMY. Ia juga sempat jadi pamong Sumarah.

Ilustrasi paguyuban Sumarah | Foto: uinsgd
info gambar

Unknya di Sumarah, pamong tidak mencari murid tapi hanya datang jika dibutuhkan. Namun, Laura yang di tahun 1990-an beberapa kali diundang untuk mempresentasikan Sumarah di Italia, justru menolaknya. Ia merasa belum siap, sampai akhirnya disemangati oleh pamongnya sendiri menerima tawaran.

BACA JUGA: Bajingan Dan Festivalnya Di Indonesia

Sejak tahun 1995 Laura rutin mengisi workshop Sumarah di Eropa, yang paling sering di Jerman dan Italia. Selama workshop, peserta diharuskan terpisah dari segala hiruk pikuk kota dan tugas sehari-hari selama seminggu. Meditasi dilakukan di dua sesi yakni di pagi dan malam hari.

Selain workshop, Laura juga mengadakan pelatihan intensif untuk menjadi pamong. Pelatihan ini dikhususkan bagi murid-murid tingkat lanjutnya di Eropa. Pelatihan bernama Practicing Guidance ini telah berjalan empat tahun, dan tiap minggunya menelurkan 20 pamong Sumarah. Mareka memimpin meditasi di Berlin, Hamburg, Stuttgart, Koeln, dan beberapa kota lainnya di Negeri Pizza.

Untuk lebih mengenalkan Sumarah secara lebih luas, Laura pun menulis sebuah buku tentang Sumarah. Buku tersebut ditulis di bahasa Italia, dan telah diterjemahkan ke bahasa Jerman dan Inggris.

Referensi: DW

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini