Podcast, Model Baru Konten YouTube

Podcast, Model Baru Konten YouTube
info gambar utama

Saat ini, profesi sebagai YouTuber kian menjadi favorit bagi para pengguna gawai. Banyak channel YouTube yang menampilkan konten menarik hingga konten yang dirasa hanya sebatas tugas video yang harus di unggah ke internet. YouTuber ataupun Vlogger pun kian bersaing mencari konten yang dapat membuat viewer dan subscriber bertambah, sehingga semakin bertambah pula tawaran Google Ads. Konten yang dibuat mulai dari konten edukasi, informasi, hingga konten yang berisikan kegiatan makan besar. Namun, kini mulai muncul konten yang diadopsi dari Amerika Serikat yaitu konten model Podcast.

Konten model Podcast untuk YouTube layaknya koten YouTube lainnya. | Sumber Rachel Corbett
info gambar

Mungkin Kawan GNFI masih terasa asing mendengar kata Podcast ini. Podcast berasal dari fitur yang disediakan oleh raksasa elektronik Apple yang muncul kisaran tahun 2005 dan mulai tahun 2007 menjadi terkenal dikalangan pengguna Apple. Kata Podcast berasal dari kata Pod yakni salah satu jenis gawai yang dikeluarkan oleh Apple yakni iPod dan kata Cast adalah kependekan dari broadcasting. Podcast dalam fitur Apple sendiri berarti rekaman asli berupa audio atau video yang ada di internet dalam bentuk program berepisode. Rekaman tersebut dapat berisi konten perkuliahan hingga siaran televisi.

Namun, kini muncul model Podcast yang dibuat oleh beberapa channel YouTube. Podcast yang diadopsi menjadi konten YouTube ini berupa rekaman suara namun tanpa video yang ditampilkan. Artinya, Podcast tersebut hanya berisi rekaman suara tanpa adanya bentuk visual yang hendak ditunjukkan. Fokus konten berada pada rekaman suara tersebut bukan pada visual yang ditampilkan. Berbeda dengan konten YouTube seperti biasanya yang mengunggulkan sisi visualnya, prinsip konten model Podcast lebih seperti radio.

Salah satu channel yang memilih untuk menggunakan model Podcast untuk konten YouTubenya. | YouTube
info gambar

Meskipun lebih mengutamakan sisi audio, namun Podcast berbeda dengan radio. Siaran yang dilakukan dengan radio adalah siaran langsung sedangkan audio pada Podcast adalah hasil rekaman. Konten-konten dengan model podcast di YouTube pun kini masih belum banyak, salah satu akun YouTube yang konsisten mengunggah konten model Podcast adalah channelDo You See What I See yang berisikan konten cerita horor dari narasumber-narasumber yang bersedia merekam dan membagikan ceritanya.

Banyak penelitian mengenai kembali munculnya penyiaran model Podcast, salah satunya dituliskan oleh Nic Newman dalam hasil studi Journalism, Media, and Technology Trends and Predictions 2018 gagasan Reuters Institute for the Study of Journalism dan University of Oxford. Survei tersebut dilakukan pada 194 editor, pemimpin dan pejabat media digital yang menjelaskan bahwa media digital mengalami peningkatan pada media dengan format audio. Nic Newman juga menjelaskan bahwa sebanyak 58% media akan berfokus pada Podcast dengan proporsi yang sama menilik pada konten untuk speaker (pembicara) yang diaktivasi menggunakan suara.

Pada tahun 2017 Facebook meluncurkan fitur Facebook Audio Live. | Sumber www.xanjero.com
info gambar

Salah satu perusahaan yang sudah meluncurkan model Podcast adalah Facebook dengan fitur Facebook Live Audio. Jika perusahaan media digital saja sudah melirik Podcast sebagai salah satu konten untuk disiarkan, maka bukan tidak mungkin model Podcast ini akan menjadi salah satu konten unggulan di YouTube. Konten dengan model Podcast ini juga memberikan kesempatan bagi orang-orang yang berkeinginan untuk membuat channel YouTube namun tidak ingin tampil di dalam video YouTubenya, sehingga cukup dengan audio, konten tersebut dapat dibuat. Salah satu kelebihan Podcast adalah saat mendengarkan Podcast pendengar juga dapat melakukan aktifitas lain. Oleh sebab itu, konten dengan model Podcast merupakan salah satu cara penyiaran di masa depan.


Catatan kaki: iTunes | CNN | Facebook

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Widhi Luthfi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Widhi Luthfi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini