Jelang 55 Tahun Perkembangan Teknologi Material Indonesia

Jelang 55 Tahun Perkembangan Teknologi Material Indonesia
info gambar utama

Tahun 1965 menjadi momentum awal berkembangnya keilmuan dan keteknikan Material di Indonesia. Artinya telah lebih dari setengah abad para pelaku industri di bidang Teknik Material, atau yang biasa juga dikenal sebagai cabang ilmu Materials Science and Engineering, turut berkontribusi dalam ranah keilmuan dan pembangunan nasional. Nah, kira-kira Indonesia punya potensi bahan apa saja sih yang memungkinkan untuk dikembangkan sebagai material untuk teknologi masa depan?

Awal musim gugur kali ini, tanah formosa menjadi arena inkubasi gagasan para pegiat Material Indonesia. Khususnya yang tergabung dalam Ikatan Alumni Teknik Material dan Metalurgi (IKAMAT) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Lewat forum diskusi bertajuk Cangkruk Bareng Materials Society (MATRICE), yang turut dihadiri oleh para dosen Departemen Teknik Material ITS, diantaranya ada Sutarsis S.T., M.Sc. dan Alvian Toto Wibisono, S.T., M.T. yang juga merupakan mahasiswa Ph.D. di kampus-kampus negeri di Taiwan. Agenda yang didukung oleh pengurus IKAMAT ITS pusat ini juga turut menghadirkan alumni-alumni Teknik Material ITS yang tengah menempuh studi Master, Ph.D., serta postdoctoral di berbagai kampus bergengsi di Taiwan, National Taiwan University of Science and Technology (NTUST) dan National Taipei University of Technology (NTUT) di Taipei, National Central University (NCU) di Taoyuan, National Chiao Tung University (NCTU) di Hsinchu, serta National Cheng Kung University (NCKU) di Tainan.

Dalam diskusi hangat tersebut, ada berbagai macam topik diskusi yang dilempar oleh para pemantik diskusi. Dari mulai peran Teknik Material dalam menunjang perkembangan Industry 4.0, yang turut menyebabkan adanya fenomena migrasi aktivitas dari luring ke daring di dalam masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Selain itu ada pula pembahasan-pembahasan krusial terkait keberadaan industri strategis yang menjadi poros kerja para teknokrat di bidang Material, seperti industri galangan kapal, perkereta apian, pengecoran logam, manufaktur dan perawatan kendaraan bermotor hingga pesawat terbang, serta industri penambangan dan pemurnian logam, dan lain sebagainya.

“Jadi, bahan potensial apa yang mungkin bisa dijadikan landasan indutri material masa depan di Indonesia?” tanya salah satu peserta diskusi.

Indonesia ini negara maritim, sekitar 70% dari luas wilayahnya terdiri dari lautan. Selain itu, Indonesia juga dikaruniai sumber material penting yang menjadi ujung tombak untuk pengembangan advance materials, sebut saja Karbon (C). Lalu, apa hubungan antara laut dan karbon?

Sutarsis menjadi pemantik diskusi pertama menjelaskan terkait Industry 4.0 dan hubungannya dengan Teknik Material
info gambar

“Negara kita punya banyak sekali sumber Karbon. Tumbuh-tumbuhan, limbah serbuk kayu olahan, cangkang kelapa, dan masih banyak lagi bahan-bahan yang terkadang tidak terpikir oleh kita akan bisa dimanfaatkan lagi, tapi justru mereka lah sumber Karbon terbesar yang bisa kita olah bersama,” terang Sutarsis.

Memang, ketika kita menganalisis terkait bidang-bidang riset yang tengah dilakukan oleh para alumni Teknik Material ITS yang melanjutkan studi di Taiwan saat ini, hampir semuanya bersinggungan dengan Karbon, serta beberapa bahan mineral penting yang seharusnya dapat dengan mudah diperoleh di tanah air. Dari mulai bidang riset penyimpan daya (energy storage) berupa superkapasitor maupun baterai, aplikasi semikonduktor, biomaterials, sel surya, keramik, dan berbagai bidang-bidang advance lainnya, kebanyakan selalu bersinggungan dengan material Karbon, Natrium (Na), Magnesium (Mg), dll.

“Tujuan kita menempuh studi di Taiwan ini kan nantinya untuk mengabdi ke Indonesia, jadi apa ada alasan untuk kita semua tidak memikirkan teknologi material yang bisa dikembangkan di Indonesia? Tentunya harus dengan mempertimbangkan kondisi dan kearifan lokal nusantara,” imbuh Alvian Toto Wibisono di sela-sela diskusi.

Jelas bahwa Na dan Mg sangat amat berlimpah di dalam kandungan air laut. Bayangkan jika Indonesia memiliki industri pengolahan dan pemurnian air laut, tidak hanya untuk menjadi garam seperti yang telah menjamur sebagai industri konvensional masyarakat Indonesia, tetapi juga untuk dimurnikan menjadi unsur Na, Mg, K, Ca, dan masih banyak lagi unsur-unsur potensial penunjang industri advance materials. Ditambah lagi, dengan banyaknya sumber Karbon di Indonesia, maka para teknokrat bidang material bisa jadi mengembangkan industri penghasil Karbon berkualitas tinggi, dengan berbagai tipe dan jenis. Dari mulai Karbon nano partikel, Karbon microporous dan mesoporous, serta Karbon amorphous dan graphitic dengan kemurnian dan homogenitas di atas 99.8%. Tentunya dengan menggandeng masyarakat, melatih dan memberikan wawasan tambahan, dalam upaya pengembangan industri-industri strategis tersebut. Sehingga bukan tidak mungkin jika di masa depan akan muncul istilah petani Karbon atau juga petani mineral dari air laut.

DIskusi berlanjut dengan penyampaian progress dan topik-topik riset potensial dari seluruh peserta diskusi
info gambar

Dalam diskusi yang digelar pada akhir pekan lalu, tepatnya tanggal 12 Oktober 2019 tersebut, para peserta berhasil merumuskan setidaknya tiga poin penting terkait pengembangan riset Indonesia di bidang Material, diantaranya yaitu:

  • Para pegiat material Indonesia harus berani bergerak untuk menggandeng kampus-kampus dan memanfaatkan fasilitas yang dimiliki, serta menggandeng alumni-alumni kampus yang memiliki concern di bidang Material untuk menciptakan berbagai start up. Tentunya selain untuk pengembangan bisnis juga pemberdayaan masyarakat;
  • Riset-riset potensial yang sebelumnya tak begitu nampak bisa jadi poin penting dalam mengembangkan teknologi advance materials di Indonesia, seperti riset ekstraksi Karbon dan pengolahan air laut menjadi unsur-unsur penting dengan high purity product;
  • Sehingga pada akhirnya bisa diarahkan pula bahwa bidang-bidang teknologi advance materials potensial yang wajib disiapkan sebagai industri unggulan Indonesia di masa depan adalah biomaterials dan penyimpan daya (energy storage).

Wow, menarik bukan? Tak hanya membicarakan gagasan dan konsep utopis, tapi para alumni Teknik Material ITS ini juga merancang sebuah solusi riset yang selaras dan sejalan dengan potensi geografis dan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia. Sehingga harapannya akan tercipta sebuah pengembangan teknologi material masa depan yang selain berwawasan IPTEK, juga mengacu pada kearifan lokal, menuju 20 tahun usia Departemen Teknik Material ITS. Yang tak kalah penting, juga demi menjelang 55 tahun perkembangan teknologi material di Indonesia pada 2020 nanti.

***

Tentang Penulis:
Rahmandhika Firdauzha Hary Hernandha, mahasiswa Ph.D. di Energy Storage and Electrochemistry Laboratory,Department of Materials Science and Engineering, National Chiao Tung University (NCTU), Taiwan. Saat menempuh studi S2, dia sempat menjadi People in Charge dari Anode Materials for Battery Research Collaboration di tahun 2017-2018 antara Research and Development (R&D) Department dari perusahaan Taiwan bernama Super Energy Materials (SEM Inc.) dengan Energy Storage and Green Chemistry Laboratory, National Central University (NCU), Taiwan. Selain riset, beberapa organisasi yang sempat mewarnai perjalanan studinya di luar negeri adalah sebagai berikut: 1) Ketua Pembina Yayasan Pendidikan PPI Taiwan (2018–sekarang); 2) Deputi Pusat Komunikasi, Pusmedkom PPI Dunia (2019–2020); 3) Ketua Majelis Musyawarah PPI Hsinchu, Taiwan (2019–2020); 4) Ketua Panwaslu Luar Negeri – Taipei, Taiwan (2018–2019); 5) Sekretaris Jenderal PPI Taiwan (2017–2018); dan masih banyak lagi.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini