Mengenal Lenong, Seni Teater Betawi

Mengenal Lenong, Seni Teater Betawi
info gambar utama

Salah satu kesenian yang biasa kita lihat di daerah-daerah Indonesia memiliki moral budaya yang sangat kental, banyak kesenian daerah yang pas dan cocok untuk dijadikan jamuan acara-acara besar.

Di Jakarta ada kesenian yang sangat memiliki moral dan pesan untuk para penontonnya. Pada umumnya teater biasanya dengan bahasa Indonesia, tapi teater ini memakai bahasa daerah, nama kesenian tersebut adalah Lenong.

Lenong adalah kesenian teater tradisional atau sandiwara rakyat Betawi yang dibawakan dalam dialek Betawi yang berasal dari Jakarta, Indonesia.

Kesenian tradisional ini diiringi musik gambang kromong dengan alat-alat musik seperti gambang, kromong, gong, gendang, kempor, suling, dan kecrekan, serta alat musik unsur Tionghoa seperti tehyan, kongahyang, dan sukong.

Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan moral, yaitu menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela. Bahasa yang digunakan dalam lenong adalah bahasa Melayu (atau kini bahasa Indonesia) dialek Betawi.

Salah satu legenda perlenongan (Mpok Nori) | Sumber: d3jurnalnews.wordpress.com
info gambar

Lenong berkembang sejak akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Kesenian teatrikal tersebut mungkin merupakan adaptasi oleh masyarakat Betawi atas kesenian serupa seperti komedi bangsawan dan teater stambul yang sudah ada saat itu.

Selain itu, Firman Muntaco, seniman Betawi, menyebutkan bahwa lenong berkembang dari proses teaterisasi musik gambang kromong dan sebagai tontonan sudah dikenal sejak tahun 1920-an.

Pada mulanya kesenian ini dipertunjukkan dengan mengamen dari kampung ke kampung. Pertunjukan diadakan di udara terbuka tanpa panggung. Ketika pertunjukan berlangsung, salah seorang aktor atau aktris mengitari penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela.

Selanjutnya, lenong mulai dipertunjukkan atas permintaan pelanggan dalam acara-acara di panggung hajatan seperti resepsi pernikahan. Baru di awal kemerdekaan, teater rakyat ini murni menjadi tontonan panggung.

Lenong Betawi berbeda dengan teater lainnya, tidak seperti teater lainnya yang memiliki naskah justru pada Lenong Betawi para pelakon tidak memeliki naskah atau plot sehingga sering dimainkan semalam suntuk.

Jumlah pemain dalam pertunjukkan Lenong Betawipun tidak terbatas, terganting kebutuhan ceritanya. Setiap pertunjukkan Lenong biasanya bisa sampai lebih dari 10 pemain.

Dalam pertunjukannya, lenong menggunakan panggung berbentuk tapal kuda. Panggung ditata dengan baik dan menggunakan dekorasi yang disebut seben. Seben terdiri dari beberapa layer selebar 3x5 meter yang bergambar berbagai macam corak. Pemain Lenong disebut panjak dan ronggeng. Panjak artinya pemain laki – laki dan Ronggeng pemain perempuan.

Lenong genre denes (rapi dan formal) | sumber: id.wikipedia.org
info gambar

Dikarenakan Lenong Betawi berasal dari masyarakat Betawi, logat yang diucapkan pun logat asli Betawi yang identik dengan ucapan kata terakhir berakhiran e, seperti misalnya kenape, ape, atau yang lebih sering diucapkan nape atau ngapa, siape yang juga lebih sering diucapkan sape, aje, dan lain sebagainya.

Keunikan yang terdapat pada Lenong Betawi terletak pada interaksi antara pemain dengan penonton. Pemain Lenong Betawi sering berinteraksi dengan penonton selama berjalannya pertunjukkan dengan candaan yang khas para pemainnya menimbulkan suasa meriah dan apa yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh penonton.

Lenong genre preman (sehari-hari) | Sumber: youtube.com
info gambar

Sebenarnya Lenong Betawi terbagi menjadi dua genre, yaitu genre Denes dan gendre Preman. Biasanya pada Lenong genre preman, cerita yang dibawakan lebih sering menceritakan tentang kehidupan sehari-hari dan bahasa yang digunakan pun bahasa sehari-hari.

Karena sederhana, pakaian yang digunakan tidak terlalu formal. Sedangkan pada genre Dines penampilannya lebih rapi dan cerita yang dibawakan merupakan kisah-kisah kerjaan atau kaum bangsawan. Bahasa yang digunakan pada genre ini merupakan bahasa Melayu halus.


Catatan kaki: kompasiana | jakarta-tourism.go.id | jakarta.go.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

FK
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini