Wahai Sepak Bola Indonesia, Bersabarlah Seperti Finlandia

Wahai Sepak Bola Indonesia, Bersabarlah Seperti Finlandia
info gambar utama

Selama bertahun-tahun, Finlandia hanya menjadi penggembira di sepak bola kawasan Nordik. Negara dengan ibu kota di Helsinki ini tak lebih dari sekadar lumbung gol, dan hanya sanggup iri melihat pencapaian negara-negara tetangganya.

Swedia dengan Zlatan Ibrahimovic dan Henrik Larsson-nya sudah berulang kali keluar masuk Piala Dunia dan Piala Eropa. Begitu pun Norwegia dan Denmark, yang acap kali mencetak pemain berkelas, seperti John Carew, John Dahl Tomasson, dan Christian Eriksen.

Bahkan Islandia, dengan populasi yang jauh lebih sedikit dari Finlandia, sanggup lolos ke Piala Eropa dan Piala Dunia. Viking Clap Islandia menggema di Prancis tahun 2016 dan Rusia tahun 2018. Sekali lagi, Finlandia hanya sanggup iri dan bermimpi, "Kapan giliran kami?"

Namun semua penantian itu berakhir di bulan ini. Sabtu (16/11) dini hari waktu Indonesia, Finlandia memastikan satu tiket sebagai kontestan di Piala Eropa 2020. Inilah partisipasi pertama mereka di kejuaraan mayor internasional, sepanjang sejarah negara itu berdiri.

BACA JUGA: Piala Dunia U-20 2021 Bukan Garis Finis

Teemu Pukki menjadi bintang utama dari kesuksesan besar Finlandia ini. 9 golnya memang berjasa besar mengantarkan Finlandia sebagai runner-up Grup J di bawah Italia. Namun, ada sosok lain yang juga menjadi bagian penting dari momen bersejarah ini.

Dia adalah Markku Kanerva, sang pelatih. Pria berusia 55 tahun yang biasa dipanggil Rive ini sudah sejak tahun 2004 membangun pondasi timnas Finlandia. Ia mulai melakukannya di Timnas U-21 sampai tahun 2010, kemudian menjadi caretaker di timnas senior pada 2011 dan 2015, lalu sejak 2016 didapuk sebagai pelatih tetap.

Timnas Finlandia besutan Kanerva tumbuh bersama pemain-pemain yang kini menjadi pilar Huuhkajat (julukan timnas Finlandia). Teemu Pukki dan Tim Sparv contohnya. Ujung tombak andalan dan kapten tim Finlandia ini sudah bermain di bawah arahan Marrku Kanerva sejak di timnas junior.

15 tahun lamanya Finlandia sabar menanti dan mempercayakan proyek besar ini pada Kanerva. Federasi tidak mempermasalahkan betapa tertinggalnya Finlandia dari tetangga-tetangganya di kawasan Nordik, dan tidak membiarkan diri terendam di indahnya nostalgia Jari Litmanen.

Sepak bola Finlandia kini sedang berbahagia. Tak peduli seberapa jauh mereka bisa melangkah di Piala Eropa tahun depan, yang penting tiket kelolosan digenggam dulu. Sebab, ini saja sudah jadi pencapaian tinggi di negara itu, yang berstatus juara dunia di hoki es putra, dan sangat mengagungkan Kimi Raikkonen di sirkuit F1.

BACA JUGA: FIFA Forward dan Kontribusinya untuk Sepak Bola Indonesia

Foto: pssi.org
info gambar

Pembelajaran untuk Indonesia

Proses panjang Finlandia menembus kompetisi mayor internasional sudah sepatutnya ditiru Indonesia. Walau Asia Tenggara dan Eropa berbeda level, tapi yang dialami Finlandia sama persis dengan yang dirasakan Indonesia.

Iri melihat negara-negara tetangga bergantian merengkuh trofi juara di level regional, dan yang bisa dibanggakan hanya nostalgia para legenda. Finlandia dengan Jari Litmanen, Sami Hyypia, Antti Niemi, dan Teemu Tainio, sedangkan Indonesia dengan generasi Bambang Pamungkas, Firman Utina, Charis Yulianto, dan Hendro Kartiko.

Kesamaan-kesamaan itulah yang membuat Finlandia jadi contoh bagus untuk membangun kekuatan sepak bola. Finlandia tidak meraihnya secara instan, tapi butuh 15 tahun melakukannya, dan dengan satu sosok utama di balik layar yang terus dipercaya, yakni Markku Kanerva.

Di Indonesia, kesabaran seperti itu sangat sulit ditemukan. Dari timnas junior sampai senior, yang ditekankan selalu menang, menang, dan menang. Harus lolos kompetisi ini, harus juara sekian di turnamen itu, harus berapa medali. Padahal, tidak selamanya tolok ukur bagus atau tidaknya sebuah timnas adalah jumlah trofi.

Indonesia boleh mencanangkan target-target setinggi itu, kalau sepak bola kita levelnya sudah menyamai atau mungkin melebihi Thailand di Asia Tenggara, Jepang dan Korea Selatan di Asia Timur, atau Arab Saudi di Asia Barat.

BACA JUGA: Kalau Suporternya Tidak Dewasa, Timnasnya Ya Gitu-gitu Aja

Target tinggi dan batas kesabaran setipis tisu inilah yang menjadi salah satu kendala terbesar sepak bola Indonesia untuk maju.

Bagaimana timnasnya bisa bagus, kalau setiap gagal di turnamen atau kualifikasi, pelatihnya langsung diganti? Bagaimana jenjang karier pemain di timnas bisa panjang, kalau sekali juara di level junior saja sudah diagung-agungkan layaknya juara dunia, yang memicu munculnya star syndrome.

Juga, bagaimana timnas dengan seluruh jajaran pemain dan stafnya bisa bekerja tenang, kalau suporter terus menerus menuntut kemenangan dan bermain bagus?

Sepak bola Indonesia harus belajar bersabar seperti Finlandia. Pepatah "Kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda" harus benar-benar dicamkan di seluruh insan sepak bola Tanah Air. Mulai federasinya, pemainnya, pengurus di level klub dan timnas, operator kompetisi, dan segenap barisan suporter.

Berproses itu butuh waktu, butuh ketelatenan, dan kesabaran. Finlandia terbukti bisa melakukannya di lapangan, yang selalu terbenam di balik nama besar hoki es, Kimi Raikkonen, dan Nokia.

Referensi: These Football Times | IDN Times

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini