Alasan Mbah Sadiman Tanam Pohon Beringin untuk Hijaukan Lereng Gunung Lawu

Alasan Mbah Sadiman Tanam Pohon Beringin untuk Hijaukan Lereng Gunung Lawu
info gambar utama

Mbah Sadiman, sapaan akrabnya, tinggal di Desa Geneng Kecamatan Bulukerto, Wonogiri, Jawa Tengah. Mbah Sadiman berjuang secara mandiri dan konsisten untuk menghijaukan bukit yang berada di lereng Gunung Lawu. Hal tersebut Mbah Sadiman lakukan dengan cara menanam dan merawat ribuan pohon yang ia tanam secara berkala mulai dari tahun 1996 hingga kini. Oleh aksinya tersebut, Mbah Sadiman dianugerahi penghargaan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan nama “Reksa Utama Anindha” yang artinya penjaga bumi yang penuh kebijakan.

Aksi mandiri Mbah Sadiman dalam menanam dan merawat pohon dilakukan bukan tanpa alasan. Hal tersebut Mbah Sadiman lakukan karena keprihatinannya melihat kondisi lereng gunung yang gersang, gundul, serta kerap kali terjadi banjir akibat tidak adanya pepohonan yang mengunci air tanah ketika musim penghujan tiba. Hal tersebut pula menjadikan desa-desa di sekitar bukit lereng Gunung Lawu mengalami kesulitan ketika musim kemarau karena sumber air bersih kian sedikit. Padahal, ketika Mbah Sadiman kecil, area tersebut sangat subur dan sumber air bersih melimpah. Oleh sebab itu, Mbah Sadiman ingin mengembalikan ekosistem yang telah rusak akibat pohon-pohon yang ditebang untuk dijual hingga puncaknya pada tahun 1964 terjadi kebakaran hutan yang membuat bukit tersebut kian gersang.

Ilustrasi kekeringan yang diakibatkan tidak adanya sumber air ketika musim kemarau. | Foto : 60dtk.com
info gambar

Pihak Pemerintah pernah pernah mereboisasi bukit lereng Gunung Lawu tersebut dengan menanam pohon Pinus. Namun hal tersebut tidak mencegah terjadinya banjir dan kekeringan, karena pohon pinus kurang mengunci air tanah ketika musim penghujan tiba hingga akhirnya banjir tetap melanda namun sumber air bersih juga tetap tidak bertambah. Mbah Sadiman pun berinisiatif untuk menanam pohon Beringin, karena pohon Beringin dapat menyimpan dan mengunci air tanah ketika musim penghujan tiba, sehingga sumber air bersih dapat terkumpul dan dapat menyukupi untuk warga di desa Geneng yang berjumlah 340 kepala keluarga. Selain alasan tersebut, pohon Beringin juga dianggap memiliki “penunggu”, sehingga warga tidak berani untuk menebang pohon Beringin yang telah Mbah Sadiman tanam. Akhirnya, suhu di sekitar bukit tersebut kini menjadi lebih sejuk dan segar karena areal seluas 250 hektar telah rimbun dengan berbagai jenis pohon yang ditanam Mbah Sadiman selama 20 tahun lebih.

Mbah Sadiman menanam pohon-pohon tersebut tentunya dengan seijin pihak Perhutani. Dalam melakukan aksi tanam mandirinya, Mbah Sadiman tentunya pernah mengalami hambatan. Mbah Sadiman pernah dianggap gila, karena disaat warga lainnya menanam tanaman pangan justru Mbah Sadiman menanam pohon Beringin dan pepohonan yang lainnya. Namun, kini aksi Mbah Sadiman justru mendapat penghargaan dan apresiasi dari berbagai pihak. Selain dari BNPB, pihak Bank Rakyat Indonesia (BRI) pun turut mengapresiasi tekad mulia Mbah Sadiman dengan memberikan uang sebesar 100 juta rupiah. Mbah Sadiman pun terharu, karena selama ini Mbah Sadiman tidak pernah berharap imabalan ataupun ganti rugi untuk aksi tanam mandirinya.

Pohon beringin dianggap sebagai tempat hunian Genderuwo. | Foto : Indozone
info gambar

Aksi Mbah Sadiman akan lebih berarti jika didukung oleh pihak-pihak lainnya. Pemerintah tidak hanya mengapresiasi dengan memberikan hadiah ataupun gelar pahlawan untuk Mbah Sadiman, namun juga memfasilitasi komunitas ataupun instansi untuk dapat turut menjaga ekosistem lingkungan. Menanam pohon memang hal yang mudah, namun konsistensi untuk merawat serta tidak merusak alam adalah hal yang lebih sulit. Oleh sebab itu,mari jadi “Mbah Sadiman” untuk lingkungan masing-masing dan ajak orang lain untuk jadi “Mbah Sadiman” berikutnya.


Catatan kaki: detik.com | kumparan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Widhi Luthfi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Widhi Luthfi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini