Ubi Banggai, Tanaman yang Tak Bisa Lepas dari Masyarakat Banggai Kepulauan

Ubi Banggai, Tanaman yang Tak Bisa Lepas dari Masyarakat Banggai Kepulauan
info gambar utama

Banggai Kepulauan atau yang kerap disingkat dengan Bangkep adalah salah satu daerah di ujung Sulawesi Tengah yang memiliki keindahan dan eksotisitas laut yang sangat memesona. Selain dikenal dengan keindahan laut beserta gugusan pulaunya, kabupaten Banggai Kepulauan juga dikenal akan tanaman endemiknya yang bernama Ubi Banggai atau yang memiliki nama latin Dioscorea. Ubi Banggai ini tidak dapat lepas dari masyarakat Banggai Kepulauan karena dimanfaatkan sebagai makanan pokok hingga tradisi dari masyarakat itu sendiri.

Sejarah singkat Ubi Banggai yakni dimulai oleh keluarga Raja Ternate yang terusir. Raja tersebut pergi dan pindah ke Banggai hingga akhirnya menjadi penguasa di sana. Keluarga Raja Ternate tersebut membawa ubi dan ditanam di Banggai Kepulauan terutama di Tomini dan Peling Barat. Ubi tumbuh dengan subur dikarenakan tanah di Banggai Kepulauan merupakan jenis tanah yang berupa lempung berpasir yang cocok untuk ditumbuhi umbi-umbian. Sehingga, mata pencaharian penduduk setempat kebanyakan adalah petani, menanam kelapa, sayur, buah, umbi-umbian serta nelayan. Kebiasaan memanfaatkan ubi sebagai bahan makanan dari keluarga Raja Ternate tetap diteruskan selama di Banggai Kepulauan, hingga kini masyarakat Bangkep pun memanfaatkan Ubi Banggai sebagai makanan pokok.

Kabupaten Bangkep berada di peta dengan warna merah. | Foto : Wikipedia
info gambar

Selain sebagai makanan pokok, Ubi Banggai juga digunakan dalam tradisi adat yang bernama Sasampe. Sasampe merupakan suatu kegiatan kearifan lokal warisan dari leluhur Banggai di masa lampau yang dilakukan sebagai bentuk syukur masyarakat Banggai kepada Sang Pemberi Rejeki. Prosesi adat Sasampe yakni mengantar Ubi Banggai ke Banggai laut yang terdapat rumah adat masyarakat Banggai. Sesampainya di rumah adat atau yang biasa disebut dengan Kemali Banggai Lalongo, Ubi Banggai dibacakan doa oleh pemangku adat sebagai bentuk syukur atas hasil panen.

Bentuk Ubi Banggai sendiri adalah perpaduan antara ubi jalar dan ubi kayu. Rasanya pun campuran antara ubi jalar dan ubi kayu atau singkong. Namun, ukuran Ubi Banggai tersebut tergolong lebih besar dari ubi jalar dan ubi kayu. Sementara, pertumbuhan Ubi Banggai sendiri yakni menjalar ke atas, sehingga petani ubi perlu mempersiapkan cabang-cabang untuk rambatan Ubi Banggai. Daun dan batangnya berwarna hijau pucat serta bentuk umbinya memiliki permukaan yang halus dan lebih padat daripada umbi jawa. Kandungan yang terdapat di dalam Ubi Banggai pun cocok jika Ubi Banggai dimanfaatkan sebagai pengganti beras atau alternatif makanan pokok. Hal tersebut dikareanakan kandungan karbohidrat di dalam Ubi Banggai sendiri yakni mulai dari 84,71% hingga 85,19%.

Lahan pertanian Ubi Banggai. | Foto : ndibha
info gambar

Pemanfaatan Ubi Banggai tidak hanya sebagai makanan pokok masyarkat Banggai. Ubi Banggai dapat diolah menjadi brownies dengan menggunakan tepung Ubi Banggai, selain itu ada juga Payot yakni makanan khas dari Banggai Kepualauan. Payot juga sering dijumpai pada setiap acara adat maupun tradisi di Banggai. Oleh sebab itu, Ubi Banggai merupakan bagian dari masyarakat Banggai kepulauan yang tidak dapat dipisahkan karena memiliki ikatan yang luhur.

Ketika kawan GNFI berada atau berkunjung ke Banggai Kepulauan, jangan lupa mencicipi Ubi Banggai, ya.


Catatan kaki: Indonesia.go.id | sultimnews

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Widhi Luthfi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Widhi Luthfi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini