Sebuah Makna “Unity in Diversity” untuk Indonesia

Sebuah Makna “Unity in Diversity” untuk Indonesia
info gambar utama

Unity in Diversity atau persatuan dalam keberagaman bagi Indonesia mungkin kini mulai terusik. Ada banyak faktor dimana keberagaman di Indonesia menjadi isu yang sensitif. Mulai dari konstelasi politik sampai dengan kagetnya masyarakat Indonesia terhadap sosial media.

Percaya tidak percaya, sekarang isu mengenai mayoritas dan minoritas sangat menggema di Indonesia. hal ini sungguh meresahkan. Ketika dalam suatu negara minoritas tertindas, berarti ada yang salah dengan mindset di negara ini.

Jika kita pernah menonton film “The Great Debater” yang dibintangi oleh Denzel Washington yang mengisahkan perjuangan tiga anak muda kulit hitam di Amerika dalam kompetisi debat dimana pada masa itu kita tahu isu antara orang kulit putih dengan coloured people seperti kulit hitam sungguh tragis terjadi. Dalam film itu ada momen yang unik ketika Samantha Booke meredefinsikan tentang "benar" dan "salah".

“Majorities do not decide what is right or wrong, your conscience does”

Yang berarti mayoritas tidak menentukan yang mana yang benar dan yang salah, hati nurani lah yang menentukan. Bahkan saat ini perlu tahu bahwa mayoritas belum berarti benar.

Apa korelasinya dengan Indonesia ?

Di tengah isu-isu identitas dan juga agama yang begitu massif, kita lupa bahwa Indonesia tidak terdiri dari satu suku maupun satu agama saja. Indonesia bukan mengenai mana yang mayoritas dan mana yang minoritas.

Sebanyak kurang lebih 1.331 kelompok suku dan 652 bahasa daerah di Indonesia. Jika Indonesia hanya tentang mayoritas dan minoritas saja, tentu Indonesia tidak tidak akan berdiri kokoh hingga saat ini. Dalam masa perjuangan, mereka yang bertempur melawan penjajah baik Belanda maupun Jepang juga tidak hanya dari satu suku saja. Mereka yang gugur untuk memerdekakan bangsa ini terdiri dari berbagai suku dan memeluk berbagai agama hanya untuk meraih kebebasan.

Sumbe Gambar :Viapulsa.com
info gambar

Di Jakarta , letak Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta membuahkan pemandangan unik mengenai toleransi. Yakni ketika penguru gereja sepakat untuk menggeser jadwal Misa karena bertepatan dengan pelaksanaan sholat Id untuk perayaan Idul Adha. Sebaliknya, ketika Hari Raya Natal pengelola Masjid Istiqlal memberikan lahannya sebagai parkir untuk jemaat gereja.

Di Bali, Puja Mandala Nusa Dua menjadi salah satu bukti toleransi yang luar biasa. Betapa tidak, tempat ini memilki 5 tempat ibadah untuk 5 agama yang berbeda (Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu) dalam satu tempat. Uniknya adalah nilai toleransi yang berada di komplek ini sangat tinggi meski kita tahun mayoritas penduduk di Bali beragama Hindu. Begitu juga dengan perayaan Idul Adha dan Nyepi di Bali. nilai-nilai toleransi masih dijunjung tinggi.

Persatuan dalam keberagaman, suatu kata yang mahal sekali jika dirusak hanya karena yang satu merasa mayoritas hingga mendiskreditkan yang lainnya.

Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa yang berarti “Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu”, sebuah frasa panjang yang sering kita dengar. Bhinneka Tunggal Ika, kalimat pendek dibawah kaki burung Garuda yang sering diartikan dengan “berbeda-beda namun tetap satu jua”. Kalimat ini memiliki makna mendalam yang harus kembali diselami oleh rakyat Indonesia. Bahwa Indonesia bukan satu suku saja. Bukan Jawa saja, Maluku saja, Sumatera saja, namun semua suku di atas tanah Indonesia adalah satu.

Perbedaan merupakan kewajaran, untuk itu kita memiliki keberagaman latar belakang, cara berpikir, bahasa dan budaya. Namun yang tidak wajar adalah membuat perbedaan tersebut menjadi sebuah manifestasi konflik.

Lalu…tanggung jawab siapa menjaga keberagaman dalam persatuan ini ?

Tanggung jawab menjaga persatuan Indonesia ada di setiap individunya. Dalam artian, mulai dari pelaku politik elit, hingga setiap anak Indonesia. Menjadi miris jika hanya berbeda suku maupun agama lalu tidak memiliki hubungan baik. Perpecahan sebenarnya terjadi karena fenomena sosial. Tidak percaya?

Taruhlah bayi yang sudah bisa merangkak dari berbagai ras dalam satu ruangan. Mereka adalah individu yang masih polos, tidak mengenal kebencian hanya dari ras, kebudayaan maupun agama. Yang terjadi adalah mereka berinteraksi satu sama lain tanpa ada rasa curiga.

Kebencian tumbuh karena diajarkan, begtu juga kebaikan dan toleransi. Jika negara ini pecah hanya karena perbedaan, itu adalah hal yang tidak bisa ditarik kembali. Sekali pecah, maka bisa jadi akan pecah selamanya.

Jadi, ajarkan toleransi kepada siapapun di dekat kita, mulai dari circle yang paling kecil yakni keluarga. Indonesia pada hakekatnya berdiri karena keberagamannya untuk itu, mari kita jaga bersama.

“Tugas maha besar generasi kita adalah mewariskan toleransi, bukan kekerasan”

_Ridwan Kamil_

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini