Sebuah Pertunjukan Sifat Negarawan

Sebuah Pertunjukan Sifat Negarawan
info gambar utama

Oleh: Ahmad Cholis Hamzah*

Ada yang menarik dalam pidatonya Let.Jen Pur. Prabowo Subianto didepan anggota partainya pada saat sebelum pembentukan Kabinet barunya pak presiden Jokowi, yaitu saat pak Prabowo memberikan tiga contoh dari Jepang, Cina dan Amerika. Dari ketiga negara ini masing-masing ada kisah dua tokoh yang berseteru dalam peperangan dan politik. Dalam kisah peperangan di Jepang, seorang panglima sehari sebelum berperang menawarkan kerjasama kepada seterunya demi persatuan Jepang, dan contoh dari Cina dan Amerika Serikat dimana tokoh pemenang dalam perseteruan politik menawarkan kerjasama kepada tokoh yang kalah. Dan pihak yang kalah menerima tawaran itu dengan alasan karena cinta kepada negara demi persatuan negaara. Tentu tulisan ini tidak membahas apakah motivasi pak Prabowo menerima tawaran pak presiden sebagai Menterinya, yaitu Menteri Pertahanan, karena cerita dari tiga negara itu.

Namun yang penting bisa diambil pelajaran dari kisah diatas adaalah bahwa memang suatu negara memerlukan tokoh yang memiliki sifat kenegarawanan yang baik yang mau menerima perbedaan tanpa disertai dengan perasaan dendam. Banyak contoh akan hal ini. Dulu presiden pertama Republik Indonesia bapak Soekarno memenjarakan tokoh-tokoh nasional yang berseberangan politik dengan dirinya, salah satunya tokoh –ulama Islam terkemuka yaitu Buya Hamka . Namun ketika presiden Sukarno sakit keras mengeluarkan wasiatanya bahwa kalau beliau meninggal dunia, beliau minta Buya Hamka yang men-sholati jenazahnya. Dengan sifat kenegarawanan dan persahabatan yang tinggi Buya Hamka bersedia menjadi imam sholat jenazah ketika presiden Sukarno wafat, tanpa ada rasa dendam. Hal ini beliau lakukan demi persatuan bangsa ini.

s
info gambar

Nelson Mandela pejuang dan mantan presiden Afrika Selatan, pernah berjuang dengan keras untuk mengakhiri kekuasaan kulit putih di negerinya. Maklum kulit putih yang jumlahnya sedikit itu mendominasi kekuasaan terhadap jutaan mayoritas penduduk kulit hitam Afrika Selatan selama ratusan tahun. Bangsa Afrika Selatan terhina dengan bentuk penjajahan Apartheid kaum kulit putih itu, yaitu penjajahan yang bersifat rasialisme. Orang kulit hitam tidak diperbolehkan naik kendaraan umum bersama dengan orang kulit putih, gedung-gedung atau tempat-tempat tertentu yang ada tulisannya “White Only” tidak boleh dimasuki oleh rakyat yang punya warna kulit berbeda. Nelson Mandela menentang keras kebijakan itu yang mengakibatkan dia menderita di penjara lebih dari 20 tahun. Namun dengan kebesaran sifat kenegarawanan yang tinggi sekeluarnya dari penjara dia melakukan rekonsiliasi demi Afrika Selatan, dan terkenal dengan ucapannya forgive but not forgotten. Memaafkan para tokoh kulit putih yang memenjarakan dia. Itu dia lakukan demi persatuan Afrika Selatan.

Di dunia Islam, ummat Islam pasti mengetahui keempat Imam yang menafsirkan ajaran agama dan terkenal dengan aliran pikirannya atau Madzab atau School of Thoughts atas penafsiran ajaran itu. Mereka itu adalah Imam Syafii, Imam Hambali, Imam Hanafi dan Imam Maliki. Masing diantara beliau itu memiliki pandangan yang berbeda terhadap penafsiran ajaran agama. Bahkan perbedaan itu sering sangat tajam. Namun dalam sejarah Islam meriwayatkan bahwa masing-masing ulama itu saling menghargai, menghormati dengan penuh adab kesopnan yang tinggi dan tidak pernah diantara mereka meng-kafirkan satu sama lain. Itu dilakukan demi kesatuan ummat Islam.

Memang demi kesatuan bangsa, masing-masing diantara kita perlu berkaca pada kisah-kisah agung tokoh-tokoh diatas dimana mau menerima perbedaan dengan dada lapang. “Agree to Disagree” – setuju untuk tidak sepakat adalah sikap yang diperlukan dalam upaya menjajaga demokrasi di negeri ini untuk tetap berjalan dengan baik. Sebaliknya sikap yang antipasti atau dendam politik yang berkepanjangan akan merugikan perjalanan bangsa.

Karena itu, kisah kenegarawanan tokoh-tokoh dari ketiga negara yang dikutip oleh pak Prabowo Subiano, dan kisah Buya Hamka, Nelson Mandela dan para Imam diatas adalah merupakan pelajaran yang sangat berguna bagi bangsa ini, yaitu bersedia menerima perbedaan dan menjaga persaudaraan demi suatu tujuan yang lebih penting dan mulia.

*Penulis senior GNFI dan Dosen Pengajar di berbagai universitas di Jawa Timur

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ahmad Cholis Hamzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ahmad Cholis Hamzah.

Terima kasih telah membaca sampai di sini