Nusantara Innovation Forum, untuk Para Pegiat Riset dan Inovasi

Nusantara Innovation Forum, untuk Para Pegiat Riset dan Inovasi
info gambar utama

“Indonesia itu punya banyak bibit-bibit inovator unggul, hanya saja, medium seperti apa dan bagaimana yang cocok itulah yang menentukan akan tumbuh seperti apa bibit-bibit unggul tersebut,” ujar Ir. Ahmad Yuniarto, ex-CEO Schlumberger Indonesia, ketika membuka sesi sharing and discussion bertajuk Boxes of Thinking: New Perspective on Nurturing Creativity and Innovation besutan Nusantara Innovation Forum (NIF) beberapa waktu yang lalu.

Eh, NIF? Kok kayanya baru dengar sih? Memangnya apa sih NIF itu?

Nusantara Innovation Forum, atau yang lebih sering disebut menggunakan ejaan fonetis dari singkatannya, NIF (IPA: /n/; /aɪ/; /f/) oleh para anggotanya, adalah sebuah organisasi bentukan para diaspora muda Indonesia di Inggris. Pada mulanya NIF digagas oleh salah seorang dokter yang juga merupakan diaspora Indonesia di Inggris, Arief Gunawan.

“Cerita tentang NIF berawal dari pertemuan dr. Arief dan Bapak Nurul Ichwan di suatu event. Bapak Nurul Ichwan adalah Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indonesia di London. Saat itu, dr. Arief dan Bapak Nurul berbincang perihal tim Garuda 45. Beliau berdua berdiskusi tentang inovasi tim Garuda 45 yang bernama TB DeCare, sebuah aplikasi pendeteksi Mycobacterium tuberculosa secara otomatis, yang baru saja memenangkan kompetisi Microsoft Imagine Cup 2016 melalui kategori World Citizenship tingkat nasional. Perbincangan tersebut tak jauh-jauh dari topik tentang bagaimana kelanjutan dari inovasi tersebut,” terang Lilis Iskandar, PhD Candidate di Centre for Oral, Clinical & Translational Sciences, Faculty of Dentistry, Oral & Craniofacial Sciences, King's College London.

Menurut Lilis, yang juga merupakan Presiden dari NIF untuk periode 2019-2021, pasca-perbincangan tersebut, Arief memaparkan ketertarikannya di bidang hilirisasi inovasi dan riset via grup media sosial dokter Indonesia di Inggris, bahkan beliau mengumpulkan rekan-rekan sejawatnya yang memiliki ketertarikan di bidang serupa.

Setelah itu, ada enam orang lain yang memberikan feedback positif, dan pertemuan perdana pun dilangsungkan di salah satu coffee shop di Waterloo dengan topik awal perkenalan dan diskusi ringan tentang kelanjutan dari inovasi tim Garuda 45.

Di sana hadir empat orang dokter, yaitu Arief Gunawan, Satria Arief Prabowo, Oviliani Wijayanti, dan Rizal Alaydrus, lalu ada seorang dokter gigi, Lilis Iskandar, serta satu orang dari kalangan pengajar dan engineer, yaitu Vani Virdyawan, juga ada Dea Meitry Dilista yang merupakan mahasiswi Psikologi di University College London.

Mereka bertujuh bisa dikatakan adalah inisiator atau founder dari sebuah gerakan tanpa nama –sebelum pada akhirnya bertransformasi menjadi NIF yang sesuai AD ART-nya berkedudukan di Inggris Raya– dengan tujuan untuk menindaklanjuti gagasan dari Arief Gunawan dan Nurul Ichwan di bidang hilirisasi inovasi dan hasil riset.

Tujuh Founders dari NIF saat mendiskusikan draft AD ART pertama. Lokasinya di rumah Arief Gunawan, President pertama NIF. Dari kiri ke kanan: Vani, Dea, Lilis, Ovi, Arief, Satria, Rizal.
info gambar

“Setelah pertemuan perdana itu, ada pembahasan panjang terkait spesifikasi pengetahuan apa saja yang dibutuhkan untuk menjalankan proses hilirisasi riset. Hingga akhirnya, setelah dilakukan identifikasi, ada berbagai macam bidang yang harus dikuasai dan dikolaborasikan oleh para anggota, seperti bidang hukum, bisnis, teknologi (utamanya IT), dll,” imbuh Oviliani Wijayanti, yang saat itu merupakan mahasiswi International Health Management, Imperial College Business School. Saat ini ia menjabat sebagai vice President dari NIF mendampingi Lilis.

Tepat pada tanggal 23 September 2019 lalu, NIF telah memasuki tahun kedua. Untuk menguatkan pergerakannya, sekitar satu bulan pasca hari jadinya (27/10), NIF melangsungkan sebuah agenda diskusi yang juga merupakan momentum untuk menginisiasi upaya ekspansi keanggotaan untuk NIF Cabang Indonesia.

Dalam agenda tersebut, turut hadir berbagai tokoh dan figur penting yang mewarnai pergerakan NIF selama dua tahun ke belakang. Di antaranya ada Nurul Ichwan (Kepala BKPM Indonesia di London), Ayleen Wisudha (Ketua Indonesian Diaspora Network di United Kingdom), serta Ahmad Yuniarto (ex-CEO Schlumberger Indonesia dan founder dari Biru Peduli Foundation) yang menjadi salah satu pemantik diskusi dalam agenda tersebut.

Ketiganya merupakan bagian dari Pembina NIF yang turut menjadi bahan bakar utama dalam inovasi pergerakan NIF, selain para Core Committee dan anggota-anggota NIF lainnya.

Sebagai tambahan informasi, selain tiga figur di atas, ada pula Prof. E. Aminudin Aziz, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI di Inggris yang juga turut menjadi Pembina NIF.

Beliau turut hadir di agenda dua hari sebelumnya, yaitu Rapat Tahunan Anggota NIF pada 21 September 2019. Dalam perjalanan selama dua tahun ke belakang, beliau turut berperan besar dalam penguatan AD ART NIF.

Ketika ditanya tentang figur-figur Pembina, Lilis dan Ovi sepakat bahwa hal tersebut bukan perkara memilih atau dipilih, melainkan kesesuaian visi yang dibawa oleh NIF dengan apa yang juga diupayakan figur-figur luar biasa tersebut untuk Indonesia.

Bahkan menurut Ovi, “Seluruh komponen di dalam NIF ini berkumpul karena punya kepercayaan bahwa potensi hasil riset dan inovasi diaspora Indonesia, di manapun berada, sangatlah besar. Jika di-nurture dengan baik, akan sangat mungkin bisa menjadi jawaban untuk permasalahan di Tanah Air yang (mungkin) belum ada solusinya.”

NIF ThinkTech perdana yang diadakan di London-King's Cross pada 7 Juli 2019
info gambar

Sejalan dengan Lilis dan Ovi, Ahmad Yuniarto, yang akrab disapa pak AY, juga berpendapat bahwa baginya keselarasan value(s) di dalam keberadaan NIF bagi setiap bagiannya adalah dasar utama, apa yang menjadi impian NIF searah dengan apa yang beliau niatkan untuk lakukan di Indonesia, dengan anak-anak muda Indonesia.

Menurut Pak AY, apa saja yang bisa membantu memudahkan dan menata proses inovasi perlu disampaikan ke NIF dan seluruh anggotanya.

“Jangan sampai NIF terjebak dengan asumsi-asumsi yang belum tentu mendorong tumbuhnya inovasi. Tidak hanya dari sisi manusianya, namun dari sisi organisasinya pun sebisa mungkin harus dilakukan secara tertata untuk mendorong munculnya kreativitas dan inovasi,” imbuhnya.

Mungkin para pembaca sekalian penasaran, bagaimana sih cara menjadi anggota atau sekadar bagian dari NIF ini? Bagi Lilis dan para Core Committee, serta para Founder, NIF bukanlah organisasi massa, sehingga tak memiliki tujuan utama untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya anggota.

NIF lebih ingin berfokus untuk mencapai visinya, karena bagi NIF, bukan kuantitas yang penting, melainkan upaya maksimalisasi potensi anggota untuk berkontribusi lah yang lebih penting.

Meski begitu, NIF tidak menutup kemungkinan untuk membuka cabang dalam upaya mewadahi komunitas/kelompok/organisasi masyarakat Indonesia di negara lain maupun di Tanah Air yang memiliki tujuan dan visi selaras.

Dalam mendirikan atau membentuk cabang, NIF menerapkan sistem bottom up. Siapapun komunitas di negara tertentu yang memiliki ketertarikan terhadap riset dan inovasi untuk kemajuan Indonesia serta belum memiliki representasi NIF Cabang, boleh mengajukan diri dengan cara mengirim proposal ke NIF Pusat.

Selanjutnya, proposal tersebut akan di-review oleh Presiden NIF dan dirapatkan bersama Core Committee. Jika ide disetujui dan Core Committee sepakat, maka cabang tersebut sangat mungkin untuk dibentuk dan diresmikan.

Pencapaian jangka pendek untuk NIF pun tak luput menjadi bahasan artikel kali ini. Bahkan, menurut Lilis dan Ovi, di periode kedua kepengurusan NIF ini bisa jadi menjadi saat-saat di mana penguatan internal dan peningkatan kepemahaman terhadap apa yang menjadi skill set dari NIF dalam menjalankan visinya akan sangat krusial.

Meski tidak menutup kemungkinan jika ada individu atau kelompok yang ingin berkolaborasi dengan NIF dalam upaya memperkecil jarak inovasi yang tengah dihasilkan dengan hilirisasi produk ataupun output lain yang dibutuhkan, NIF akan selalu siap sedia memberikan fasilitas sebagai hub.

Perwakilan NIF pada agenda Indonesia Infrastructure Investment Forum (IIIF) yang digelar oleh BKPM London. Dalam agenda ini, NIF diundang untuk membuka booth serta membantu mendampingi beberapa pembicara.
info gambar

“Untuk rencana ke depan, atau minimal di kepengurusan dua tahun ke depan, kami ingin melakukan beberapa upaya penguataan lembaga, seperti menerapkan sistem operasional yang jelas, rapi, transparan, dan obyektif, dengan tujuan capaian yang clear tapi tetap harus agile and adaptive. Selain itu, harapannya NIF dapat memiliki sumber pendanaan yg independen dan lebih sustainable sesuai sumber-sumber yang tercantum dalam AD ART. Yang tak kalah penting, ke depannya NIF family agar lebih punya close emotional bonding dan sense of belonging, sehingga bisa sehati dalam menjalankan upaya menjalankan visi dan misi bersama, sambil sama-sama belajar, mengembangkan diri secara personal, karena NIF tujuannya adalah berkolaborasi untuk berkontribusi mewujudkan pengembangan inovasi yang lebih baik lagi bagi Indonesia,” tutup Lilis.

Wah, ternyata para diaspora muda Indonesia di luar negeri punya kecintaan yang begitu besar untuk Indonesia lho. Bahkan dari salah satu sudut Benua Biru yang jaraknya beribu-ribu kilometer dari tanah air pun, geliat inovasi kreatif dari mereka tetap memiliki tujuan utama: demi kemajuan Indonesia.

Kalau kalian, kira-kira apa nih inovasinya? Kalau belum punya, segera digali yuk! Tapi kalau sudah ada, boleh banget lho menggandeng NIF sebagai hub untuk hilirisasi inovasi yang kamu buat. Selamat berkarya dan berinovasi kreatif!

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini