Mengenal 4 Srikandi Bangsa di Bidang Penelitian Nasional

Mengenal 4 Srikandi Bangsa di Bidang Penelitian Nasional
info gambar utama
  • Profil singkat empat ilmuwan wanita Indonesia yang meraih penghargaan L'Oreal For Women in Science.
  • Satu dari empat wanita ini akan maju ke tingkat internasional.
  • L'Oreal For Women in Science tahun 2019 adalah penyelenggaraan yang ke-16.

Empat ilmuwan wanita Indonesia terpilih sebagai pemenang penghargaan L'Oreal For Women in Science. Acara penganugerahan ini digelar pada Rabu (26/11) di Gedung D Kemenristek, Jakarta.

Keempat srikandi Indonesia yang terpilih itu adalah Dr. Sc. Widiastuti, M.Si; Dr. Rer. Nat. Ayu Savitri Nurinsiyah, M.IL., M.Sc; Dr. Swasmi Purwajanti, M.Sc; dan Dr. Eng. Osi Arutanti, M.Si.

Dalam sambutannya, Prof. Dr. Arief Rachman, Ketua Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaa, mengatakan bahwa melalui program ini, diharapkan dapat mendukung para ilmuwan perempuan untuk memberikan kontribusi nyata, dalam mengembangkan masa depan yang lebih baik bagi Indonesia.

Berikut adalah profil singkat empat pemenang penghargaan, yang terselenggara berkat kerja sama L'Oreal dengan Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO. Acara ini adalah yang ke-16 kalinya digelar, dan nantinya salah satu pemenang akan diajukan menjadi peserta di tingkat internasional.

BACA JUGA: Mengenal Empat Ilmuwan Perempuan Kebanggaan Indonesia

Dr. Sc. Widiastuti Karim, M.Si.

Dr. Sc. Widiastuti Karim, M.Si. | Foto: Aditya Jaya/GNFI
info gambar

Dosen di Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana ini meneliti fungsi biologi Green Fluorescent Protein (GFP) pada karang untuk mengatasi pemutihan karang.

Studinya bertujuan guna mengatasi pemutihan pada karang di Indonesia, sehingga dapat merehabilitasi ekosistem terumbu karang. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak yang besar bagi dunia kelautan khususnya Indonesia.

"Yang terjadi di perairan kita adalah ekosistem terumbu karang kita mengalami pemutihan, apabila kita tidak melakukan sesuatu ini akan terjadi kerusakan. Tidak akan ada lagi ikan-ikan seperti kerapu, kakap. Tidak ada lagi yang mau wisata bahari," ujar Widiastuti, saat berbincang dengan GNFI.

"Jadi lewat penelitian ini kita mau infeksi kembali si microalga-nya ke dalam karang yang mengalami pemutihan, terus nanti itu (proses infeksinya) di laboratorium. Nanti akhirnya karang yang sudah ada sibiodiniumnya, si microalga-nya, dibalikin lagi, seperti transplantasi karena karang pada akhirnya akan tumbuh," lanjutnya.

BACA JUGA: Mengenang Astronot Wanita Pertama di Asia, dari Indonesia

Dr. Rer. Nat. Ayu Savitri Nurinsiyah, M.IL., M.Sc.

Dr. Rer. Nat. Ayu Savitri Nurinsiyah, M.IL., M.Sc. | Foto: Ariefiani Harahap/GNFI
info gambar

Peneliti junior di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini melakukan eksplorasi penemuan keong darat, yang tepat dalam mengungkap potensi biodiversitas sebagai solusi masalah kesehatan.

Lulusan studi doktoral di Universitat Hamburg, Jerman, ini meneliti jenis keong darat native dan endemik Jawa yang memiliki aktivitas antimikroba terampuh dari protein mucus (lendir)-nya. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memanfaatkan biodiversitas keong darat native dan endemik Jawa secara berkelanjutan.

Ketertarikannya pada penelitian keong bermula saat SMA kelas 3. Ia melihat saudaranya yang terluka, dan lukanya disembuhkan dengan ditempelkan keong dari pohon pisang. Tak lama kemudian luka saudaranya langsung membeku berkat lendir keong tersebut.

Ayu mengatakan, engan banyaknya spesies keong di Indonesia, ke depannya dapat memberikan beragam solusi. Sebab, di luar negeri banyak yang sudah menemukan manfaat keong.

BACA JUGA: Mahasiswa UI Ciptakan Tangan Robotik yang Bisa Dikendalikan Otak

Dr. Swasmi Purwajanti, M.Sc.

Dr. Swasmi Purwajanti, M.Sc. (dua dari kiri) | Foto: L'Oreal Indonesia
info gambar

Perekayasa di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ini meneliti pemanfaatan lebih dari bittern (produk samping proses pembuatan garam) sebagai bahan pembuatan super nanoadsorben multifungsi berbasis magnesium oksida.

Lulusan pendidikan doktor di The University of Queensland, Australia, ini percaya bahwa bittern dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku fungsional nanomaterial untuk menangani isu polusi air.

Dengan kandungan ion magnesium yang tinggi, menjadikan bittern berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan nanomaterial fungsional berbasis magnesium oksida, yang dapat menyerap logam berat dan membunuh bakteri secara simultan.

Swasmi berharap penelitiannya dapat membantu mengatasi permasalahan penyediaan air bersih yang bebas kontaminan di Indonesia, melalui pendekatan nanoteknologi dengan biaya yang terjangkau.

BACA JUGA: Ada Profesor Indonesia di Proyek Gundam Raksasa

Dr. Eng. Osi Arutanti, M.Si.

Dr. Eng. Osi Arutanti, M.Si. | Foto: Aditya Jaya/GNFI
info gambar

Peneliti kimia di LIPI ini meneliti alternatif fotokatalis yang terjangkau, bisa direalisasikan dan efisien, yang dapat diaktivasi dengan tenaga surya sebagai solusi permasalahan lingkungan.

Dengan memanfaatkan cahaya matahari yang berlimpah di Indonesia, alumnus studi doktoral Hiroshima University bidang Teknik Kimia ini, mencontohkan pengaplikasian fotokatalis untuk pengolahan limbah organik tekstil.

"Jadi misalkan, salah satu contoh yang ingin diaplikasikan adalah untuk pengolahan limbah organik tekstil, pewarna tekstil. Nanti setelah dia di-fotokatalis itu si pewarna itu nanti menghilang, jadinya dijernihkan."

Osi melanjutkan, penerapan di limbah industri tekstil ini adalah jangka panjang, sedangkan untuk jangka pendeknya masih hasil skala lab.

"Kalau misalkan untuk jangka pendeknya kita masih menggunakan polutan organik yang satu jenis misalkan rodamin B gitu, jadi masih hasil skala lab (skala kecil)," ujarnya seusai acara.***

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini