UMKM di Batu Siap Bersaing di Pasar Global

UMKM di Batu Siap Bersaing di Pasar Global
info gambar utama

Antusiasme masyarakat Batu terhadap kegiatan ekonomi kreatif dan UMKM disambut baik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim.

Hal ini terbukti dengan diselenggarakannya Workshop East Java Super Corridor oleh Pemprov Jatim melalui Badan Koordinasi Wilayah Pembangunan dan Pertumbuhan (Bakorwil) III Malang, pada Kamis, (28/11) di Hotel Ciptaningati Batu.

Workshop kali ini bertemak Eksplorasi Material dan Pengembangan Produk untuk Bersaing di Pasar Global, dan bertujuan meningkatkan potensi UMKM yang ada di Malang Raya, agar semakin mampu mengembangkan dan mengeksplorasi material produk dan meningkatkan daya saing.

Pada ajang ini, Endhaning Nur Suyanti, pendiri Komunitas Pelanusa, berkesempatan menceritakan pengalamannya bergelut di usaha pengolahan kain perca.

Ia juga menjelaskan bagaimana awalnya ia memilih kain perca sebagai bahan baku utama usahanya. Ia memilih kain perca sebagai material utama produknya dengan alasan zero waste. Endha ingin mengurangi sampah yang ada di sekitarnya dengan memberdayakannya kembali.

Kata Endha, sebelum menentukan bahan baku produk, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, antara lain people, planet, dan product.

People karena sebagai produsen, harus tahu apa yang sedang dibutuhkan masyarakat. Planet, memilih material yang mendukung keberlanjutan dan keseimbangan alam. Product, memilah sekiranya produk apa yang dapat bertahan dan bersaing di masyarakat.

“Proses produksi harus dilakukan secara sadar, terutama mengenai material yang kita gunakan. Sebisa mungkin ada tiga hal itu di produk kita. Kalau sudah sesuai, produk yang sudah dipilih pasti dapat bertahan dan bersaing di masyarakat, bahkan di kancah internasional. Ini bukan omong kosong, sudah terbukti banyaknya produk lokal yang bersaing di pameran internasional dan meskipun skala produksinya kecil, tapi sudah berani ekspor,” jelas Endha.

Sementara itu, Angger Diri Wiranata, co-founder Dusdukduk juga menyampaikan hal serupa. Ia membahas mengenai value material.

Kata Angger, yang harus dilakukan pertama kali sebelum menentukan dan mengembangkan produk adalah mengetahui value materi yang digunakan.

Bisa jadi dengan barang bekas, tanah liat, daun, buah, atau apapun sumber daya yang ada di sekitar kita, yang mulanya tak begitu menghasilkan, tidak begitu memiliki nilai jual, dengan sentuhan kreativitas dan value materi tersebut, dapat menghasilkan produk yang tidak hanya unik, tapi juga bernilai jual tinggi.

“Misalkan saja yang dilakukan wirausahawan di Porong, Sidoarjo, Melihat melimpahnya lumpur yang ada di sekitarnya, jika pada umumnya akan diolah menjadi batako, dia mengolahnya menjadi perniak-pernik bernilai jual tinggi seperti jam tangan, pigura, sampai aksesoris,” jelasnya sembari menjawab pertanyaan para peserta.

Bukan hanya oleh pelaku UMKM, acara ini juga disambut baik oleh para peserta dari berbagai kalangan mulai dari mahasiswa, distributor produk, sampai pemilik usaha kerajinan tangan.

Salah satunya yakni Eka Murni, seorang pengrajin sendal dari Batu. Eka mengatakan selama ini dirinya menggunakan bahan baku karet dan kulit sintetis dan berencana untuk mengembangkannya lagi.

“Biasanya pakai karet sama kulit sintetis, ya nantinya ingin mengembangkan lagi. Kalau bisa ikut merambah material-material yang ramah lingkungan seperti batok kelapa atau apa nanti dipikirkan lagi. Semoga juga bisa menerapkan konsep 3 points yang disampaikan Mbak Endha tadi,” ungkap Eka di akhir acara.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DA
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini