Hoax dan Cara Melawannya

Hoax dan Cara Melawannya
info gambar utama

Perkembangan teknologi yang begitu cepat diiringi dengan dampak bagi penggunanya. Ya manusia. Manusia semakin dimudahkan dalam berbagai hal. Mudah untuk berbelanja, satu kali klik barang yang diinginkan bisa tiba di rumah tanpa harus keluar rumah. Mudah untuk menjelajah dunia, tak perlu membeli tiket pesawat orang-orang bisa melihat belahan lain dari bumi melalui gawainya. Begitulah, potongan kecil dari dampak positif teknologi. Namun, dampak negatif tak pernah meninggalkan dampatk positif sendirian. Perkembangan teknologi juga diiringi dampak negatif. Cepatnya arus informasi menjadikan akurasi berita atau pesan menjadi menurun. Hal ini dibuktikan banyaknya berita palsu alias hoax yang bertebaran di tengah masyarakat.Zaman millenial, zama kekinian, era digital, dan istilah lainnya yang menggambarkan keadaan dunia saat ini. Keadaan di mana semua berlangsung cepat, tanpa mengenal batas-batas geografis. Keadaan di mana semua arus informasi secepat kedipan mata, informasi dari belahan bumi timur bisa langsung terakses di belahan bumi barat. Ya, karena perkembangan teknologi yang begitu menggila, terutama teknologi informasi.

Tahukah kalian, bahwa dampak dari berita palsu yang menyebar akan sangat berbahaya? Tahukah kalian bahwa mungkin saja berita palsu tersebut akan memicu perpecahan? Atau bahkan peperangan? Lalu mengapa berita palsu tersebut terus saja masif meskipun sudah tahu dampaknya?

Beberapa hal yang menyebabkan berita palsu alias hoax populer yakni satu, kurangnya pengetahuan masyarakat mengidentifikasi berita hoax. Masyarakat masih belum bisa membedakan berita yang sebenarnya dengan berita palsu. Oleh karena itu diperlukan edukasi mengenai mengantisipasi konflik yang disebabkan berita hoax baik dari instansi pemerintah maupun lembaga swasta. Kedua adalah karena oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang memiliki kepentingan tersendiri dibalik berita hoax. Contohnya adalah sebuah akun sosial media yang diistilahkan “sarachen” atau penyebar ujaran kebencian yang meraup keuntungan baik berupa uang maupun keuntungan politis atas hoax yang disebar. Terakhir yakni membagikan tanpa mengonfirmasi kebenaran berita. Berkaitan dengan penyebab yang pertama, karena ketidak tahuan masyarakat akan kebenaran berita dan menelan mentah-mentah berita yang diteruskan melalui akun media sosial masing-masing adalah puncak hoax beredar. Masyarakat langsung mengiyakan berita tersebut sehingga opinipun langsung terbentuk bahwa akan ada malapetaka jika kita tidak mengganti sistem negara ini, misalnya.

Perlu diketahui, hoax bukanlah hal baru di dunia, namun Nabi Adam pun pernah menjadi korban hoax. Kalian ingat ketika nabi Adam diturunkan ke bumi karena memakan buah khuldi? Ya, itulah hoax yang pertama kali dialami manusia. Saat itu, nabi Adam as bersama istrinya Siti Hawa masih berada di surga kemudian iblis menyusup ke surga menjelma menjadi ular dan menghasut Siti Hawa. Iblis berkata pada Siti Hawa bahwa buah khuldi adalah buah yang akan memberikan keabadian jika dimakan, iblis menyuruh mereka memakannya. Siti Hawa pun meminta pada nabi Adam untuk memetik buah tersebut untuk dimakan. Namun, nabi Adam sempat menolak karena ia tahu bahwa Allah telah melarang mereka untuk makan buah khuldi. Apalah daya ketika Siti Hawa terus meminta akibat rayuan iblis sehingga mereka pun makan buah khuldi dan akhirnya diturunkan ke bumi. Namun turunnya nabi Adam ke bumi bukan semata-mata akibat memakan buah khuldi, karena baik cepat atau lambat manusia akan diturunkan ke bumi sebagai khalifah atau pemimpin dan buah khuldi adalah salah satu perantaranya. Yang perlu ditekankan adalah kebohongan yang dilakukan iblis untuk membujuk manusia kepada keburukan melalui hoax.

Hoax sudah ada sejak jaman Nabi Adam | Foto : RencongPost.com
info gambar

Lalu, jika sekelas nabi Adam saja bisa terpedaya melalui hoax, bagaimana dengan kita sebagai manusia biasa? Apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah dampak hoax? Berikut adalah beberapa cara untuk mencegah berkembangnya berita hoax.

  1. Identifikasi sumber. Berita hoax biasanya tidak menyebutkan sumber terperinci baik itu sumber primer maupun sumber sekunder. Sumber-sumber berita hoax biasanya adalah akun atau website yang berisi konten provokasi.
  2. Lihat judul. Judul berita hoax sering menggunakan kata-kata provokasi sehingga menyulut emosi publik untuk membangun opini yang diinginkan si penyebar hoax. Jadi, hati-hati ketika membaca berita dengan judul seperti, “viralkan..., sebarkan....” dan lain-lain.
  3. Baca berita dengan seksama. Ketika mendapat berita kita harus membaca dengan penuh dari awal hingga akhir. Karena informasi yang sepotong-sepotong menyebabkan kebenaran hanya terlihat sepotong juga.
  4. Yang terkahir adalah konfirmasi mengenai kebenaran isi berita tersebut dengan cara bertanya langsung pada orang yang bersangkutan atau membandingkan dengan media arus utama lainnya. Jika ada ketidak sesuaian antara isi berita dengan kejelasan setelah membandingkan, maka stop atau hentikan berita tersebut sampai pada diri kita saja. Jangan disebarluaskan, karena kita akan ikut andil dalam hal buruk jika kita sudah mengetahui ketidak benaran suatu berita namun kita tetap menyebarkannya.

Jadi inti dari langkah-langkah tersebut adalah meneliti dan meyeleksi berita, tidak tergesa-gesa dalam memutuskan masalah baik dalam hal hukum, kebijakan dan sebagainya hingga jelas benar permasalahannya. Tak perlu takut pada hoax, jika kita takut pada hoax maka para penyebar hoax yang ingin menghancurkan dunia akan semakin senang. Kita harus melawan hoax dan menjunjung tinggi nilai kejujuran. Menanggulangi berita hoax bukan hanya tanggung jawab pribadi, namun juga pemerintah. Saat ini pemerintah telah mengeluarkan UU ITE untuk mengawasi jalan arus informasi melalui media elektronik serta tim yang menangani cyber crime. Mari bersama melawan hoax dan sebarkan benih-benih perdamaian, karena damai berawal dari diri kita.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Widhi Luthfi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Widhi Luthfi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini