Review Film “3; Alif Lam Mim” dan Kaitannya dengan Jurnalistik

Review Film “3; Alif Lam Mim” dan Kaitannya dengan Jurnalistik
info gambar utama

Judul Film : 3; Alif Lam Mim

Tahun Rilis : 2015

Durasi : 1 jam 37 menit

Film Alif Lam Mim adalah salah satu film bergenre laga dengan setting waktu masa depan yakni tahun 2036. Dalam film ini menunjukkan perubahan kondisi negara Indonesia pasca perang saudara yang lebih damai dan sejahtera dengan menganut paham liberal. Indonesia berganti nama menjadi Libernesia yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Aparat negara dilarang menggunakan peluru tajam dalam operasinya, hanya diperbolehkan menggunakan peluru karet untuk melumpuhkan sisa-sisa kejahatan dan teroris. Semua warga mengandalkan kemampuan bela diri untuk menghadapi segala kemungkinan kejahatan yang terjadi, tidak terkecuali warga biasa dan perempuan.

Alif adalah salah satu murid yang dibesarkan di salah satu padepokan bersama dua sahabatnya yakni Lam dan Mim dan murid yang lain. Alif memiliki pandangan yang idealis dimana dia ingin menumpas seluruh kejahatan yang ada, termasuk yang membunuh orang tuanya. Oleh karenanya Alif memilih menjadi aparat negara agar bisa menumpas segala bentuk kejahatan.

Lam, salah satu sahabat Alif yang dibesarkan di padepokan silat yang sama adalah pribadi yang tenang. Lam menjadi seorang jurnalis guna mengabarkan kebenaran kepada dunia. Lam adalah pribadi yang teguh berpegang pada kebenaran dan berusaha untuk menjadi mata rakyat untuk menyampaikan aspirasi dan kebenaran.

Mim memilih untuk mengabdi di padepokan yang membesarkan mereka bertiga dan membantu kyai yang telah mengajarkannya bela diri. Mim sangat menghormati kyainya dan membela kebenaran apapun yang terjadi. Bahkan jika harus mengorbankan nyawanya, Mim akan tetap berdiri memperjuangkan kebenaran.

Ketiga sahabat ini dipertemukan kembali karena adanya kekacauan yang terjadi. Kekacauan tersebut melibatkan pondok di mana Mim berada. Pondok Mim dituduh sebagai teroris yang melakukan pemboman di beberapa tempat. Alif sebagai aparatur negara berhadapan dengan Mim yang membela Kyai, yang menyebabkan Kyai ditangkap dan dituduh sebagai tersangka dalang yang menyuruh muridnya meledakkan Cafe dimana mantan kekasih Alif bekerja.

Salah satu adegan di film Alif Lam Mim | Foto : Just Watch
info gambar

Lam, yang berada di antara Alif dan Mim berusaha melihat peristiwa pemboman secara objektif. Lam menemukan beberapa kejanggalan yang ada pada peristiwa pemboman di Cafe. Lam berusaha mencari kebenaran di balik peristiwa tersebut, namun langkah Lam dijegal oleh pihak institusi tempat ia bekerja. Ia ditugaskan untuk ke luar daerah. Ia dibungkam. Lam pun tidak tinggal diam. Sebagai mata rakyat, juga mencari kebenaran di antara sahabatnya, Lam memilih untuk meneruskan mencari kebenaran meskipun ia diancam untuk dipecat atau mengundurkan diri dari perusahaan. Ancaman tersebut tidak membuat Lam gentar, karena Lam didukung oleh istri tercintanya juga anak semata wayangnya. Namun, Lam harus kehilangan istrinya karena ada pihak yang tidak mau kebenaran itu terungkap. Gilang, anak semata wayang Lam juga mengalami luka karena ulah pihak tertentu.

Mim berusaha mengkondisikan keadaan di pondok karena Kyai dibwa ke kantor aparat negara. Mim menyusul Kyai ke kantor aparat negara untuk melihat kondisi Kyai yang sedang diintrogasi. Di saat yang sama ada salah satu kenalan Mim yang membawa bom dan meledakannya di tempat tersebut.

Namun, semua kerusuhan tersebut ternyata adalah ulah beberapa oknum yang mengatasnamakan dirinya sebagai aparat negara. Mereka salah memahami arti perdamaian. Mereka beranggapan bahwa masyarakat membutuhkan kekacauan agar bisa mensyukuri perdamaian. Kolonel yang buta akan jabatan, bahkan mengorbankan putrinya sendiri agar bisa naik pangkat sebagai Jendral. Namun, ibarat hukum fisika dimana F (gaya) aksi sama dengan F (gaya) reaksi, dimana apa yang kita lakukan maka akan setimpal mengena pada kita. Semua bobrok oknum-oknum tersebut terbongkar dan disiarkan ke seluruh kota dengan bantuan Gilang yang mahir “mengutak-atik” gadget. Gilang melihat rekaman live yang didapat dari kontak lensa yang dipakai oleh Alif pada matanya ketika bertemu dengan Kolonel dan bala tentaranya. Saat itu apa yang terekam di mata Alif langsung terhubung ke PC yang berada di pondok.

Film ini merupakan genre yang cukup jarang untuk perfilman Indonesia. Film ini berani membahas hal-hal yang sensitif di Indonesia seperti terorisme dan mengubah pandangan Indonesia dari Pancasila menjadi liberalisme. Menggunakan setting tahun 2036, terlihat kecanggihan teknologi yang digunakan pada saat itu. Namun, kecanggihan teknologi yang ditampilkan tidak diiringi perbedaan yang signifikan pada model bangunan. Model bangunan yang terlihat sama seperti pada saat ini. Pada akhir scene film ini, terlihat model gedung-gedung modern. Hal ini sangat kontas pada scene-scene sebelumnya karena terlihat perbedaan yang mencolok. Juga untuk tahun 2036, model senjata yang digunakan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Dari yang saya lihat, perubahan yang nampak hanya di bidang teknologi khususnya gadget. Selain itu, hampir semuanya tidak mencerminkan gaya masa depan.

Adegan laganya yakni perkelahian, menurut saya terlalu lama. Karena saat berkelahi memakan waktu yang cukup lama dan tidak ada dialog yang terjadi. Sehingga seolah-olah berkelahi adalah jalan satu-satunya menyelesaikan masalah. Perpindahan scene kurang begitu halus, sehingga merasa kikuk ketika menonton.

Kaitannya dengan Jurnalistik

Ilustrasi lapangan Jurnalistik | Foto : Medium
info gambar

Dalam film ini, fokus terkaitnya jurnalistik terletak pada sosok Lam, karena profesi Lam adalah seorang jurnalis. Seorang jurnalis tidak boleh terpengaruh opini pribadi. Ketika Lam menyebutkan “tulisan ini berdasarkan opini saya pribadi, sehingga terlihat lebih dramatis”. Seorang jurnalis harus berdasarkan fakta dan objektifitas. Jurnalis selalu dibayang-bayangi ancaman, terlebih ketika ia memegang kebenaran yang mampu memengaruhi posisi seseorang. Maka jurnalis dihadapkan antara memilih profesi atau instansi. Lam memilih profesi yakni memilih meneruskan mencari kebenaran yang resikonya dia harus merelakan posisinya di perusahaan juga dia harus rela kehilangan istrinya.

Berita adalah kebenaran dan kebenaran harus diungkap. Tetapi, tidak ada berita seharga nyawa, kawan. Resiko selalu ada dimanapun dan kapanpun. Bagi jurnalis, harus mampu berpikir jernih dan melihat kondisi agar mampu menyampaikan kebenaran kepada khalayak. Seorang jurnalis juga harus mampu menyimpan informasi, agar hal buruk tidak terjadi seperti Lam yang lengah sehingga tulisan yang dia buat tersebar dan menjadi spam dan mengakibatkan kesalahpahaman.

Inti dari film ini adalah berpegang teguh pada kebenaran dan memberantas kejahatan dengan kemampuan masing-masing. Idealis setiap orang memang berbeda-beda, namun kita tidak boleh hanya terpaku pada cita-cita tanpa memikirkan realitas dampaknya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Widhi Luthfi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Widhi Luthfi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini