Makna Mahkota Pengantin Adat untuk Wanita

Makna Mahkota Pengantin Adat untuk Wanita
info gambar utama

Saat melangsungkan pernikahan, tentulah harus tampil menawan khususnya bagi mempelai wanita yang menggunakan busana serta mahkota agar terlihat anggun.

Tidak hanya agar terlihat anggun saja, ternyata mahkota yang dikenakan oleh pengantin juga memiliki makna tersendiri, apa lagi jika menggunakannya sesuai dengan adat masing-masing daerah.

Pasangan pengantin mengenakan pakaian adat | Foto: thebridedept.com
info gambar

Lantas, apa saja makna dari mahkota yang dipakai oleh para pengantin wanita dari berbagai adat di Indonesia?

Bulang Emas

Kahiyang Ayu mengenakan bulang emas | Foto: instagram.com/noe_onhair
info gambar

Bulang emas adalah mahkota pengantin adat yang berasal dari Sumatera Utara. Mahkota bertingkat dengan bentuk tanduk kerbau untuk pengantin wanita adat Mandailing.

Tingkatan mahkota melambangkan jumlah hewan kurban yang akan disembelih ketika melangsungkan upacara adat.

Selain itu, mahkota dengan berat mencapai lima kilogram tersebut, melambangkan harapan supaya kedua mempelai dapat menjalankan dan melewati segala masa-masa sulit dalam kehidupan pernikahan.

Dulu, bulang terbuat dari emas murni yang beratnya mencapai delapan kilogram. Namun kini seiring perkembangan zaman, demi kenyamanan pengantin wanita, bulang dibuat lebih modern dengan terbuat dari campuran logam yang lebih ringan atau sepuhan emas.

Mahkota dengan warna keemasan nan megah ini juga mencerminkan kebesaran dan kemuliaan, serta simbol status sosial seseorang.

Ada tiga macam bulang yang biasa digunakan pengantin, yakni bulang barbo bertingkat tiga, bulang bambeng bertingkat dua, dan bulang tak bertingkat.

Suntiang

Mahkota Suntiang | Foto: raunsumatera.com
info gambar

Suntingan merupakan mahkota pengantin adat yang biasa digunakan oleh mempelai wanita dari Sumatera Barat. Hiasan kepala itu bertingkat anak daro atau pengantin perempuan Minang yang memiliki warna keemasan atau perak.

Terdiri dari tujuh hingga sebelas tingkat, terdapat dua ukuran dari suntiang, yakni suntiang gadang (besar) yang dipakai pengantin dan suntingan ketek (kecil)yang dipakai pengiring pengantin.

Suntiang gadang tradisional biasanya tersusun atas sebelas lapisan bunga, alumunium, dan emas yang keseluruhan beratnya mencapai lima sampai enam kilogram.

Berat dan megah, serta cantiknya suntiang merupakan lambang kekuatan dan keteguhan perempuan dalam menyongsong kehidupan berumah tangga. Walaupun berat, mempelai wanita tetap terlihat anggun dan sopan.

Mahkota suntiang semakin cantik dengan berbagai macam bunga yang bertengger di kepala mempelai wanita, yaitu bungo sarunai, bungo gadang, hingga kembang goyang di paling atas, serta kote-kote yang jatuh di pipi kiri dan kanan.

Gelungan Payas Agung

Pengantin wanita mengenakan gelungan agung | Foto: weddingku.com
info gambar

Gelungan payas agung, mahkota pengantin yang berasal dari Bali ini memiliki sejarah. Pada zaman dahulu, gelungan agung merupakan mahkota yang hanya boleh dipakai oleh para raja di Bali. Namun kini, gelungan agung dijadikan sebagai aksesoris pengantin pada pernikahan di Bali.

Saat digunakan oleh mempelai wanita, gelungan agung dibentuk dengan susunan bunga sendat emas dengan dihiasi mahkota emas dan srinata berupa lengkungan simetris emas di dahi.

Total jumlah bunga sandat yang ada di kepala pengantin wanita Bali ini bisa berjumlah puluhan bahkan ratusan dengan berat secara keseluruhan mencapai tiga hingga empat kilogram.

Berbeda dengan mempelai wanita, pada mempelai pria, bunga emas pada mahkota lebih sedikit dan dilengkapi dengan mahkota lain yang memiliki sebutan gelung garuda mungkur.

Karsuhun

Pengantin mengenakan baju adat Palembang | Foto: inkphotos
info gambar

Bagi Kawan GNFI yang ingin menikah dengan adat Sumatera Selatan, tentulah akan menggunakan mahkota karsuhun untuk pengantin wanita. Tidak hanya mahkotanya tapi juga lengkap dengan pakaian adatnya bernama aesan.

Karsuhun memiliki makna yaitu mencerminkan kecantikan dan keanggunan perempuan Palembang.

Karsuhun yang memiliki berat mencapai dua hingga tiga kilogram ini dilengkapi dengan tumpukan aksesoris bernuansa emas dan berhiaskan bunga melati dengan sumping atau juntaian bola di pipi kanan dan kiri.

Warna emasnya melambangkan keagungan kerajaan Sriwijaya pada masa lampau. Tak hanya itu, karsuhun juga melambangkan jejak pengaruh yang kuat akan akulturasi budaya Tionghoa yang ada di Palembang.

Paksian

Mahkota paksian Bangka Belitung | Foto: hipwee.com
info gambar

Mahkota yang merupakan pelengkap dari pakaian adat asal Bangka Belitung ini disebut sebagai paksian. Memiliki berat dua hingga tiga kilogram, paksian atau mahkota emas memiliki ornamen khusus.

Biasanya, pengantin wanita akan memakai baju kurung berwarna merah yang terbuat dari kain sutra atau beluduru dengan hiasan kepala berupa mahkota paksian.

Mahkota tersebut berhiaskan bunga cempaka, bunga goyang, kuntum cempaka, daun bambu, sari bulan, pagar tenggalung, dan kembang hong. Kemudian ada juga hiasan di samping telinga yang disebut sepit.

Busana dan mahkota yang dikenakan oleh pengantin wanita ini merupakan perpaduan antara budaya Arab, Tionghoa, dan Melayu.

Siger Lampung

Siger Lampung | Foto: mahligai-indonesia.com
info gambar

Siger merupakan mahkota pengantin wanita yang berasal dari Lampung. Siger yang bisa juga disebut sebagai sigor atau sigokh ini memiliki berat mencapai tiga hingga empat kilogram.

Terbuat dari lempengan logam berupa emas, tembaga, dan kuningan, siger memiliki makna yakni siapapun wanita yang mengenakannya adalah wanita mandiri, ulet, dan gigih.

Pada zaman dahulu, siger dipakai oleh para ratu yang melambangkan kehormatan dan keanggunan sang pengantin.

Terdapat tiga jenis siger dengan marga dan lapisan masyarakatnya, yakni siger saibatin untuk pengantin ningrat, siger pepadun untuk masyarakat pesisir, siger pepadun untuk cikal bakal ulun Lampung, dan siger tuha yang sudah digunakan sejak zaman animisme dan Hindu Budha.

Referensi: sobatbudaya

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dessy Astuti lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dessy Astuti.

Terima kasih telah membaca sampai di sini