Keliling Museum Bahari Bersama Sejarahnya

Keliling Museum Bahari Bersama Sejarahnya
info gambar utama

Berkunjung ke ibu kota Indonesia, DKI Jakarta, tidak afdol rasanya apabila tidak berkeliling ke Kawasan Wisata Kota Tua yang memiliki estetika dari segi bangunannya hingga sejarah dari berbagai museum di sekitarnya.

Tidak hanya cocok untuk dijadikan sebagai spot untuk berswafoto, Kawasan Wisata Kota Tua juga bisa Kawan GNFI kunjungi untuk mencari tahu berbagai sejarah Batavia hingga Sunda Kelapa.

Salah satu museum yang dapat Kawan GNFI kunjungi ialah Museum Bahari.

Terletak di Jalan Pasar Ikan No.1 Penjaringan, Sunda Kelapa, Jakarta Utara, museum ini menyuguhkan sejarah kelautan yang ada di Batavia bahkan nusantara sekalipun.

Asal mula berdirinya bangunan ini ialah pada masa pendudukan Belanda dengan dilakukan peletakan batu pertama sebagai simbol akan dibangunnya gedung, yaitu pada tahun 1652.

Rencananya, bangunan ini akan terdiri dari tiga gedung berbeda secara berjejer namun dengan tahun penyelesaian pembangunan yang berbeda-beda.

Gedung A selesai pada tahun 1719, Gedung B tahun 1774, dan Gedung C tahun 1773 dan disahkan sebagai museum pada 7 juli 1977 oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin.

Tampak depan Museum Bahari dengan pintu setengah lingkaran | Foto: brilio.net
info gambar

Ada yang unik dari pintu bangunan museum ini, yakni pintunya berbentuk setengah lingkaran. Bukan tanpa sebab, pada zaman dahulu bangunan tersebut adalah gedung untuk menyimpan rempah-rempah oleh VOC.

Jika saat ini suatu bangunan dihitung pajaknya berdasarkan luas bangunan, pada zaman tersebut, pajak bangunan dihitung dari besar kecilnya pintu bangunan. Itulah cara yang dilakukan VOC agar tidak terlalu rugi dalam melakukan pembayaran pajak bangunan.

Selain pintu, bangunan ini juga dihiasi oleh banyak jendela pada sisi kanan dan kiri dengan tujuan untuk menjaga kelembapan dan keawetan, serta keluar masuknya sirkulasi udara agar rempah-rempah yang ada dapat terjaga dengan baik.

Tidak hanya itu, bangunan yang dulunya sebagai gudang rempah-rempah VOC ini juga memiliki langit-langit bangunan dengan tiang penyangga yang terbuat dari kayu tebal, sehingga tidak mudah lapuk. Bahkan hingga kini, kayu tebal tersebut masih terjaga dengan baik keasliannya.

Beberapa koleksi perahu tradisional di Museum Bahari | Foto: Dessy Astuti/GNFI
info gambar

Seperti yang sudah dikatakan di atas, Museum Bahari memiliki tiga bangunan yang berbeda dengan dua lantai, yakni Gedung A, Gedung B, dan Gedung C.

Pada lantai satu Gedung A terdapat dua ruangan, yakni ruang awal perkembangan pelayaran nusantara dan ruang temporer yang memiliki tema berbeda setiap bulannya, serta pada lantai dua berisi perpustakaan, ruang diorama bangsa yang ada di Sunda Kelapa, dan ruang diorama penjelajah asing yang singgah di Batavia.

Beralih ke Gedung B dengan berjalan melewati sebuah ruang lapang terbuka, terdapat ruang auditorium, souvenir shop berbagai miniatur kapal, cafe, dan ruang rapat.

Kemudian terakhir, pada Gedung C terdapat satu ruangan besar berisi perahu-perahu asli yang dibawa langsung dari berbagai nusantara dan di lantai dua terdapat aneka biota laut yang sudah diawetkan dengan diletakan pada sebuah etalase kaca.

Aneka rempah-rempah yang berada di Gedung A lantai 2 | Foto: Dessy Astuti/GNFI
info gambar

Museum Bahari dengan ciri bangunan berwarna putih ini memiliki berbagai jenis koleksi benda-benda bersejarah kelautan, mulai dari meriam VOC, replika berbagai perahu nusantara, perahu modern, phinisi, alat navigasi pelayaran, jangkar, teropong, perahu-perahu asli, rempah-rempah, dokumentasi pelayaran, dan lukisan.

Pada area Museum Bahari, terdapat pula bangunan Menara Syahbandar yang pada zaman dahulu digunakan sebagai Menara pengawas dan pengatur lalu lintas kapal yang ada di Pelabuhan Batavia.

Untuk dapat berkunjung ke museum ini, Kawan GNFI cukup merogoh kocek sebesar Rp5.000 untuk umum, Rp3.000 untuk mahasiswa, dan Rp2.000 untuk pelajar dengan jam operasional museum pada hari Selasa sampai Minggu, pukul 09.00 hingga 16.30 WIB.***

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dessy Astuti lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dessy Astuti.

Terima kasih telah membaca sampai di sini