Mouly Surya, Filmmaker yang Bersinar di Kancah Domestik dan Internasional

Mouly Surya, Filmmaker yang Bersinar di Kancah Domestik dan Internasional
info gambar utama

Industri perfilman Indonesia tidak hanya gencar menggaet penonton domestik melalui penayangan komersil di bioskop-bioskop namun juga meraih perhatian dari penayangan di berbagai negara melalui event-event perfilman. Salah satu sosok di balik film-film yang tayang di berbagai kesempatan internasional adalah sutradara Mouly Surya. Mouly adalah sosok perempuan filmmaker yang mampu membawa film-film karyanya diakui oleh banyak pihak, tidak hanya dari penikmat film di dalam negeri namun juga dari penikmat film di berbagai negara. Salah satu film karya Mouly yang sukses dan menjadi nominasi OSCAR 2019 dengan Kategori Bahasa Asing adalah “Marlina Si Pembunuh Empat Babak”.

Namun, di balik kesuksesannya dalam menelurkan film-film yang diakui dalam skala internasional, siapa sangka jika sosok Mouly mulanya tidak pernah membayangkan akan menjadi filmmaker sebelumnya. Kilas balik sosok Mouly, Mouly Surya adalah perempuan kelahiran tahun 1980 yang menempuh pendidikan strata satunya dalam bidang Sastra dan Media di Universitas Swinburn Australia. Mouly dulunya bercita-cita ingin menjadi penulis ataupun jurnalis yang merupakan impian dari almarhum Ayahnya, hal tersebut dikarenakan sejak kecil Mouly memang menyukai tulis menulis. Namun, menempuh pendidikan di bidang sastra ternyata tidak membuat Mouly menemukan tempat yang cocok, hingga akhirnya suatu waktu pada akhir perkuliahannya, Mouly diajak untuk membuat film dokumenter amatir bersama teman-teman mahasiswa Indonesia di Australia. Pada saat itulah Mouly mulai menyukai proses pembuatan film.

Poster Film Marlina si Pembunuh Empat Babak | Foto : Windows on Worlds
info gambar

Akhirnya, Mouly mengambil pendidikan pascasarjana di bidang film dan mencoba mencari pengalaman dengan menjadi asisten sutradara. Selepasnya, Mouly memantapkan diri untuk menjadikan sutradara sebagai profesinya, hingga akhirnya ia menelurkan karya pertamanya dengan film berjudl “Fiksi”. Film “Fiksi” diikutsertakan di Festival Film Internasional di Busan (Busan International Film Festival) pada tahun 2008. Film “Fiksi” pun meraih peghargaan di dalam negeri dengan kategori Best Feature Film, Best Director, Best Music and Best Original Screenplay dan Director Award dalam ajang Piala Citra.

Pembuktian kemantapan Mouly dalam industri film tidak berhenti pada “Fiksi”, lima tahun setelahnya tepatnya pada tahun 2013 Mouly kembali memproduksi film dengan judul “What They Don’t Talk About When They Talk About Love” yang kembali diakui secara internasional. Film dengan judul “What They Don’t Talk About When They Talk About Love” juga diikutsertakan di berbagai festival film di luar negeri seperti Sundance Film Festival pada tahun 2013 di mana film tersebut menjadi film karya filmmaker Indonesia pertama yang mengikuti ajang tersebut. Tak berhenti di situ, film dengan judul “What They Don’t Talk About When They Talk About Love” mendapat penghargaan di Spanyol dalam Las Palmas Film Festival dengan kategori Best Music In Asia Pacific Film Festival.

Mouly Surya dan 10 Piala Citra Dari Marlina | Foto : Kanya.id
info gambar

Perlu Kawan GNFI tahu, bahwa film dengan judul “What They Don’t Talk About When They Talk About Love” merupakan film yang didukung oleh Hubert Bals Fund (HBF) yakni bentuk dukungan dalam membantu pembuatan film karya sutradara dari Asia, Afrika, Amerika Latin, Timur Tengah dan Eropa Timur di mana dukungan tersebut memiliki dua kategori yakni HBF Bright Future bagi sutradara baru dan HBF Voices untuk sutradara profesional. Mouly kembali mendapat dukungan dari HBF untuk film selanjutnya yang berjudul “A Road With No End” yang merupakan film ke empat Mouly setelah “Marlina Si Pembunuh Empat Babak”.

Mouly merupakan salah satu sosok perempuan yang dapat menginspirasi insan perfilman Indonesia untuk terus berkarya tidak hanya sekadar meraih komersialisasi namun juga prestasi dalam menuangkan ide. Prestasi-prestasi yang dituangkan Mouly melalui film karyanya menunjukkan bahwa tidak ada kata terlambat untuk belajar. Hal tersebut dibuktikan pada Mouly yang baru mengenal tentang proses pembuatan film secara amatir pada akhir perkuliahannya. Menurut Mouly, profesinya saat ini bukanlah banting setir dari cita-citanya dulu yang mana Mouly ingin menjadi penulis. Melainkan, menurut Mouly bahwa menjadi sutradara atau filmmaker merupakan bagian dari menulis yang divisualisasikan malalui film, sehingga cita-cita Mouly menjadi penulis masih tetap tersalurkan.

Jadi, apakah Kawan GNFI pernah menonton film karya Mouly Surya?


Catatan kaki: beritasatu | cnn | antara

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Widhi Luthfi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Widhi Luthfi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini