Jalan Panjang Sensus Penduduk dari Dulu hingga Kini

Jalan Panjang Sensus Penduduk dari Dulu hingga Kini
info gambar utama

Tahun ini Indonesia kembali menggelar hajatan 10 tahunan: Sensus Penduduk. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik, pelaksanaan sensus penduduk di Indonesia dilakukan dalam jangka waktu 10 tahun sekali. Kegiatan ini bukan hal yang biasa-biasa saja. Ini merupakan kegiatan pengumpulan data penting untuk memberi masukan kepada pemerintah berkaitan dengan kebijakan apa yang harus diambil di masa depan.

Selain undang-undang, salah satu rujukan pelaksanaan sensus adalah UN Principles and Recommendation for Population and Housing Cencuses 2017. Menurut Staf Hubungan Masyarakat Badan Pusat Statistik (BPS) Barata Sanjaya, berdasarkan rekomendasi PBB tersebut, sensus dapat dilaksanakan lima atau sepuluh tahun. Tetangga kita Australia, misalnya, melaksanakan sensus tiap lima tahun sekali, sementara Indonesia sejak dulu melaksanakannya sepuluh tahun sekali.

“Banyak faktor yang menyebabkan Indonesia melakukan sensus sepuluh tahun sekali, seperti jumlah penduduk yang besar, luas wilayah dan biaya yang dikeluarkan sangat besar jika dilakukan lima tahun sekali. Itu juga atas rekomendasi UN,’jelas Barata ditemui di Kantor BPS, Jakarta (10/3).

Sejak dulu hingga sekarang, hasil sensus menyajikan gambaran yang nyata tentang siapa penduduk suatu negara. Karena data sensus berasal dari semua penduduk, maka hasilnya bisa menjadi acuan keadaan manusia Indonesia di tiap wilayahnya. Dari gambaran nyata itulah, apa-apa saja yang dibutuhkan suatu negara dapat terlihat.

Bila menilik sejarahnya, sensus penduduk di dunia sudah dilakukan jauh sebelum abad ke-21. Kerajaan Babilonia pada 6.000 tahun lalu telah melaksanakan sensus untuk mempertahankan kebesarannya dan menambah kemakmuran rakyatnya. Di masa itu, sensus dilakukan untuk menghitung jumlah ketersediaan stok pangan di seluruh kerajaan.

Dalam buku Tangguh dengan Statistik (2013) karya Jousairi Hasbullah, dikisahkan bahwa Nabi Musa juga sudah melakukan sensus untuk menghitung seluruh jumlah penduduk bagi keperluan pertahanan dan penyusunan kekuatan rakyat.

Staf Humas Badan Pusat Statistik (BPS), Barata Sanjaya (kiri), dan Dewa Komang (kanan) saat memberikan penjelasan tentang perjalanan sensus penduduk dari masa ke masa di Kantor BPS, Jakarta Pusat (Selasa, 10/3/2020).
info gambar

Namun, dari dua contoh tadi, sensus paling fenomenal di masa lalu ialah yang dilakukan oleh Kaisar Romawi, August Caesar, pada tahun 2 SM sampai tahun 0 (baca “nol”) Masehi. Penguasa kekaisaran Roma tersebut memerintahkan menghitung jumlah seluruh penduduk di wilayahnya. Penghitungan itu akan dimanfaatkan untuk mengetahui kekuatan modal dan memperbaiki perpajakan.

Pelaksanaan sensus tersebut sangat populer. Bahkan, sensus yang dilakukan Caesar itu, menjadi referensi penting dalam poster kampanye sensus penduduk di Amerika Serikat pada 2010 lalu. "Poster dan banner Sensus Penduduk 2010 Amerika selalu menuliskan: This is how was Jesus born. Juga dituliskan, Joseph and Mary participated in the census, don’t be afraid,’’ tulis Jousairi dalam bukunya.

Menurut para ahli, data yang dihasilkan dari sensus penduduk di Roma saat itu dianggap cukup akurat. Roma yang saat itu menjadi pusat kekuasaan dunia berhasil mencatat hampir seluruh penduduknya. Kata 'sensus' yang kita kenal sekarang pun berasal dari bahasa Romawi kuno: censere yang berarti estimate (perkiraan).

Sementara di Indonesia, sensus penduduk sudah dimulai sejak masa kolonial, saat Thomas Stamford Raffles menjabat sebagai Gubernur Jenderal di kawasan Hindia-Belanda pada 1815. Sejak saat itu hingga tahun 1930, tercatat ada 10 kali kegiatan sensus penduduk di Indonesia.

Namun, “dari 10 kegiatan sensus penduduk, hanya tiga periode yang pelaksanaannya dinilai baik, yaitu pada tahun 1905, 1920, dan 1930,” tulis Serafica Gischa, di Kompas.com dalam artikel berjudul “Sejarah Perjalanan Sensus Penduduk di Indonesia”. Kemudian dari tiga kali sensus tersebut, hanya SP 1930 yang kualitas datanya dinilai cukup baik dan banyak dijadikan referensi untuk analisis kependudukan di Indonesia.

SP 1930 adalah sensus modern pertama yang orientasinya untuk mendapatkan data sosial-ekonomi penduduk tanpa dikaitkan dengan kepentingan pajak. Setelah memasuki era kemerdekaan, setidaknya ada enam kali Indonesia melaksanakan sensus penduduk, yaitu tahun 1961, 1971, 1980, 1990, 2000, 2010.

Lembaga Pelaksana Sensus dari Masa ke Masa

Kurang lengkap rasanya membahas sensus penduduk di Indonesia tanpa menyinggung perjalanan panjang lembaga yang bertugas melaksanakannya. Dalam laman resmi BPS, bps.go.id, sejak 1920 kegiatan pencatatan penduduk dilaksanaan oleh badan bentukan Belanda yang operasionalnya berada di bawah Direktur Pertanian, Kerajinan, dan Perdagangan (Directeur Van Landbouw Nijverheld en Handel) di Bogor. Lembaga tersebut bertugas mengolah dan memublikasikan data.

Lalu pada 24 September 1924, kegiatan statistik dialihkan ke Jakarta dengan nama Centraal Kantoor Voor De Statistiek (CKS). Pada periode inilah, tepatnya pada 1930, kembali diselenggarakan sensus penduduk sebelum masa kemerdekaan, yang kualitas datanya dinilai paling baik dari sebelumnya.

Di masa pemerintahan Jepang di Indonesia (1942-1945), CKS berubah nama menjadi Shomubu Chosasitsu Gunseikanbu. Pada era penjajahan Jepang, lembaga ini melakukan kegiatannya dengan tujuan memenuhi kebutuhan perang.

Kantor Badan Pusat Statistik di Jalan Dr. Sutomo, Jakarta Pusat.
info gambar

Setelah merdeka, pemerintah Republik Indonesia membentuk badan baru dengan nama Kantor Penyelidikan Perangkaan Umum Republik Indonesia (KAPPURI). Melalui Surat Edaran Kementerian Kemakmuran bertanggal 12 Juni 1950, diputuskan KAPPURI dan CKS dilebur menjadi Kantor Pusat Statistik (KPS) serta bertanggungjawab di bawah naungan Kementerian Kemakmuran.

Berselang tujuh tahun setelah ditetapkan menjadi KPS, pemerintah mengeluarkan Keppres X Nomor 172 tanggal 1 Juni 1957. Keputusan presiden tersebut menyatakan bahwa KPS berubah menjadi Biro Pusat Statistik yang bertanggungjawab langsung kepada Perdana Menteri. Setelah menjadi Biro Pusat Statistik inilah, Indonesia—sebagai negara merdeka—menyelenggarakan sensus penduduk untuk pertama kalinya pada 1961.

Perjalanan Biro Pusat Statistik menjadi sebuah badan khusus yang menangani seluruh keperluan statistik negara, mencapai puncaknya pada 19 Mei 1997, saat pemerintah mengeluarkan UU No. 16/1997 tentang Statistik. Undang-undang ini memutuskan Biro Pusat Statistik diubah menjadi Badan Pusat Statistik (BPS) seperti yang dikenal sekarang.

Kemudian pada 1998 terbit Keppres No. 86 tentang Badan Pusat Statistik yang menetapkan, ”bahwa perwakilan BPS di daerah merupakan Instansi vertikal dengan nama BPS Provinsi, BPS Kabupaten, dan BPS Kotamadya. Serta pada tanggal 26 Mei 1999, ditetapkan PP Nomor 51 tentang Penyelenggaraan Statistik di Indonesia.”

Sensus Penduduk dari Masa ke Masa

Sejak memasuki era kemerdekaan, Indonesia tercatat sudah enam kali menyelenggarakan sensus penduduk, yaitu tahun 1961, 1971, 1980, 1990, 2000, dan 2010. Masing-masing memiliki cakupan wilayah yang berbeda-beda.

Perjalanan Sensus Penduduk di Indonesia dari masa ke masa | GNFI
info gambar

Terbaru: SP 2020

Menurut keterangan resmi BPS, SP 2020 juga cukup berbeda dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Memanfaatkan kemajuan teknologi, ada penggunaan teknologi daring dalam sensus tahun ini.

Bila sebelumnya pencatatan hanya dilakukan secara manual oleh petugas yang mendatangi masyarakat dari rumah ke rumah, melalui penggunaan teknologi daring, masyarakat bisa mencatatkan dirinya secara mandiri melalui situs resmi yang telah disediakan oleh BPS.

"SP 2020 ini untuk pertama kali SP secara online. Penduduk diberi kesempatan secara aktif dan mandiri dengan akses situs resmi di sensus.bps.go.id," kata Sekretaris Utama BPS, Adi Lumaksono, dalam peluncuran sosialisasi SPO 2020 di Gedung BPS Pusat, Jakarta, Sabtu (15/2), dikutip dari Kumparan.com.

Tujuan dari dilakukannya Sensus Penduduk Online (SPO) 2020 itu, kata staf Humas BPS adalah dalam rangka menjangkau seluruh penduduk Indonesia. “Target dari SPO 2020 ini adalah mereka yang sulit untuk ditemui, seperti karyawan dan orang-orang yang memiliki mobilitas tinggi sehingga jarang di rumah. Dengan begitu, tanpa harus menunggu petugas sensus, mereka bisa mengisi data mereka secara mandiri,” ungkap Deko, sapaan akrab Dewa Komang.

Selain pencatatan mandiri, BPS juga masih akan tetap menggunakan pencatatan penduduk secara manual. Pada 1-31 Juli 2020, akan ada petugas yang mendatangi dari rumah ke rumah dan meminta masyarakat yang belum berpartisipasi untuk mengisi kuesioner yang dia bawa.

Manfaat dari sensus penduduk sangat besar. Data yang dihasilkan nantinya akan membantu pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk menentukan arah kebijakan Indonesia di masa depan. Karena itu, pemerintah mengimbau kepada masyarakat untuk turut serta dalam sensus penduduk tiap 10 tahunan ini.

Dengan turut serta dalam SP 2020, berarti masyarakat juga sudah ikut membantu tugas pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang sesuai bagi masyarakat sendiri. Diharapkan seluruh masyarakat mengisi secara jujur sesuai dengan keadaannya terkini.

Mari bantu pemerintah menyukseskan penyelenggaraan Sensus Penduduk 2020 dengan ikut berpartisipasi mengisi data diri. Ayo bantu #MencatatIndonesia!

Penulis: Pandu Hidayat | Editor: Dadi Krismatono

Sumber: Tangguh dengan Statistik |BPS.go.id | Kompas.com | Kumparan.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini