Permohonan Maaf di Balik Kue Apem

Permohonan Maaf di Balik Kue Apem
info gambar utama

Kue apem atau jajan apem adalah salah satu jajanan tradisional yang banyak dijumpai di berbagai pasar tradisional hingga acara-acara masyarakat sebagai hidangan. Kue yang terbuat dari tepung beras, gula, ragi instan dan tape singkong ini memiliki rasa yang manis, berbentuk bulat warna putih, sekilas, bentuknya menyerupai serabi. Tentunya Kawan GNFI tahu itu.

Nah, di balik keberadaannya yang sudah dikenal banyak orang, kue apem ternyata memiliki filosofi tersendiri. Jika ditarik ke belakang, dari Radar Semarang, kue apem berasal dari India yang bernama Appam. Sementara, istilah kue apem sendiri disebutkan merupakan serapan dari bahasa Arab yakni afwan atau afuwwun yang berarti maaf dan masyarakat Jawa menyederhanakan kata afwan tersebut menjadi kata apem yang sekarang kita ketahui.

Persebaran kue apem di masyarakat Jawa sendiri diketahui pada masa Sunan Kalijaga yakni salah satu dari wali sembilan yang menyebarkan agama Islam di pulau Jawa. Pada masa itu, Ki Ageng Gribik yakni keturunan Prabu Brawijaya dan salah satu murid Sunan Kalijaga melihat keadaan penduduk desa Jatinom, Klaten yang sedang kelaparan. Ki Ageng Gribik yang saat itu baru pulang menunaikan ibadah haji akhirnya membuat kue apem yang dibagikan kepada penduduk desa sambil mengajak mereka mengucapkan lafal Qowiyyu yang artinya Allah Maha Kuat. Dengan memakan kue tersebut dan melafalkan kata tersebut para penduduk merasa kenyang.

Kue Apem di tradisi Megengan | Foto : Ayo doeln rek..
info gambar

Dalam pandangan atau filosofis Jawa, kue apem dilambangkan sebagai simbol permohonan ampun atau maaf atas berbagai kesalahan yang telah diperbuat, baik kesalahan kepada Sang Pencipta maupun kesalahan kepada sesama agar silaturahmi tetap terjaga. Hal tersebut merujuk pada asal mula kata apem di atas yakni Afwan yang artinya maaf. Selain itu, rasa kue apem adalah manis, hal tersebut mengibaratkan manisnya kata-kata permintaan maaf yang dapat membuathubungan antar umat manusia menjadi harmonis.

Oleh sebab itu, kue apem banyak dihidangkan di berbagai kegiatan kemasyarakatan mengingat nilai filosofis dan historisnya yang penuh makna. Hal tersebut diwujudkan adanya kue apem di acara seperti kenduri atau selamatan serta megengan yakni sebuah tradisi saling memberikan makanan salah satunya kue apem kepada tetangga menjelang bulan puasa.

Jadi, apakah Kawan GNFI sudah pernah mencicip atau bahkan membuat kue apem sendiri?

Sumber : radar semarang | fimela

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Widhi Luthfi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Widhi Luthfi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini