Langkadea, Pulau Kosong Pas untuk Menyepi

Langkadea, Pulau Kosong Pas untuk Menyepi
info gambar utama

Kawan GNFI, saat ini pemerintah dan beberapa perusahaan menganjurkan masyarakat dan para pekerja untuk mengisolasi diri di tengah pandemi Covid-19. Tujuannya, agar penularan wabah tak semakin massif.

Bagi sebagian orang, cara ini menyenangkan karena bisa menghabiskan waktu bersama keluarga. Bekerja di rumah dengan system remote sekaligus memantau kesehatan keluarga.

Tapi, bagi sebagian yang lain, tentu durasi kebijakan ini akan membuat gabut (bosan). Terlebih belum ada kepastian sampai kapan metode ini berakhir.

Sebagian kabar menyebut bahwa pembatasan jarak sosial (social distancing) akan dinaikkan statusnya menjadi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang mengacu pada Undang-Undang No.6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.

Wah, bagi yang menyandang status jomlo bakal cukup merana.

Suatu malam, seorang teman—kebetulan masih jomlo--curhat kepada penulis soal kondisi saat ini yang makin membuatnya tertekan (stress). Ia membayangkan jika menyepi disebuah pulau kosong, menikmati alam nan sunyi hingga wabah corona usai.

Pendek kata, ia ingin seperti Ronaldo--atlet sepakbola top dunia—yang mengisolasi diri dan keluarga dari wabah corona pada sebuah pulau di kawasan Pasifik.

Saya sebagai kawan, hanya menyarankan kepadanya untuk melakukan hal terbaik saat ini. Jangan keluar rumah dan nekat keluyuran demi menebus rasa bosan tadi.

“Kesehatan jauh lebih penting, Brader,” tegas saya.

Pulau Kosong Nan Elok

Berbicara soal menyepi di sebuah pulau, penulis jadi teringat cerita kawan travel bloggertentang pulau kosong nan eksotis di timur Indonesia, atau persisnya di Sulawesi Selatan. Pulau Langkadea namanya.

Diceritakan olehnya, secara geografis pulau Langkadea merupakan bagian dari 120 pulau yang tersebar di kawasan kepulauan Spermonde. Sebuah gugus kepulauan yang membentang dari kabupaten Takalar di selatan hingga Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep) di utara. Pulau Langkadea sendiri letak persisnya ada di wilayah Kabupaten Pangkajene Kepulauan.

Pulau ini memiliki luas sekira 3-4 kali lapangan sepak bola. Pasir yang putih yang kontras dengan air jernih dijamin dapat memberikan kesejukan dan kesegaran mata untuk setiap orang yang menginjakan kaki di sana.

Karena terletak pada lintang pertengahan antara barat dan timur, kawan GNFI bisa menikati matahari terbit (sunrise) maupun matahari terbenam (sunset) sekaligus. Keindahan panorama yang jarang ditawarkan pulau kebanyakan.

Moudy Melani, salah seorang pengunjung mengaku pada Tagar.id bahwa ia sangat terkesan pada pemandangan sunset di pulau Langkadea. Ia mengaku belum pernah melihat panorama seindah itu.

“Warnanya sangat indah. Warna sunset kuning kemerahan terpantul di atas permukaan laut menciptakan panorama eksotis, pemandangan langit yang membentang kemerahan diiringi semilir angin pantai dan deburan ombak membuat suasana nyaman dan damai,” ceritanya.

Lain itu, kegiatan lain yang bisa dilakukan di pulau ini pun beragam. Pengunjung bisa bermain di pasir pantai, melakukan renang permukaan (snorkeling), atau hanya bersantai di pepohonan dengan memasang hammock.

Bagi yang hobi membuat konten dokumenter, waspada dengan memori kamera bisa terkuras habis akibat mengabadikan keindahan pulau, baik melalui foto maupun video. Jangan berharap juga mendapatkan sinyal jaringan seluler yang baik di pulau ini. Saran sedikit, jangan lupa membawa powerbank karena tak ada listrik.

Pemandangan elok nan eksotis pun menjadikan Pulau Langkadea masuk jajaran pulau-pulau terbaik di Provinsi Sulawesi Selatan versi Trip Advisor.

Transportasi dan Akomodasi

Karena tak berpenghuni, sudah pasti tak ada kapal angkut regular yang menuju pulau bernama lain Mustika Citra Langkah Island ini. Karenanya, jika kawan GNFI ingin mencapainya, bisa dengan cara menyewa kapal penumpang di Pelabuhan Kayu Bengkoa atau Pelabuhan Paotere, Makassar.

Ongkos untuk menyewa kapal relatif mahal, yakni antara Rp 800 ribu hingga Rp 1 juta, dengan kapasitas kapal maksimal 30 orang. Pun jika tak memenuhi kuota penumpang, harganya tetap sama.

Karenanya jika kawan GNFI tergolong kaum backpacker, disarankan untuk melakukan ongkos kolektif dengan teman atau wisatawan lain jika hendak menyewa kapal ini.

Perahu sewa biasanya berangkat menuju pulau pada pukul 11.30 siang waktu setempat dengan waktu tempuh kurang lebih 1-2 jam, tergantung apakah perahu bakal transit di pulau lain atau tidak. Bila transit, perahu terlebih dahulu mampir di dermaga pulau Balang Lompo, baru kemudian lanjut ke Pulau Langkadea.

Meski tak berpenghuni, Pulau Langkadea memiliki beberapa fasilitas seperti MCK dan sumur. Lain itu ada beberapa rumah yang telah ditinggalkan serta bangunan masjid. Bangunan terakhir, dikatakan masih layak untuk digunakan.

Jika ingin menginap, kawan GNFI bisa membawa tenda dan kebutuhan makanan serta minuman. Pastikan juga jangan pada musim penghujan, karena pastinya kerepotan untuk berteduh. Lain itu, menikmati ombak jadi kurang sip.

Jejak Sengketa

Dari beberapa cerita soal muasal Pulau Langkadea yang tak berpenghuni, ada dua versi yang diceritakan.

Pertama, konon pulau ini merupakan pulau milik sebuah keluarga. Saat sang ayah meninggal, pulau ini menjadi sengketa oleh anak-anaknya, sehingga ditinggalkan.

Versi lain menyebut bahwa pulau ini dihuni oleh warga secara umum, namun saat pergantian bupati, pulau ini juga menjadi sengketa politik.

Meski tak berpenghuni, pulau ini tak menampakkan aura mistis atau angker. Karenanya, jika kawan GNFI berkunjung, sempatkanlah untuk menginap barang satu malam agar lebih puas menikmati keindahan pulau di bawah ribuan bintang.

---

Sumber: Liputan6.com | Indonesiakaya.com | Tagar.id | Trip Advisor

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Mustafa Iman lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Mustafa Iman.

Terima kasih telah membaca sampai di sini