Sudah Jatuh, IHSG Ternyata Bergerak dalam Zona Hijau di Tengah Pandemi

Sudah Jatuh, IHSG Ternyata Bergerak dalam Zona Hijau di Tengah Pandemi
info gambar utama

Ekonomi merupakan sektor yang paling terpukul kala pandemi Covid-19 menghantui seluruh dunia. Apalagi ini melanda negara-negara ekonomi terbesar dunia. Tadinya China menjadi negara yang membukukan angka kasus tertinggi. Setelah China mereda, kini giliran Amerika Serikat di posisi teratas. Bahkan, angka penambahannya pernah mencapai 17.166 kasus dalam sehari saja, yaitu pada 27 Maret lalu. Angka tersebut sudah mengalahkan rekor China.

Setelah AS memperlihatkan kondisi yang memprihatinkan tersebut, bahkan sebelum rekor tersebut terbentuk, ekonomi Indonesia sudah sangat terdampak. Terutama pasar saham. Terlihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang membentuk level terendah selama delapan tahun di level 3.937,63 pada 24 Maret . Menurun sangat tajam hingga lebih dari 30% yang sebelumnya sempat berada di level 5.650,14 yang merupakan level tertinggi bulan Maret.

Ternyata kondisi jatuh tersebut tidak berlangsung lama. Nilai IHSG justru memperlihatkan terus menanjak naik meski sempat terkoreksi. Kalau sentimen negatif selama ini karena Covid-19, lalu mengapa IHSG malah terus menanjak naik? Padahal, jumlah orang terinfeksi di Indonesia masih menunjukan kenaikan.

Terkerek Sentimen Positif dari AS

The Fed, Bank Sentral AS
info gambar

Pertama, bank sentral AS The Fed tercatat telah menggelontorkan quantitative easing (QE) sebanyak AS$5,3 triliun pada 27 Maret .

Quantitative Easing (QE) adalah kebijakan moneter non-konvensional untuk mencegah penurunan suplai uang ketika kebijakan moneter standar mulai tidak efektif. Pada masa pandemi sangat mungkin terjadi penarikan uang yang disimpan dalam bank secara besar-besaran.

Penggelontoran dana untuk QE ini pernah dilakukan oleh The Fed saat terjadi krisis keuangan pada tahun 2008 silam.

Bank sentral AS itu melakukan pembelian skala besar berbagai jenis obligasi berupa surat berharga dan sekuritas yang didukung hipotek. Ini dilakukan untuk memastikan agar suku bunga jangka panjang – seperti suku bunga hipotek dan kredit mobil – tetap rendah dan tetap terjangkau. Kebijakan ini juga dilakukan setelah The Fed memangkas tingkas suku bunga ke angka 0% pada 15 Maret lalu.

Awalnya, The Fed hanya menggelontorkan stimulus senilai AS$700 milyar. Bahkan, jika kondisi perekonomian masih belum menunjukan adanya pergerakan positif, maka The Fed berencana akan mengeluarkan hingga AS$10 triliun jika memang diperlukan.

Kedua, Senat AS juga mengeluarkan paket stimulus Covid-19 senilai AS$ 2 triliun. Stimulus ini akan digunakan untuk memberikan pinjaman dana darurat kepada usaha kecil, keringanan pajak bisnis, serta tunjangan pengangguran untuk masyarakat yang kehilangan pekerjaan yang disebabkan oleh Covid-19. Biasanya ini menimpa para pekerja proyek.

Dua sentimen positif dari AS tersebut menarik kembali kepercayaan para pelaku pasar, meskipun masih dipandang sementara. Indeks saham AS seperti S&P500, Dow Jones, LQ45 yang sempat bergerak naik turut mengerek pergerakan IHSG. Kenaikannya mengikuti laju indeks global.

Meski begitu, para analis pasar menyebutkan bahwa pergerakan IHSG masih terus dipengaruhi oleh situasi dan kondisi negeri ini dalam menyikapi pandemi Covid-19.

Kebijakan Lockdown Wuhan Dicabut

Ekonomi China
Ilustrasi by Julien Tromeur from Pixabay

Per 8 April mendatang, kebijakan lockdown di Wuhan akan dicabut. Bahkan, mereka kini sudah mulai membuka beberapa fasilitas kota. Masyarakat setempat pun sudah mulai diperbolehkan beraktivitas seperti biasa, meski tetap dalam pantauan. Ini memberikan sentimen positif atas kepercayaan para pelaku pasar Indonesia.

China adalah salah satu negara pemasok utama bahan baku dan barang modal sektor manufaktur di Indonesia. United Nations Commodity Trade Statistics Database (UN Comtrade) mencatat bahwa nilai impor Indonesia dari China mencapai AS$10 milyar setiap tahunnya. Angka tersebut khusus untuk impor boiler, mesin-mesin, dan peralatan mekanis lainnya. Sedangkan nilai perdagangan keseluruhan di antara kedua negara mencapai lebih dari AS$ 72 milyar setiap tahunnya.

Saat kondisi darurat Covid-19 di Wuhan, data terbaru Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa impor Indonesia dari China turun 4,6 persen secara year on year. Hal tersebut memberikan dampak yang merugikan khususnya bagi Indonesia.

Dengan mulai pulihnya kondisi di Wuhan, artinya kegiatan ekonomi berangsur-angsur akan pulih.

Jangan Panik! Ini Bukan Kondisi Pandemi Pertama

Sebenarnya, situasi seperti ini bukanlah yang pertama kali. Dalam situasi pasar saham, merupakan normal terjadi sebuah koreksi dan kemerosotan. Ini disebut tren bearish. Tren bearish ini juga menandakan berakhirnya pasar bullish (tren naik) yang sudah terjadi sepanjang 11 tahun.

Salah satu pendiri sekaligus Kepala Investasi perusahaan aset management StashAway di Singapura, Freddy Lim, melihat bahwa kondisi epidemi maupun pandemi memang kerap memicu koreksi pasar. Namun dampaknya cenderung relatif singkat, setidaknya hanya kurang dari dua bulan.

“Pandemi HIV/AIDS tahun 1981 adalah pengecualian karena dampak koreksi terhadap pasar memakan 5 bulan,” kata Lim kepada CNBC Make It International.

“Para pelaku pasar harus melihat bahwa ini konteks darurat kesehatan saja,” lanjut Lim.

MSCI World Equity Index memperlihatkan bahwa dari perjalanannya, pasar sudah pernah melewati masa-masa epidemi yang kerap mengoreksi pasar dan membuat harga jatuh atau terjadi tren bearish. Lihat tabel berikut.

Tabel Perjalanan Epidemi Dunia
info gambar

Volatilitas atau gejolak pasar yang terjadi ini sebenarnya bisa dimanfaatkan oleh para pelaku pasar, terutama para bagi para investor pemula untuk segera memulai. Yang terpenting dalam investasi adalah lakukan untuk jangka panjang. Hindari menjual aset karena panik.

Mulai lakukan diversifikasi kecil seperti tidak hanya memiliki tabungan dalam berupa uang tunai. Cobalah untuk memiliki aset seperti emas dan obligasi. Beberapa kali Kementerian Keuangan Indonesia mengeluarkan surat utang negara bentuk Saving Bonds Ritel (SBR) yang sangat terjangkau. Tentu ini bisa dimanfaatkan.

Sumber: CNBC International | Jakarta Globe | Kontan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini