Perjalanan Panjang BEI Buat IHSG Naik Hingga 6.589%

Perjalanan Panjang BEI Buat IHSG Naik Hingga 6.589%
info gambar utama

Indonesia memiliki sejarah perjalanan pasar modal yang sangat panjang. Bahkan penjualan surat berharga pertama kali sudah terjadi pada 1880 di Batavia. Saat itu transaksi surat berharga adalah penjualan 400 saham dari perusahaan perkebunan Cultuur Maatchappij Goalpara. Per lembar sahamnya dijual 500 gulden.

Hanya saja bursa efek baru dibuka secara resmi oleh pemerintah Hindia Belanda pada Desember 1912 yang bernama Vereniging Voor de Effectenhandel. Sempat beberapa kali ada penutupan kegiatan bursa akibat Perang Dunia I dan Perang Dunia II.

Setelah merdeka, pada 1958 atau pada masa Orde Lama baru ada kebijakan kalau bursa efek dilarang memperdagangkan efek dengan mata uang Belanda. Meski banyak investor yang meninggalkan Indonesia, namun ini adalah upaya untuk menghapus kapitalisasi kepemilikan usaha oleh Belanda.

1977: Emiten Pertama

PT. Semen Cibinong adalah emiten pertama yang melantai di bursa (go public). Kala itu pasar modal masih dinamakan Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang dijalankan di bawah Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam).

1982: Nilai IHSG Pertama Kali

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah indikator pergerakan harga seluruh saham yang ada di BEJ. Pada 10 Agustus 1982, indeks ditetapkan dengan nilai dasar 100. Saat itu saham yang baru tercatat baru berjumlah 13 saham. Meski begitu, IHSG baru diperkenalkan pertama kali setahun kemudian, yaitu 1 April 1983.

1987: BEJ Terbuka Untuk Asing

Hingga 1987, jumlah emiten baru mencapai 24 saham. Saat itu masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrument pasar modal. Agar menarik perusahaan-perusahaan, BEJ juga mengeluarkan Paket Desember 1987 (Pakdes 87), yaitu paket kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan penawaran umum. Ini juga pertama kalinya investor asing diperbolehkan menanam modal di Indonesia.

Pakdes juga dikeluarkan sampai 1988. Aktivitas bursa juga semakin meningkat karena pada 16 Juni 1989 Bursa Efek Surabaya (BES) mulai berporepasi dan dikelola swasta. Hingga tahun 1990, aktivitas bursa terus memperlihatkan peningkatan. Perusahaan asing juga terus masuk ke bursa.

1998: Krisis Moneter

Krisis yang diawali sejak awal Juni 1997 di Thailand ini dengan cepat menjalar ke Indonesia. Padahal perekonomian Indonesia sedang baik. Ekspor minyak mentah bahkan surplus lebih dari AS$900 juta. Hanya saja, banyak perusahaan swasta di Indonesia yang meminjam uang dalam bentuk dollar AS dan pinjaman tidak dilindungi fasilitas lindung nilai (hedging).

Setelah menghantam Filipina, Hongkong, dan Malaysia, akhirnya Indonesia terkena dampak. IHSG anjlok ke level 256,83, setelah sempat menyentuh angka tertinggi 740,83 di penutupan tahun 1997. Rupiah terdepresiasi 197% ke angka 16.650 per dolar AS.

2000-2005: Pengeboman Terjadi di Indonesia

13 September 2000: Bom mobil meledak di ruang bawah tanah BEJ. IHSG melemah 1,99% ke level 442,09.

12 Oktober 2002: Bom Bali I terjadi. Hingga 18 Oktober 2002 IHSG melemah ke 360,91, anjlok hingga 10%

5 Agustus 2003: Bom Hotel JW Marriot di Kawasan Mega Kuningan meledak. Hingga 8 Agustus 2003 IHSG melemah 3,05% di level 505,36.

1 Oktober 2005: Bom Bali II terjadi. IHSG melemah 2,3% dari level 1.079,28 ke level 1.054,75.

2007: BES + BEJ = BEI

Pada 30 November 2007, BES dan BEJ berubah menjadi bursa yang kita kenal sampai sekarang, yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI) yang berkantor pusat di Jalan Jenderal Sudirman Kav. 52-53 SCBD, Jakarta. Hingga penutupan perdagangan akhir tahun, jumlah emiten yang terdaftar di BEI mencapai 383 emiten. Level tertinggi IHSG mencapai 2,810.96 dan level terendah sempat menyentuh 1,678.04.

2008: Krisis Pasar Finansial

Hari Rabu, 8 Oktober 2008, pukul 11.08 WIB, saat para investor sedang betransaksi, tiba-tiba BEI menghentikan perdagangan saham. Saat keputusan mendadak itu diambil IHSG anjlok hingga 10,38% ke level 1.451,67. Hari Rabu itu kini dikenang sebagai Black Wednesday karena pasar dan investor kalang kabut. Situasi tidak kondusif. Saat itu pula krisis finansial terjadi lagi. Krisis yang disebut terburuk sepanjang 80 tahun terakhir.

Krisis pasar finansial ini dipicu di America Serikat. Lembaga-lembaga keuangan top negeri itu seperti Bear Stearns, Fannie Mae, Freddie Mac, Lehman Brothers, dan American International Group rugi dan mengajukan proposal bailout.

Indonesia dinilai menjadi negara yang mengalami dampak negatif paling ringan jika dibandingkan negara Asia lainnya. Perekonomian Indonesia sangat stabil di angka 6,01%. Inflasi menurun di bawah 10%. Cadangan devisa melimpah mencapai AS$ 58 milyar.

Hanya saja Indonesia adalah negara dengan perekonomian terbuka sehingga merasakan dampak akibat saling ketergantungan antarnegara. Itulah mengapa Indonesia tidak bisa sepenuhnya kebal dari guncangan eksternal.

2015: Was-Was Krisis Terjadi Lagi

Saat itu IHSG anjlok hingga 18% sejak awal tahun. Nilai tukar rupiah juga terdepresiasi menembus Rp 14.000 per dollar AS. Ada tiga isu pasar keuangan global yang menjadi sentimen kuat negatifnya. Pertama, ketidakpastian kenaikan suku bunga bank sentral AS, The Fed. Kedua, perlambatan ekonomi China yang mendorong pemerintahnya mendevaluasi mata uang yuan. Ketiga, turunnya harga minyak mentah dunia.

Setelah The Fed pada akhirnya menaikkan tingkat suku bunganya – dan untuk pertama kalinya dalam sejarah - pada 16 Desember 2015 menjadi 0,25%-0,5%, IHSG terus bergerak naik sepanjang tahun 2016. Dengan kenaikan 18,53% ditutup di level 5.296,71.

2017-2018: Rekor Terbaik

Prestasi IHSG ternyata lanjut sampai 2018 dan membukukan prestasi terbaik sejak tiga tahun terakhir. Pada 29 Desember 2017, IHSG ditutup pada zona hijau di level 6.355,65 hingga akhirnya mencetak level tertinggi sepanjang masa di level 6.689,29 pada 19 Februari 2018. Dengan angka pertumbuhan ekonomi tetap bertahan di atas 5%.

Bagaimana situasi IHSG di awal tahun 2020 ini? Kawan GNFI bisa baca Sudah Jatuh, IHSG Ternyata Bergerak dalam Zona HIjau di Tengah Pandemi

Sumber: Tirto | Indonesia.go.id | IDX.co.id | Tempo | Bareksa | CNBC Indonesia | CNBC International | Sahamok.com



Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini