Membangun Pola Pikir "Agile" Dalam Tim

Membangun Pola Pikir "Agile" Dalam Tim
info gambar utama

Semakin berkembangnya zaman, manusia harus mampu beradaptasi dengan lingkungan dan memiliki pola pikir yang luas. Begitupun dengan para pekerja di sebuah perusahaan. Mereka dituntut untuk mampu bekerja secara individu maupun tim, dan menghasilkan pekerjaan yang berkualitas.

Kini, perusahaan pun sudah mulai menyadari bahwa manajemen karyawan haruslah bekerja secara efektif. Meskipun karyawan selalu dituntut untuk bisa menyelesaikan pekerjaan secara tepat waktu dan baik hasilnya, namun ada kemungkin bahwa karyawan tersebut merasa tertekan.

Maka dari itu, sekarang banyak perusahaan yang mengadopsi manajemen yang lebih tangkas atau disebut dengan agile. Ialah sebuah pola pikir atau serangkaian tingkah laku yang mendukung lingkungan kerja supaya dapat beradaptasi dengan perubahan pasar.

Misalnya sekarang kita semua sedang menghadapi kondisi pandemik Covid-19 yang melanda Indonesia bahkan dunia. Hal tersebut tentunya membuat semua para pekerja harus bertransformasi ke digital melakukan work from home sesuai dengan imbauan pemerintah.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun pola pikir agile, yaitu harus hormat kepada semua orang tanpa membedakannya, dapat memberikan penilaian tinggi kepada customer, melakukan kolaborasi dengan yang lain, dan menjadikan setiap momen adalah tempat untuk belajar.

Selain itu, kepemilikan yang tinggi terhadap produk yang dihasilkan juga perlu diterapkan karena akan berpengaruh pada inovasi dan kolaborasi tim. Lalu fokus untuk memberikan penilaian kepada customer, adaptif terhadap perubahan, mampu berkomitmen dengan tim, dan transparasi harus jelas.

Dengan menerapkan pola pikir agile, tim menjadli lebih cepat untuk menyesuaikan diri dengan perubahan atau kebutuhan pasar. Tak hanya itu, tim juga bisa dengan cepat merespon customer.

Poster Webinar Ke-6 | Foto: GNFI
info gambar

“Yang penting saya sudah kerjakan perkara laku nggak laku itu bukan urusan saya. Nah itu adalah mindset yang salah,” ujar R. Gesit Prasasti Alam selaku Agile Coach XL Axiata, ketika memaparkan materi di Webinar ke-6 GNFI pada Kamis (2/04) lalu.

Menurut Gesit, jika sebuah tim pada perusahaan memiliki pola pikir agile, maka tim tersebut dapat menciptakan dan menekankan kebiasaan kerja, serta budaya yang mempraktikkan dua hal, yakni menempatkan customer value di awal dan menilai moral tim, serta kebahagiaan tim setiap saat.

Keduanya harus berjalan secara seimbang dan tidak boleh terbalik. Bahkan ada riset yang menyatakan bahwa karyawan yang bekerja dengan moral yang bagus, dan bahagia yang tinggi sangat berpeluang besar untuk bisa menghasilkan produk luar biasa, dan mendukung inovasi yang akan dikeluarkan.

Dengan begitu, tim bisa melakukan inovasi tanpa adanya rasa takut. Menurut sebuah riset pula, ketakutan yang muncul bisa menghilangkan suatu inovasi.

Tidak hanya tim yang harus memiliki pola pikir agile, para pemimpin juga perlu memiliki pola pikir membina. Dalam sebuah tim, kita tidak bisa memperlakukan orang dewasa selayaknya anak kecil dengan memaksa mereka untuk mengerjakan sesuatu yang mereka tidak tahu esensinya apa.

“Untuk para leader harus punya coaching mindset, kalau belum, mulai belajarlah. Mulailah terbiasa dengan jangan sering memberikan jawaban tapi tanyakan mereka sehingga potensial mereka lebih kuat,” tutur Gesit.

Pada penerapannya, para kelompok software engingeer membuat agile manifesto dengan menekankan empat hal, yaitu interaksi antar individu, produk yang bekerja, kolaborasi dengan customer, dan menanggapi perubahan.

Agile Manifesto menyediakan cara berpikir lebih dari cara melakukan sesuatu. Hal tersebut adalah alasan utama yang disukai sebagian besar pakar agile daripada proses atau cara melakukan sesuatu.

Memiliki pola pikir agile tidak ada artinya tanpa bersikap. Untuk memiliki pola pikir agile, berarti Kawan GNFI menjalankan nilai-nilai melalui tindakan.

Lantas, bagaimana membangun dan menerapkan pola pikir agile?

Ada lima hal yang bisa Kawan GNFI lakukan, pertama mendukung dan melindungi pola pikir agile dengan kepemimpinan yang kuat, lalu bantu tim dan stakeholders untuk mengatur diri mereka, kelola portofolio berupa hasil, menghilangkan hambatan secara sistematis, serta mengukur dan meningkatkan feedback dari pada customer.

Pada sebuah buku bertajuk The Agile Culture karya Pollyanna Pixton, dituliskan bahwa proses bisnis, kepemimpinan, dan tim memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Bagaimana bisa?

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencapai hal itu, yakni yang pertama buat perusahaan atau tempat tim yang aman ketika gagal. Jadi ketika gagal, harus cepat-cepat dibenarkan bisa dengan cara membuat dinding kesalahan. Setiap kesalahan yang dibuat ditaruh, dan dihargai. Dengan begitu tim yang lain akan ikut membantu supaya tidak jatuh di kesalahan yang sama.

“Tim yang takut membuat kesalahan terutama kesalahan bersifat riset, dia akan takut membuat inovasi. Dan saya yakin, nggak ada inovasi yang dikeluarkan karena semua cari aman,” jelas Gesit.

Kedua, biarkan tim membuat keputusan. Jadi, what dan why datang dari pemimpin, kemudian how datang dari tim.

Ketiga, beri kepercayaan dan jadi orang yang bisa dipercaya, baik di level tim maupun level pemimpin. Jadi kalau kita mau percaya sama orang, kita juga harus bisa dipercaya oleh orang lain.

Keempat, beri tentang visi kepada tim. Terakhir ialah hubungan tim dengan customer, sehingga tim pengembang dapat langsung bertemu product owner atau stakeholders tanpa ada jarak.

Pola pikir agile penting untuk dibangun dalam sebuah tim. Ada sebuah pernyataan perihal agile, yakni kalau kamu tidak menginspirasi orang lain dan diri sendiri, hati-hati kamu akan menjadi expired di kehidupan pribadi atau di lingkungan kerja.

“Jangan biarkan hambatan menghalangi kita untuk bisa menghasilkan high value, jadi cepatlah break the glass and let’s collaborated with others,” tutup Gesit di sesi terakhir Webinar ke-6 GNFI.

Bagi Kawan GNFI yang belum sempat mengikuti acara webinarnya, kalian bisa mendengarkan ulasan secara lengkapnya di podcast Good Voice Episode 14.***

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dessy Astuti lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dessy Astuti.

Terima kasih telah membaca sampai di sini