Indonesia di Kancah Penerbangan Global, Mampukah Menjadi Hub Dunia?

Indonesia di Kancah Penerbangan Global, Mampukah Menjadi Hub Dunia?
info gambar utama

Bagaimana Cara Indonesia Menyalip Singapura, Malaysia, Thailand, Sebagai Hub Penerbangan Internasional?

Kira-kira menjelang akhir tahun 2019, OAG (Official Airline Guide) , sebuah perusahaan yang bergerak di penyediaan data dan analisis penerbangan komersial di seluruh dunia, merilis OAG Megahubs Index 2019, yakni daftar 50 bandara-bandara di dunia yang paling terkoneksi dengan penerbangan internasional di duni pada tahun 2019. Indeks ini dihasilkan dengan membandingkan jumlah koneksi (keberangkatan dan kedatangan) penerbangan internasional yang dilayani dari bandara-bandara tersebut.

  1. London Heathrow, Inggris
  2. Frankfurt, Jerman
  3. Chicago O’Hare, A.S.
  4. Amsterdam, Belanda
  5. Munich, Jerman
  6. Toronto Pearson, Kanada
  7. Charles de Gaulle, Prancis
  8. Atlanta, A.S
  9. Singapore Airport, Singapore
  10. Hong Kong, China


London Heathrow Airport (LHR) masih berada di peringkat teratas dunia sebagai bandara paling terhubung secara internasional menjadikannya Megahub nomor 1.
Meski 10 besar kebanyakan dihuni oleh bandara-bandara di Eropa dan Amerika Utara, bandara-bandara di Kawasan Asia Pasifik mendominasi daftar tersebut, di mana 35 dari 50 bandara megahubs dunia, berada di kawasan tersebut, termasuk di dalamnya adalah bandara yang diperuntukkan untuk penerbangan berbiaya rendah.

Singapura (SIN) menjadi bandara paling terkoneksi secara internasional di Asia Pasifik , peringkat kesembilan secara global untuk tahun kedua berturut. Masih di Asia Pasifik, Hong Kong Int’l Airport (HKG) berada di peringkat kedua secara regional dan melonjak dari peringkat 13 ke 10 di peringkat global karena peningkatan 1,5% dalam konektivitas penerbangan internasional.

Enam belas bandara Asia Pasifik lainnya masuk dalamTop 50 Global Megahubs, dengan Incheon (ICN), Kuala Lumpur (KUL), Bangkok (BKK) dan Jakarta (CGK) semuanya berada di peringkat 20 Besar. Bandara Pudong Shanghai (PVG) melengkapi 25 teratas dan merupakan bandara berperingkat tertinggi di China.

Peringkat bandara Soekarno-Hatta sendiri turun dibandingkan tahun 2018 yang berada di peringkat 10 dunia, tahun 2019 di peringkat 16.

Bandara-bandara baru Asia

Akhir tahun lalu, China membuka bandara baru yang begitu futuristis di Beijing. Bandara Daxing namanya. Luas terminalnya sekitar 7000 m2, atau sekitar 100 kali luas lapangan sepakbola, menjadi salah satu bandara dengan terminal terbesar di dunia. Dalam kapasitas maksimumnya, bandara ini akan mampu menampung penumpang dengan jumlah terbesar di dunia. Berapa biaya yang sudah dikeluarkan untuk membangun bandara ini? Pemerintah China merogoh hampir $18 miyar untuk membangunnya, belum lagi termasuk konektitas dari dan menuju bandara (jalan tol dan rel KA), maka biayanya membengkak hampir 2.5x lipat.

Bandara Daxing, terbesar di dunai | Era.as
info gambar

Beijing Capital International Airport, bandara yang lama, sudah kelebihan muatan, dimana sudah 100 juta penumpang lalu lalang selama tahun 2018. Daxing ini akan menjadi bandara baru yang digadang-gadang menjadi hub utama di Asia Pasifik dan dunia.

Tetangga dekat Indonesia di utara, yakni Filipina, juga sedang memulai pembangunan bandara baru pengganti NAIA (Ninoy Aquino International Airport) di Manila yang sudah terasa begitu kecil, bernama New Manila International Airport. Bandara ini terletak 35 km di sebelah utara ibukota Filipina tersebut, yang diharapkan mampu menampung 100 juta penumpang lalu lalang per tahun. Dengan biaya sangat besar (untuk ukuran Filipina), yakni $15 milyar, Filipina berharap bandara ini nantinya bisa bersaing dengan bandara-bandara utama di Asia dalam menjadi hub utama Asia Pasifik dan dunia.

Menjadikan Indonesia hub Dunia Penerbangan

Jika kita terbang ke destinasi di Eropa, Amerika, Afrika, atau bahkan Asia Timur sekalipun, banyak penerbangan kita yang 'seolah harus' transit di Singapura, Kuala Lumpur, atau Bangkok. Tentu banyak faktornya, salah satunya untuk memenuhi seat ocuppancy pesawat. Apakah penumpang dari Indonesia ke negara-negara di kawasan tersebut kurang banyak? Bisa jadi.

Tahun 2019 lalu, OAG juga sudah 'menurunkan' peringkat Indonesia di bawah bandara di tiga kota di Asia Tenggara tersebut. Tentu kita ingin sebenarnya menjadikan bandara-bandara di Indonesia 'HUB', atau penghubung penerbangan-penerbangan dunia. Misalnya kalaupun maskapai-maskapai Australia harus transit di Asia Tenggara untuk menuju Eropa, mereka memilih Bali atau Jakarta, dan bukan Singapura. Atau maskapai-maskapai Timur Tengah harus transit di Asia Tenggara sebelum menuju Jepang, China atau Korea, mereka memilih Kualanamu, bukan Bangkok atau Kuala Lumpur.

Terminal 3 Soekarno-Hatta | Akhyari Hananto
info gambar

Mudah? Tentu tidak. Dan tantangannya begitu besar. Singapura, Kuala Lumpur, dan Bangkok mempunyai letak strategis dalam peta dan rute penerbangan global. Lebih strategis dibandingkan Jakarta dan Bali, jika mau melanjutkan ke rute-rute atau destinasi-destinasi jauh.

Tentu letak geografis bukan satu-satunya faktor. Dan tak ada yang bisa mengubah letak geografis. Kita hanya bisa 'bertempur' di ranah yang bisa kita lakukan. Salah satunya tentang infrastuktur bandara. Infrastruktur dan kenyamanan bandara juga menjadi salah satu pilihan mengapa sebuah bandara bisa menjadi hub. Sebenarnya bandara-bandara di Indonesia sudah bagus dan nyaman, namun sekali lagi, belum menjadi 'pilihan' utama dunia untuk dijadikan hub.

Lalu apa lagi?

Jika mengibaratkan bandara adalah gulanya, maka semanis apapun gula, takkan banyak menarik banyak semut (penumpang dan maskapai) jika semutnya memang sedikit. Semut akan banyak jika ekonomi daerah tersebut kuat dan tumbuh. Itulah mengapa Jakarta menjadi bandara paling ramai di Indonesia dan salah satu yang paling terkoneksi di dunia. Karena ada load-basenya adalah; 1) banyak orang yang punya kemampuan finansial melakukan perjalanan, 2) banyak orang yang merasa perlu melakukan perjalanan. Jika kita menambahkan kata "perjalanan internasional", maka faktor ini akan menjadi faktor paling dominan jika kita mau menjadikan bandara-bandara di Indonesia menjadi hub. Perkuat dan tumbukan ekonomi, perbanyak orang yang mampu, secara cepat. Dunia akan melihat Indonesia sebagai 'titik yang tak boleh dilewatkan' dalam penerbangan global

Selain itu, mau tidak mau, harus ada maskapai nasional yang berani menerbangi destinasi-destinasi internasional yang baru. Maskapai hub, namanya. Rasanya, Indonesia belum punya yang seperti itu. AirAsia, Singapore Airlines, Cathay, Emirates, Etihad, dan Qatar Airways adalah maskapai-maskapai yang bisnis mereka basisnya hub. Pendapatan terbesar mereka berasal dari penerbangan-penerbangan internasional. Dua maskapai terbesar di Indonesia, Lion Air dan Garuda Indonesia, masih mengandalkan operasional dan pendapatan utamanya dari penerbangan dalam negeri, memanfaatkan gemuknya pasar domestik. Jika Indonesia memang ingin menjadikan bandara Soekarno-Hatta, Kualanamu, atau Ngurah Rai sebagai international hub, maka memang kita perlu membangun maskapai yang berorientasi global. Penerbangan-penerbangan dari hub-hub itu nantinya tak perlu lagi 'mampir' di Singapura, KL, maupun Bangkok.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini