Oleh Wanita Ini, Rempah Kuno Lokal Jadi “Seksi” di Mata Dunia

Oleh Wanita Ini, Rempah Kuno Lokal Jadi “Seksi” di Mata Dunia
info gambar utama

Dalam buku sejarah di sekolah, sering kali disebutkan kalau salah satu alasan besar mengapa Indonesia pernah dijajah lama sekali adalah karena kekayaan rempah-rempahnya. Alasan itu ternyata benar, hingga kini ada banyak rempah bahkan bahan makanan unik yang tidak pernah terjamah atau dikenali oleh masyarakat kita sendiri.

Tapi di tangan seorang Helianti Hilman, seorang mantan konsultan yang senang kuliner, dia telah berhasil membuat “harta karun” tersembunyi itu muncul ke permukaan. Tentu saja nilainya sangat tinggi, apalagi penggemar setianya sudah tersebar merata hampir di setiap belahan bumi ini.

GNFI mengikuti tiga wawancara khusus Helianti dengan Detik.com, Foodtank, dan Now! Jakarta, tentang bagaimana ia akhirnya berhasil mengembangkan “harta karun” terpendam itu. Dimulai dengan berkenalan dengan para petani lokal, hingga akhirnya membuat taraf hidup para petani itu meningkat dari ujung Aceh sampai Papua.

Tentang Javara

Sejak sebelas tahun lalu, Javara dengan nama PT Kampung Kearifan Indonesia ini dirintis dengan apik oleh Helianti. Misi besarnya hingga saat ini adalah mengubah stigma pangan dari pedesaan menjadi komoditas bernilai tinggi saat diekspor.

Hingga terciptalah jargon andalan Javara yaitu Indigenous Indonesia. Yang artinya mengangkat pangan tradisional dan budaya Indonesia. Harapannya adalah membawa rempah dan pangan eksotis Indonesia untuk dikenal, tidak hanya oleh negerinya sendiri namun juga oleh seluruh pecinta dan pengagum rempah di seluruh dunia.

Awalnya, Helianti hanya bekerja sama dengan delapan petani untuk memasarkan delapan produk. Sebelas tahun kemudian, mitranya tumbuh menjadi 52 ribu dengan macam produk mencapai 900 jenis. 250 produk diantaranya bahkan sudah mendapat sertifikat standar organik Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa.

Perempuan yang pernah menjadi konsultan lembaga asing itu mengaku tidak pernah merancang Javara menjadi sebuah bisnis. Dia hanya mengandalkan banyaknya kenalan dengan jaringan pertanian yang masih berbasis kearifan lokal. “Dan mereka (petani pedesaan) masih mempertahankan warisan pangan kuno itu hingga kini,” katanya kepada Detik.com.

Saat itu yang menjadi tantangannya hanya me-branding ulang makanan-makanan itu. Hingga kini produk-produk yang berhasil dia branding itu sudah mendarat di 23 negara di lima benua.

“Harta Karun” dari Tanah Indonesia

“Kita harus tahu, di Mesopotamia ada fosil cabai jamu (yang disebut) Piper retrofractum Vahl yang berasal dari Jawa masa kini. Ini berarti rempah-rempah Indonesia sudah ada sejak lama,” ungkap Helianti kepada Now! Jakarta.

Menurut Helianti pantas saja jika Indonesia disebut pulau rempah-rempah karena setiap tanahnya seakan menghasilkan dan melahirkan rempah unik, yang cuman bisa ditemukan di satu tempat itu saja. Meski jenisnya sama, tapi Helianti meyakinkan kalau tidak ada yang punya cita rasa rempah seperti di Indonesia.

Bagi Helianti, meski rempah-rempah ini diproduksi di negara lain, tapi yang namanya produk pertanian atau produk alam, tidak bisa dilepaskan dari ekologinya. “Jadi misalnya lada Vietnam akan beda rasanya dengan lada yang ditanam di Bangka dan Lampung yang lebih enak,” ujarnya kepada Detik.com.

Helianti juga ternyata sering menghubungi para spesialis rempah di Australia. “Dia mengatakan bahwa kunyit dari Jawa lebih baik daripada kunyit dari India. Dan kita semua tahu bahwa negara ini adalah eksportir terbesar untuk bubuk kunyit," ungkapnya.

Helianti menyebutkan, ada beberapa produk langka yang memiliki banyak peminat di luar negeri. Seperti mesoyi, yang merupakan ragam kayu manis dari Papua. Lalu dari Papua juga ada biji poppy, biji yang mirip dengan kas-kas. Ada pula yang disebut kayu secang asli Yogyakarta. Lalu ada bunga telang dari Ternate yang ternyata justru hanya digunakan di Yogyakarta. “Ada rempah hasil perkawinan antar eko-iklim dan budaya,” katanya.

Tidak hanya soal rempah, Helianti juga menggarap dan menduniakan pangan lokal yang unik. Dimulai dari kelapa, madu, mie dari ubi, gula jawa, beras, kacang-kacangan, tepung, gula kelapa, sampai garam yang tak banyak dilirik industri besar. Semua produk itu malah laris manis di luar negeri.

Kawan GNFI bisa baca tentang Garam Piramid yang merupakan salah satu produk Javara juga, lho. Klik artikelnya di sini. Makin Diminati, Garam Piramid Masuk yang Termahal di Dunia.

Tentang Sekolah Seniman Pangan

Helianti Hilman, CEO Javara Bersama dengan Mitra-Mitranya
info gambar

Helianti sadar, salah satu tantangan untuk memunculkan rempah dan pangan lokal ini sulit muncul ke permukaan bukan karena isu raw material, tapi karena isu entrepreneurship. “Artinya, kita punya harta karun sebanyak apapun kalau tidak ada yang menggali potensi itu, semua tak akan sampai ke pasar,” ungkapnya kepada Detik.com.

Menurutnya industri ini bicara soal manajemen produksi, inovasi, standarisasi, dan sertifikasi. Berbeda kondisinya dengan di Thailand. Mereka memang mengelola dan memasang target untuk mendunia. Sedangkan di Indonesia cenderung cara berpikirnya hanya untuk dinikmati oleh negeri sendiri.

Helianti menekankan kalau Javara bukan produsen makanan. Mereka hanya perusahaan yang ingin melahirkan usaha di tingkat pedesaan. Dari situ, dia ingin melahirkan para entrepreneur, yang kalau digabung, bekerja sama, memiliki misi yang sama, pasti menjadi kekuatan yang sangat luar biasa.

“Jadi kami rancang konsep produknya, kemudian inovasi, branding, marketing, dan sertifikasi. Produksinya tetap dari mitra-mitra kami,” jelasnya.

Sadar akan mahalnya sumber daya manusia, Helianti akhirnya mencetuskan sebuah Sekolah Seniman Pangan untuk membina wirausahawan agar bisa menciptakan produk yang berkualitas. Sekolah ini diperuntukkan bagi mereka yang terlibat dalam sektor pertanian dan perikanan. Tentu saja dirinya ingin berekspansi dengan menghadirkan serangkaian kriteria produk sehingga menggarap sektor perikanan.

Sekolah ini hanya terbuka untuk petani, nelayan, dan orang-orang yang bekerja untuk kehutanan. Nantinya mereka akan belajar bagaimana memproses ide-ide dan menciptakannya untuk menjadi produk yang dapat menarik permintaan. Hingga kini, sudah ada 2.000 lebih pengrajin makanan yang bekerja sama dengan Helianti.

“Intinya adalah kita merayakan talenta lokal!” tegas Helianti.

Sumber: Detik.com | Now! Jakarta | Foodtank.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini