Jadi Pahlawan dengan “Kasih” Utang ke Negeri

Jadi Pahlawan dengan “Kasih” Utang ke Negeri
info gambar utama

“Saya berasal dari keluarga yang sederhana. Bapak saya guru SMP, ibu hanya di rumah. Anak mereka ada empat. Dengan kondisi itu sebenarnya berat untuk mendidik anak sampai besar."

“Saat zaman Soeharto, ‘4 Sehat 5 Sempurna’ benar-benar digaungkan. Ibu selalu coba itu (menyediakan di rumah). Selalu ada sayuran, protein. Kalau ngga ada daging setiap hari, pasti ada telur, tempe, ditambah dengan susu."

“Kita ini orang biasa, tapi udah kaya orang gedongan aja, tiap hari minum susu."

“Lalu kalau saya minta uang untuk sekolah, untuk buku, itu pasti dikabulkan. Meskipun kita tahu belakangan, untuk bisa seperti itu mereka harus pinjam (uang)…”

Deni sejenak menghentikan cerita saat mengenang masa kecilnya kepada GNFI. Sesekali dia berdeham dan berusaha mengatur suaranya, yang di kalimat terakhir suaranya terdengar bergetar.

“Tapi dari situ saya mulai merasa, ketika saya tumbuh besar, saya bisa masuk sekolah top di Bandung, kemudian masuk STAN, mengalahkan pesaing. Begitu saya sudah punya penghasilan sendiri, yang namanya utang-utang orang tua sudah bisa dilunasi. Bahkan bisa memberikan kiriman bulanan ke orang tua. Itu sesuatu yang bisa saya banggakan.”

Deni kembali berhenti sejenak, berdeham. Kembali mengatur nada bicaranya.

“Sekarang kita gambarkan itu sebagai Indonesia!” kata Deni Ridwan yang sekarang telah menjadi Direktur Surat Utang Negara di Kementerian Keuangan RI itu.

Negeri Ini Banyak Utang. Kenapa?

Laporan Bank Indonesia pada 16 Maret lalu menyebutkan utang luar negeri Indonesia telah mencapai 410,8 miliar dollar AS per akhir Januari. Jika dirupiahkan dengan kurs saat itu, Rp 14.887 per dolar AS, utang itu telah mencapai Rp 6.115,6 triliun.

Jumlah utang tersebut memang tumbuh 7,5 persen jika dibandingkan dengan Desember 2019. Sekaligus terbilang melambat jika dibandingkan dengan November 2019 yang naik sampai 7,7 persen secara year on year.

BI mengatakan kalau struktur utang luar negeri Indonesia masih cukup sehat. Kondisi itu tercermin dari rasio utang luar negeri terhadap produksi domestik bruto (PDB) yang pada Januari kemarin masih sebesar 36 persen. Posisi itu dianggap masih relatif aman.

Ketika melihat angka utang yang sangat besar ini, adakah perasaan panik yang terasa oleh Kawan GNFI? Kenapa angkanya cenderung meningkat? Kenapa negeri ini harus berutang? Bisakah utang itu terbayarkan?

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu menyampaikan, utang ini adalah salah satu cara memenuhi kebutuhan untuk lebih dari 200 juta jiwa masyarakat negeri ini. Tugas itu harus diemban oleh pemerintah, memerangi kemiskinan, pengangguran, ketertinggalan infrastruktur, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya.

Untuk bisa memenuhi semua itu tentu pemerintah membutuhkan biaya yang sangat besar. Haruskah dihitung per orangnya berapa?

Direktur Surat Utang Negara, DJPPR, Kemenkeu, Deni Ridwan bilang kepada GNFI, “Kita (anak-anak Indonesia) harus punya asupan gizi yang bagus, punya dukungan pendidikan yang bagus, supaya mereka sudah bisa bersaing di kancah internasional. Makanya kita banyak investasi di kesehatan, BPJS Kesehatan, sektor pendidikan, juga pangan. Itu semata untuk memastikan rakyat kita punya aset pendidikan yang bagus. Memastikan anak Indonesia punya kesehatan yang baik. Itu juga kenapa subsidi-subsidi kepada keluarga yang miskin, keluarga yang terbatas juga dikeluarkan (dananya).”

Deni berkali-kali menegaskan bahwa itu semua hanya untuk memelihara aset paling berharga negeri ini, yaitu anak-anak Indonesia. Apalagi kini Indonesia sedang berada pada kondisi masa bonus demografi, yang menurut Presiden Joko Widodo merupakan kesempatan sekaligus tantangan.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat pada tahun 2030-2040 nanti Indonesia diprediksi akan mengalami puncak masa bonus demografi. Masa dimana penduduk usia produktif yang berusia 15-64 tahun akan lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif yang berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun.

Pada periode tersebut, penduduk usia produktif diprediksi mendapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebanyak 297 juta jiwa.

“Kita akan punya banyak jumlah penduduk muda. Harapannya, begitu mereka tumbuh besar, mereka bisa bersaing di dunia internasional. Bisa mendapatkan income dan tingkat kehidupan yang lebih baik dari kita-kita saat ini. Sehingga, pengorbanan kita dengan berutang saat ini, bisa terbayar nanti. Itu karena anak cucu kita punya standar hidup yang lebih baik daripada kita,” harap Deni.

Dominasi Utang Negeri Ada di Pasar Surat Berharga Negara

Masih dari laporan BI, perkembangan utang luar negeri sebenarnya didominasi oleh arus dana investor di pasar surat berharga negara (SBN), termasuk dari penerbitan obligasi global dalam valas, yaitu dollar AS dan Euro.

Membengkaknya utang negara di awal tahun termasuk hal yang wajar karena pemerintah memanfaatkan kondisi pasar keuangan yang relatif stabil. Persepsi positif investor juga cenderung terjadi di awal tahun. Tahun baru adalah momen yang tepat untuk semangat baru dan optimisme menuju perubahan.

Mengutip Bisnis Indonesia, memasuki Maret pemerintah sudah menerbitkan SBN hingga Rp 173,77 triliun. Permintaan terhadap SBN bahkan melonjak dari awal Februari yang mencapai angka Rp 103,51 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kebutuhan pembiayaan pada 2020 ini cenderung bakal dipenuhi melalui SBN, di mana total keseluruhan mencapai Rp 741,84 triliun. Setidaknya yang akan dipenuhi mencapai 93,1 persen, sisanya akan dipenuhi melalui pinjaman. Pemenuhan itu, hingga awal Maret sudah mencapai 23,63 persen.

Jadi, jika dilihat secara angka, seharusnya utang itu sudah bisa terlunasi ya? Angkanya masih rendah dibandingkan dengan angka total penjualan SBN.

Kawan GNFI perlu tahu, utang negara ini melalui penjualan SBN tidak akan pernah berhenti. Dan bukan hanya untuk luar negeri saja. Malah pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk ikut memberi utang kepada negeri.

Kenapa Harus Beli SBN?

Investasi Bond Lebih Menguntungkan
info gambar

Ridwan mengatakan bahwa sebenarnya SBN ini adalah bagian dari strategi pemerintah terkait dengan pengembangan inklusi keuangan. Selain memang awalnya dirancang untuk strategi pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya.

Itulah sebabnya ada beberapa jenis surat utang yang bisa dibeli oleh individu. Mulai dari Savings Bond Ritel (SBR), Obligasi Negara Ritel atau Obligasi Ritel Indonesia (ORI), Sukuk Ritel, dan Sukuk Tabungan. Tenang saja, biayanya memang sudah dibuat terjangkau.

“Perumpamaannya gini, jika sektor keuangan ini digambarkan sebagai kolam, maka kita memastikan kolam ini besar, supaya banyak orang yang bisa masuk dan berenang di situ. Nah, kalau kolamnya sudah besar, bagaimana supaya banyak orang punya akses masuk. Nggak hanya orang-orang yang punya duit yang bisa masuk. Orang yang pas-pasan juga bisa masuk. Jadi kita membuat bagaimana supaya orang-orang yang punya dana terbatas, bisa memanfaatkan jasa-jasa di sektor keuangan,” cerita Ridwan kepada GNFI, Rabu (8/4).

Pemerintah sedang memastikan "kolam" tersebut agar semua orang bisa masuk dalamnya, Deni menjelaskan dan menyebutkan ini merupakan pendalaman pasar keuangan (financial deepening).

Sedangkan usaha pemerintah untuk bisa membuka pintu untuk orang yang dananya terbatas agar bisa memanfaatkan jasa keuangan merupakan usaha inklusi keuangan (financial inclusion).

Jadi, banyaknya SBN secara ritel yang ditawarkan kepada masyarakat adalah untuk memperbanyak instrumen di pasar dan bukan dikhususkan untuk orang-orang yang punya banyak duit saja. Karena sesungguhnya, memberikan utang kepada negeri juga ada manfaat investasinya. Ada imbal hasil yang akan didapatkan oleh masyarakat. Kini dengan minimal pembelian Rp 1 juta, Kawan GNFI sudah bisa menjalankan dua peran sekaligus, yakni sebagai pemberi utang untuk ikut dalam membangun negeri, dan sebagai investor yang akan menikmati imbal hasil pada waktunya.

“Tren suku bunga di perbankan sedang turun, maka investasi di surat berharga ini jadi menarik. Kita membuka kesempatan itu untuk kalangan masyarakat yang punya dana terbatas,” kata Ridwan.

Memang, sepanjang pemerintah mengeluarkan penawaran SBN ritel, imbal hasil dari setiap kupon minimalnya rata-rata 6-7 persen. Bahkan ada yang mencapai 12 persen.

Kita Bahas Setiap Jenis SBN Ritel

Mengutip Bareksa, SBN yang berdenominasi rupiah sebenarnya dibagi berdasarkan cara penawarannya, yaitu sistem lelang dan non-lelang. Untuk yang sistem lelang, biasanya dikhususkan untuk institusi lembaga keuangan, seperti bank, dana pensiun, reksadana, dan lain-lain. Sedangkan untuk SBN non-lelang bisa dibeli oleh masyarakat perseorangan atau individu. Inilah yang disebut SBN ritel.

Jenisnya, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, ada empat jenis yaitu Savings Bond Ritel (SBR), Obligasi Negara Ritel (ORI), Sukuk Ritel, dan Sukuk Tabungan. SBR dan ORI dikategorikan sebagai SBN konvensional. Sedangkan Sukuk Ritel dan Sukuk Tabung dikategorikan sebagai SBN berbasis syariah.

Begini karakteristik setiap jenisnya:

- Savings Bond Ritel (SBR)

SBR mirip seperti deposito yang tidak dapat diperdagangkan. Artinya, hanya bisa dibeli pada masa penawaran dan disimpan hingga jatuh tempo. Terdapat fasilitas early redemption atau pencairan awal. Kupon atau imbalannya bersifat mengambang mengikuti rate lembaga penyimpan simpanan (LPS) dengan adanya batas kupon minimal. Istilahnya disebut floating with floor. Investasinya mulai dari Rp 1 juta sampai Rp 3 miliar.

- Obligasi Negara Ritel (ORI)

Tidak seperti SBR, ORI dapat diperdagangkan secara aktif. Instrumen ini tidak harus dipegang hingga jatuh tempo karena bisa diperdagangkan. Hanya saja kupon atau imbalannya bersifat tetap. Investasinya juga bisa mulai dari Rp 1 juta.

- Sukuk Ritel

Karakteristik Sukuk Ritel hampir sama dengan ORI. Yang membedakannya adalah basisnya dilakukan secara syariah. Kuponnya bersifat tetap, dapat diperdagangkan, dan investasinya mulai dari Rp1 juta.

- Sukuk Tabungan

Sukuk Tabungan juga memiliki karakteristik yang sama dengan SBR, hanya saja basisnya dilakukan secara syariah. Terdapat fasilitas early redemption. Kuponnya bersifat mengambang mengikuti rate LPS dengan adanya batas kupon minimal. Pembelian atau investasinya juga masih terjangkau mulai dari Rp1 juta.

Jadi, Kawan GNFI bisa pilih yang mana saja sesuai preferensi masing-masing. Semuanya sama sangat terjangkau. Dengan begini Kawan GNFI akan menambah daftar panjang nama pahlawan negeri dengan turut mendukung pembangunan negeri ini.

“Tapi, kalau pemerintah gagal bayar bagaimana?”

Apakah itu pertanyaan Kawan GNFI sekarang? Ini penjelasannya.

Pemerintah Pantang Tak Bayar Utang

“Jadi hal yang tabu kalau dilanggar!” tegas Ridwan saat dilontarkan pertanyaan tersebut.

Ridwan mengajak GNFI untuk melihat masa lalu. Ketika terjadi krisis keuangan pada tahun 1997-1998, Indonesia sama sekali tidak mengajukan haircut atau penghapusan tagihan. Saat itu memang bentuk atau instrumen SBN berbeda dengan sekarang.

Sejak Indonesia merdeka, pemerintah sudah mengeluarkan surat utang untuk biaya perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Ridwan bilang, saat itu pemerintah tetap penuhi dan memprioritaskan kewajiban bayar. “Karena kita ingin mempertahankan reputasi negara sebagai negara yang prudent dan kredibel dalam mengelola kebijakan fiskalnya,” jelas Ridwan.

Kalau pemerintah tidak bayar, berarti pemerintah ingkar janji, dan hal tersebut hampir tidak mungkin dilakukan oleh pemerintah. Apalagi ini terkait dengan peringkat utang Indonesia yang saat ini sudah dalam kategori negara dengan investment grade.

Kalau sampai pemerintah gagal bayar, maka ini akan langsung menjatuhkan reputasi Indonesia sebagai negara investasi internasional. “Ini membangunnya sulit,” kata Ridwan.

Terkait reputasi, Kawan GNFI perlu tahu kalau setiap negara akan dinilai peringkat (rating) utangnya supaya tidak ada indikasi kredit macet. Semakin tinggi peringkatnya, maka itu menunjukan kinerja perekonomian dan pengelolaan fiskalnya bisa dipercaya.

“Industri keuangan itu kepercayaan yang dibangun sedikit demi sedikit. Kalau sampai Indonesia (masuk kategori) jadi non-investment grade, maka pasar kita jadi semakin terbatas,” jelas Ridwan.

Kenapa peringkat ini begitu penting?

Ridwan menjelaskan kalau faktanya, ada sebuah peraturan di Eropa terkait investasi internasional. “Bagi mereka para investment company, fund manager, hanya boleh melakukan investasi di negara-negara yang masuk dalam kategori investment grade,” katanya.

Kalau saja Indonesia kehilangan pasar atau investor dari Eropa, maka Indonesia akan kehilangan kesempatan mendapat investor real money. Investor yang benar-benar punya uang dan memang berniat untuk investasi dalam jangka panjang. Ini penting untuk masa depan Indonesia. Apalagi Indonesia termasuk dengan negara ekonomi terbuka, yang artinya kegiatan perekonomiannya masih melibatkan diri dengan negara-negara lain.

“Jadi, jangan khawatir! Pemerintah akan memenuhi pembayaran,” tegas Ridwan.

Kawan GNFI yang ingin tahu tentang peringkat utang Indonesia, klik artikel ini, ya.

Kemenkeu Luncurkan Pandemic Bond Saat Prestasi Peringkat Utang Sedang Gemilang.

“Pahlawan Negeri” Semakin Banyak

Belum terlambat bagi Kawan GNFI untuk ikut menjadi bagian dari Pahlawan Negeri – sebutan khusus untuk para investor SBN ritel. Selain sekarang penawarannya sudah sangat terjangkau, cara mendapatkannya pun sudah mudah karena konsepnya sudah e-SBN.

Sepanjang perjalanan penawaran SBN dari setiap instrumen dan kuponnya, data menunjukkan bahwa investor muda selalu bertambah. Baik itu dari kalangan Generasi Milenial maupun Generasi Z.

Mengacu pada pembagian usia generasi dari Sprague (2008) dan Casey and Denton (2006), Generasi Milenial dikategorikan untuk mereka yang lahir dalam rentang tahun 1980-2000. Sedangkan untuk Generasi Z, untuk mereka yang lahir di atas tahun 2000. Itu artinya, murid SMA sekarang sudah mulai melek investasi.

“Seperti anak-anak SMA di Singapura yang obrolannya sudah, ‘lo invest dimana?'’’ kata

Generasi Milenial kerap mendominasi jumlah investor di beberapa seri kupon SBN ritel

Tahun 2019 merupakan tahun dimana Generasi Z juga sudah mulai tertarik untuk berinvestasi SBN Ritel

Grafik di atas menunjukkan bahwa meski hasilnya fluktuatif tapi dari sekian seri kupon SBN Ritel, di beberapa seri Generasi Milenial lah yang mendominasi kategori investor sebagai usia. Terutama sejak tahun 2018, beberapa seri kupon SBN Ritel berhasil menggaet Generasi Milenial, bahkan Generasi Z untuk ikut menjadi Pahlawan Negeri. Meski, jumlah Generasi Z belum mencapai angka ratusan.

Tidak apa-apa jika Kawan GNFI baru sanggup membeli penawaran minimal karena dana yang terbatas. Pemerintah masih tetap akan membuka kesempatan ini untuk para investor lokal. Ridwan bilang, untuk memperkuat stabilitas, memperbanyak investor lokal adalah salah satu jalannya. “Tapi kalau dari sisi memperkuat cadangan kita, memperluas basis investor, juga perlu menarik investor luar negeri,” jelas Ridwan.

Dua Jenis SBN Baru Buat Kamu yang Spesial

Deni mengatakan kalau DJPPR Kemenkeu masih akan terus mencoba pangsa pasar yang baru dan segmentasi pasar yang baru. Untuk memulainya, salah satu Sukuk Ritel dengan kupon ST006 yang sudah ditawarkan pada 1-21 November 2019 lalu itu akan disebut sebagai Green Sukuk Ritel.

Format "green" yang ditawarkan ini karena seri ini khusus untuk para investor yang fokus memperhatikan isu-isu lingkungan. Nantinya seluruh hasil penerbitan akan digunakan untuk pembiayaan proyek-proyek ramah lingkungan. Sebenarnya Green Sukuk Ritel ini merupakan kelanjutan dari penerbitan Global Sovereign Green Sukuk yang diterbikan pada 2018 lalu.

Green Sukuk Ritel Untuk Pendanaan Soal Isu Lingkungan
info gambar

Proyek-proyek “hijau” yang akan dibiayai dari hasil penerbitan ini adalah untuk Kementerian Perhubungan bidang Layanan Bandar Udara, Kenavigasian, dan Pelabuhan; juga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PURP) bidang Embung, Jaringan Irigasi, dan Unit Air Baku.

Dan tahukah, Kawan GNFI, kalau ini merupakan Green Sukuk Ritel pertama di dunia! SBN ritel ini juga sudah mendapatkan tujuh penghargaan internasional dari berbagai institusi sebagai "The First World Global Green Sukuk".

Jangan khawatir! Pastinya pemerintah akan meluncurkan penawaran Green Sukuk Ritel lainnya di kesempatan berikutnya. Deni juga mengatakan, “Terobosan baru ini untuk mendapatkan base investor yang lebih luas. Tidak hanya investor yang concern kepada syariah finance, tapi juga dapat menjadi pilihan untuk instrumen green finance.”

Satu jenis SBN ritel spesial lainnya, yaitu Diaspora Bond. Deni menjelaskan kalau nantinya ini dijual dengan target pasarnya adalah warga Indonesia yang tinggal di luar negeri. Baik yang masih berstatus Warga Negara Indonesia (WNI) maupun yang sudah melepaskan status WNI-nya.

“Kalau Anda yang ada di Jepang, nabung di sana ngga dapat untung, karena suku bunganya 0 persen. Daripada Anda nabung uang di bank Jepang, kenapa nggak kita tawarkan saja untuk membeli SBN yang menawarkan suku bunga menarik. 6-7 persen, kan, luar biasa bagi mereka,” jelas Deni.

Belum lagi jika ada WNI yang tinggal di negara yang menerapkan interest rate negatif. Bukan untung, malah rugi kalau menabung. Jadi, ini saatnya buat Kawan GNFI yang berada di luar negeri untuk ikut berkontribusi terhadap pembangunan di Indonesia.

Kata Deni, peluncuran Diaspora Bond perdana rencananya akan dilaksanakan pada 17 Agustus 2020 dengan mengambil momentum HUT RI ke-75. Mudah-mudahan peluncurannya terealisasi dengan baik, ya.

Selalu ada banyak pilihan untuk Kawan GNFI turut serta dalam pembangunan negeri. Salah satunya adalah dengan “memberi” negeri ini utang, sebagai modal untuk pembangunan negeri yang luas ini. Tidak hanya itu, itu artinya Kawan GNFI juga mulai berinvestasi demi masa depan. Sudah tak perlu lagi khawatir karena membeli SBN akan dijamin pemerintah seutuhnya.

“Saya bisa bilang ini zero risk! Sangat menjanjikan!” Kata Deni.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini