Tak Hanya di Jakarta, Kualitas Udara Kota-Kota Besar di Indonesia Juga Membaik

Tak Hanya di Jakarta, Kualitas Udara Kota-Kota Besar di Indonesia Juga Membaik
info gambar utama

Demi mencegah meluasnya pandemi virus corona atau COVID-19, imbauan kerja dari rumah atau work from home (WFH) dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diserukan pemerintah pada bulan Maret lalu. Imbauan WFH dan PSBB dalam beberapa pekan terakhir di Indonesia berdampak besar bagi seluruh aspek kehidupan. Mulai aktivitas ekonomi sampai kehidupan bersosial antar manusia mengalami perubahan. Untuk ekonomi aktivitas jual-beli menurun karena beberapa pusat perbelanjaan ditutup, dan untuk sosial semua orang membatasi diri dengan beraktivitas di dalam rumah atau jaga jarak saat di luar.

WFH dan PSBB tidak selamanya berakibat buruk, karena terdapat sisi positif yang diambil yakni berkurangnya emisi gas buangan kendaraan. Menurunnya jumlah lalu-lalang kendaraan memicu ke perbaikan kualitas udara. Tak hanya di ibu kota Jakarta, tetapi di beberapa kota besar di seluruh Indonesia.

Di Jakarta misalnya, berkurangnya emisi gas buangan membuat postingan foto pemandangan langit biru dan gunung salak menjadi begitu ngetren pada awal bulan April 2020 ini. Wajar, karena sebelumnya melihat dua objek itu sangat sulit di Jakarta disebabkan tebalnya asap pembuangan dari kendaraan ataupun pabrik.

Pada Senin (7/4/2020) pukul 14.30 WIB, AirVisual memperlihatkan Air Quality Index (AQI) untuk wilayah DKI Jakarta masuk kategori sedang, yakni berada di angka 54 dengan kosentrasi parameter PM 2.5. Dua hari setelahnya atau pada Kamis (9/4) pada pukul 11.00 WIB, angka AQI naik menjadi 93, tetapi masih termasuk dalam kategori sedang.

Dikutip dari Mongabay dan juga sudah dipublikasikan oleh GNFI, udara Jakarta pada awal bulan April 2020 ini dinilai lebih baik dibandingkan 28 tahun yang lalu. “Nyaris setelah 28 tahun, kualitas udara di Jakarta pada kategori baik. Dengan catatan, tidak ada laporan kualitas udara Jakarta sebelumnya. Tahun 1994 baru ada laporan resmi dari UNEP (United Nations Environment Programme),” kata Direktur Eksekutif Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin.

Sejalan dengan Jakarta, warga Bandung juga bisa menghirup udara yang lebih segar ketimbang sebelum pembatasan fisik/sosial diberlakukan pemerintah. Kurangnya volume kendaraan menjadi salah satu faktor meningkatnya kualitas udara.

Bandung yang merupakan ibu kota provinsi Jawa Barat memang kian pada dan macet di beberapa ruas jalannya. Buruknya udara disumbangkan dari emisi gas buang kendaraan bermotor dengan kisaran h70 persen. “Kandungannya akan semakin tinggi saat volume kendaraan bertumpuk dan menimbulkan kemacetan panjang,” terang Puji Lestari, Ahli Polusi Udara Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung.

Peningkatan kualitas udara juga terjadi di kota Yogyakarta. Per 5 April 2020 pukul 15.00 WIB atau akhir pekan lalu, parameter kualitas udara kota Yogya berada di angka 43 yang berarti udara dalam kategori baik.

"Kualitas udara di Yogyakarta selama ini ditentukan dari kendaraan, sumber pencemar berasal dari kendaraan atau sumber bergerak karena di Kota Yogyakarta tidak ada pabrik besar," ujar Suyana, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, Senin (6/4/2020) dikutip dari Liputan6. "Kalau long weekend dan banyak bus wisata masuk Yogyakarta baru sedikit mempengaruhi kualitas udara di Yogyakarta tetapi tidak terlalu signifikan, biasanya hanya dua warna yang muncul, baik atau sedang,” ucapnya lagi.

Tak hanya Jakarta, Bandung, dan Yogya, kota Palembang turut merasakan dampak yang sama terkait kualitas udara yang membaik ini. Kepala Seksi Pengendalian Pencemaran Lingkungan, DLHP Sumatera Selatan, Reza Wahya mengatakan, kadar pencemaran udara di Palembang menurun sejak beberapa pekan lalu. "Dari data pekan ketiga bulan Maret, kualitas udara cenderung sangat baik. Terutama zat pengotor dari kendaraan bermotor seperti SO2 dan CO ikut berkurang," kata Reza, Selasa (7/4/2020) dikutip dari Kompas.

Sebelum diberlakukannya pembatasan fisik serta meliburkan kegiatan perkantoran dan pembelajaran, kualitas udara di Kota Palembang menunjukkan karbon monoksida (CO) di kisaran angka 14,21 dan Hidro Carbon (HC) di kisaran angka 15,4, sehingga ISPU berada di bawah 50. "Dengan adanya kebijakan aktivitas di rumah, maka pada tanggal 20 Maret CO Palembang mencapai angka 0 dan HC di angka 2,4. Kondisi udara terpantau sangat baik di atas jam 12. Angka SO dan CO cenderung tidak terindikasi atau nilainya sangat kecil," ujar Reza lagi.

Referensi: Mongabay.id | Liputan6.com | Kompas.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini