Krisis di Eropa, 1.500 Benda Budaya di Belanda Kembali ke Indonesia

Krisis di Eropa, 1.500 Benda Budaya di Belanda Kembali ke Indonesia
info gambar utama

Museum Nasional Indonesia nampaknya kini sedang berbenah dan bekerja untuk mengidentifikasi kondisi benda budaya kita yang baru saja “pulang kampung”.

Pada 2 Januari 2020 lalu, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid, dalam konferensi persnya menyebutkan bahwa sudah terjadi pemulangan 1.500 benda budaya dari Museum Nusantara, Delft, Belanda ke Museum Nasional Indonesia.

Sejak proses pemulangan yang dilakukan sejak 2015, akhirnya kontainer terakhir itu berlabuh di Tanjung Priok, Jakarta.

Repatriasi benda budaya yang selama ini tersimpan di Museum Nusantara di Delft itu harus dilakukan, mengingat sejak tahun 2013 museum yang dibuka sejak 1911 itu terpaksa ditutup karena krisis ekonomi yang melanda di Benua Biru.

1.500 Benda Budaya Indonesia Kembali dari Belanda
info gambar

Penutupan itu harus dilakukan karena negara-negara Eropa sedang mengalami krisis keuangan yang berakibat pada penutupan sejumlah museum. Ini dilakukan untuk penghematan dana pemerintah. Termasuk yang terjadi di Belanda.

Benda budaya itu nantinya akan diklasifikasikan dalam tujuh kelompok, yakni prasejarah, etnografi, arkeologi, numismatik dan heraldik, geografi, keramik, dan sejarah.

Sebenarnya, semula benda budaya yang ditargetkan akan kembali sebanyak 11.000. Hanya saja…

''Banyak yang rusak, banyak tidak lengkap, itu memang tidak kita pilih. Berdasarkan pertimbangan konservasi, kemudian storyline, kita butuhkan itu. Akhirnya sepakat dengan 1.500 tadi dengan kondisi yang baik,'' jelas Gunawan, Kepala Seksi Registrasi Museum Nasional dikutip Historia.

Meski begitu, pengembalian benda budaya dari Indonesia yang ada di Belanda masih akan melewati proses yang panjang, seperti yang dikatakan oleh Dirjen Kemendikbud Hilmar.

Museum Nusantara atau Museum Prisenhof
info gambar

Ini karena pada tahun 2019 Museum Nasional Kebudayaan Dunia, yang mencakup Tropenmuseum, Amsterdam: Museum Volkenkunde, Leiden; Museum Afrika, Nijmegen, sudah menerbitkan pedoman untuk merespons permintaan pengembalian barang sejarah negara lain.

Itu artinya, pengembalian yang dilakukan oleh Belanda akan membuka kesempatan repatriasi yang dilakukan oleh negara lain. Termasuk barang budaya Indonesia yang tersebar di beberapa negara, bahkan di Belanda juga belum sepenuhnya dikembalikan.

Perjalanan Panjang Pengembalian Barang-Barang Bersejarah dari Belanda

Jauh sebelum krisis finansial dan penghematan besar-besaran yang terjadi di Belanda, sebenarnya permintaan pengembalian barang-barang bersejarah Indonesia yang ada di Belanda sudah diajukan sejak tahun 1954.

Kala itu pengajuan pertama kali dilakukan oleh Mohammad Yamin selaku Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudahaan. Meski pengajuan sudah dilakukan sejak tahun 1954, pengembalian baru dimulai pada tahun 1970.

Tahun 1970, Ratu Juliana secara simbolis akan mengembalikan naskah Negarakertagama kepada Presiden Soeharto. Baru pada tahun 1972, naskah itu baru benar-benar dikembalikan di Indonesia dan ada di negeri ini sampai hari ini.

Tahun 1977, lima tahun kemudian, pemerintah Belanda kembali mengembalikan sejumlah benda budaya. Antara lain Prajnaparamita, payung, pelana kuda, tombak Pangeran Diponegoro serta 243 buah benda pusaka Lombok hasil invasi militer di Puri Cakranegara tahun 1894.

1500 Benda Budaya Indonesia Kembali dari Belanda
info gambar

Pengembalian itu sempat terhenti. Pada tahun 2014 sudah mulai ada perjanjian untuk pengalihan koleksi dari Museum Nusantara. Hanya saja terkendala berbagai faktor seperti perizinan, hukum, politik, dan proses diplomasi yang cukup alot.

Sehingga baru mulai terealisasi dimulai tahun 2015 dengan pengembalian tongkat Kiai Cokro milik Pangeran Diponegoro. Lalu secara resmi dan secara simbolis untuk pengembalian 1.500 benda budaya baru dilakukan pada 23 November 2016.

Penyerahan secara simbolis itu dilakukan oleh Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, yang mengadakan pertemuan bilateral dengan Presiden Joko Widodo. Simbolisasi dilakukan dengan pengembalian keris Bugis.

Akhir tahun 2019, tepatnya pada 20 November, baru disebut sebagai pengembalian terbesar sepanjang sejarah yang disebabkan krisis pendanaan itu. Ada 1.499 benda budaya dari Museum Nusantara, Delft yang dikembalikan. Menyusul pengembalian Keris Bugis sebagai awal pemindahan.

Sehingga genap sudah 1.500 benda budaya dari Belanda itu sampai ke Indonesia.

Lalu pada 2021 mendatang, Belanda dan Indonesia berencana untuk menyepakati metodologi pengembalian benda budaya dan hal-hal mengenai repatriasi lainnya.

Ini karena secara total, Belanda diperkirakan memiliki ratusan ribu benda budaya yang tersebar di beberapa museum-museum Belanda.

Akibat Krisis Yunani, ''Krisis Budaya'' Eropa Kena Imbas

Penutupan museum-museum di Belanda berawal dari Yunani. Lemahnya ekonomi Yunani atau dikenal dengan sebutan Depresi Yunani ini dimulai pada akhir 2009. Bahkan Depresi Yunani juga disebut sebagai Krisis Utang Eropa.

Krisis Yunani dimulai dengan kelemahan struktural Yunani dengan defisit structural dan rasio utang yang terlalu tinggi. Sejak 2009 para investor memang meragukan kemampuan Yunani untuk melunasi utang-utangnya karena terdapat kasus pemalsuan defisit utang di pemerintah Yunani.

Puncaknya, tahun 2012 pemerintah Yunani memiliki kemacetan utang terbesar sepanjang sejarah. Hal itu tentu saja merembet ke negara-negara bagian Eropa lainnya. Belum selesai krisis ekonomi dan politik di Yunani, krisis sudah terasa di Spanyol.

Krisis Yunani
info gambar

Hingga pada akhirnya terasa sampai Belanda yang menyebabkan Museum Nusantara--yang belakangan diketahui sempat berubah nama menjadi Museum Prinsenhoff--yang sudah berusia 101 tahun ditutup mulai 13 Juni 2012 silam.

Penutupan itu disebabkan anggaran untuk museum terpaksa dipangkas. Selain itu, pengunjung museum juga dirasa sudah semakin sedikit meski pemugaran tetap dilakukan.

Kota seni kontemporer, yaitu Roma juga kena impas. Museum seni kontemporer di Roma padahal baru dua tahun. Namun pemerintah sudah akan menutup museum ini. Padahal di tahun pertama, pengunjung museum sudah mencapai 400 ribu orang.

Penutupan ini tentu saja karena krisis Eropa jadi alasannya. Mengutip The Guardian dari Merdeka, proposal keuangan pengelola museum yang diajukan ke pemerintah pada 2012 ditolak.

Bergeser ke Irlandia. Opsi kehilangan salah satu galeri seni terbaiknya di Belfast juga terpaksa dilakukan. Yaitu harus rela kehilangan Galeri Baths yang bahkan sudah ditutup sejak 2011. Meningkatnya biaya operasional dianggap tidak dapat dikompensasi oleh pemerintah.

--

Sumber: Historia | Tempo | BBC Indonesia | Merdeka.com | Wikipedia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini