Suriname dan Kedekatannya dengan Didi Kempot

Suriname dan Kedekatannya dengan Didi Kempot
info gambar utama

Indonesia berduka karena maestro campursari kenamaan, Dionisius Prasetyo alias Didi Kempot, meninggal dunia di Rumah Sakit Kasih Ibu, Surakarta, Jawa Tengah, pada Selasa (5/5/2020) pukul 07.45 WIB. Penyanyi kelahiran Surakarta itu wafat karena serangan jantung pada usia 53 tahun. Jenazah Didi Kempot pun langsung dikebumikan Selasa siang di Ngawi, Jawa Timur.

Mendadak. Seperti itulah tanggapan kita semua mendengar kabar duka tersebut. Pasalnya penyanyi berjulukan The Godfather of Broken Heart itu belum lama menggelar konser penggalangan dana untuk virus corona atau COVID-19 di Indonesia.

Raganya sudah menyatu dengan bumi, jiwanya kembali ke pangkuan sang Ilahi, tetapi karyanya tetap abadi. Lagu-lagu dari sang maestro akan terus dikenang penggemar setianya, sobat ambyar, sadboys, sadgirls, kempoters, di tanah air.

Mungkin rasa kehilangan tidak hanya di Indonesia, karena jauh di benua Amerika Selatan sana, di sebuah negara bernama Suriname, nama Didi Kempot juga dielu-elukan. Pamornya di negara tepi pantai Samudra Atlantik itu Didi Kempot adalah superstar.

Bagi kawan GNFI yang belum tahu mengapa Didi Kempot bisa menjadi sebegitu terkenal di Suriname itu dikarenakan banyaknya suku Jawa di sana. Banyaknya suku Jawa di Suriname berhubungan dengan sejarah bangsa Indonesia.

Komunitas Jawa di Suriname dan Sekilas Sejarahnya

Pada abad 19, Suriname dan Indonesia – saat itu Hindia Belanda – sama-sama menjadi wilayah koloni Belanda. Di Suriname banyak lahan perkebunan yang kemudian tak terurus lantaran kekurangan pekerja. Kekurangan pekerja itu disebabkan dihapuskannya sistem perbudakan pada 1863 yang kemudian membuat kompeni – sebutan dari pribumi bagi orang Belanda pada masa itu – mengirimkan pekerja dari Jawa.

Menurut buku Suriname In the Long Twentieth Century: Domination, Contestation, Globalization karya R. Hoeftem terdapat 32.962 orang dari Hindia Belanda yang dikirimkan ke Suriname pada periode 1890-1939. Kira-kira 80 persen dari mereka datang pada abad ke-20.

Alasan ekonomi menjadi salah satu para masyarakat Pulau Jawa beremigrasi ke Suriname. Kebanyakan para tenaga kerja itu berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan yang paling sedikit dari Jawa Barat.

Menetap lama di Suriname sampai beranak-pinak, tetapi orang-orang Jawa di Suriname tidak melupakan jati dirinya. Mereka masih melakukan beberapa tradisi khas Jawa seperti tayuban, wayang kulit, wayang orang, ludruk, tarian jaran kepang, dll. Selain tradisi, kuliner Jawa juga terbawa sampai Suriname, sebut saja bakabana (pisang goreng), telo terie (singkong goreng topping ikan teri), pitjel (pecel), saoto (soto), nasi (nasi goreng), dan sambal.

Miss Supranational Suriname 2019, Sri-Dwi Martomamat, yang pernah menghadiri Malam Grand Final Pemilihan Puteri Indonesia 2019 di Jakarta, mengakui betapa lestarinya budaya Jawa di Suriname. ''Saat kecil dulu, saya ingin belajar tarian Serimpi, jadi saya bilang kepada ibu saya: ‘Ibu, saya ingin belajar tarian Serimpi’. Itu pula yang membuat saat malam final saya melakukan tarian Serimpi,'' kata Sri-Dewi dikutip dari Suara. Dara kelahiran Paramaribo itu juga mengaku sering mengonsumsi makan-makanan manis khas Jawa yang dibuat sang nenek. ''Saya suka makanan itu (ireng-ireng dan lapis), bahkan saya makan langsung memakai tangan,'' katanya lagi.

Kebintangan Didi Kempot di Suriname

Tercatat dalam sensus pada tahun 2012, etnis Jawa berada di angka 13,7 persen di Suriname. Meskipun ada pernikahan campuran, identitas kejawaan orang Jawa masihlah terjaga di Suriname, baik itu tradisi sampai bahasa.

Meskipun bahasa Jawa bukan bahasa resmi, tetapi dari bahasa itulah yang menjembatani Didi Kempot dengan Suriname. Tim Tempo dalam buku Sehari Bersama – Seni dan Musik V menuliskan Didi Kempot diundang berpentas di Suriname pada 1991. Tahun 1993 pun akhirnya ia berangkat ke Suriname sekaligus Belanda.

Pentasnya menuai kesuksesan dan setelah itu hampir setiap tahun ia diundang ke Suriname dan beberapa kali menerima penghargaan. ''…Didi (Kempot) memang bak superstar. Saking digandrunginya, ia pun sempat dinobatkan sebagai Penyanyi Pop Jawa Teladan oleh masyarakat setempat. Bahkan Presiden Suriname, Weden Bosch, menganugerahinya penghargaan Gold Man pada 1996,'' tulis Tim Tempo.

Selain pentas, di Suriname Didi Kempot juga merekam belasan lagu. Beberapa lagu terinspirasi dari hal-hal yang ada di Suriname seperti Kangen Nickerie (sungai distrik di Suriname), Joget Sikep (joget berangkulan yang terinspirasi budaya Belanda) dan Kowe Isih Neng Kene untuk mengenang almarhum Tomy Radji, pengusaha Jawa Suriname yang mempopulerkannya di negara itu. Ada pun lagu yang terkenal di sana ialah Layang Kangen dan Angin Paramaribo.

Didi Kempot saat mendapat penghargaan dari Presiden Suriname, Desi Bouterse, pada 2018.
info gambar

Di Suriname popularitas Didi Kempot tak terbantahkan dengan menerima sambutan dari pejabat penting di sana. ''Selalu (disambut), dan beberapa menteri pasti menyambut pas datang,'' kata Didi Kempot dalam acara Ngobam Gofar Hilman pada 2019 lalu.

Reaksi Media Suriname Usai Mengetahui Didi Kempot Berpulang

Media nasional langsung bereaksi setelah mengetahui Didi Kempot wafat. Tidak hanya media Indonesia tentunya, karena di Suriname melakukan hal yang sama dengan mengabarkan langsung kabar duka tersebut.

''Indonesische Superster Didi Kempot Overleden (Superstar Indonesia Didi Kempot Meninggal Dunia)’’ tulis laman Suriname Herald. Sementara itu pada laman DWTonline dituliskan ''Didi Kempot Overlijdt na Hartaanval (Didi Kempot Wafat Setelah Serangan Jantung)’’. Tidak butuh satu atau dua hari untuk dua media itu mengabarkan berita tersebut, mereka langsung mempublikasikannya. Dari situ bisa menjadi bukti bahwa pesona Didi Kempot tertancap di Suriname.

Bertita wafatnya Didi Kempot di media Suriname.
info gambar

Dari sini kita bisa melihat, latar belakang bahasa dan budaya yang sama bisa mendekatkan yang jauh. Namun, musik adalah bahasa universal, lagu-lagu berbahasa Jawa yang didendangkan Didi Kempot jelas tidak selamanya dinyanyikan mereka yang bisa berbahasa Jawa saja.

Pada 2019 lalu kita melihat fenomena itu di mana banyak milenial yang barangkali tidak fasih berbahasa Jawa tergoda melantunkan lagu menyayat hati dari Bapak Patah Hati Nasional ini. Ya, bahkan penikmat lagunya bukan dari Indonesia dan Suriname saja, karena beberapa pekan lalu saya melihat video seorang wanita bule asal kota New York, Amerika Serikat, menyanyikan lagu "Pamer Bojo" Didi Kempot di dalam mobil. Luar biasa!

---

Da..daaa…sayang
Daaa, selamat jalan

Mungkin penggalan lirik lagu Stasiun Balapan yang dinyanyikan olehnya itu menjadi akhir kata saya dalam tulisan ini sebagai tanda perpisahan bagi sang maestro. Selamat jalan, Didi Kempot. Semoga khusnul khotimah, doa kami untukmu.

Referensi: Kompas.com | Srnieuws.com | Dwtonline.com | Srherald.com | Kumparan.com | TEMPO Publishing, "Sehari Bersama - Seni dan Musik V" | R. Hoefte, "Suriname in the Long Twentieth Century: Domination, Contestation, Globalization"

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini