Aktris, kabaretis, dan penyanyi asal Belanda, Louisa Johanna Theodora "Wieteke" van Dort lahir di Rumah Sakit RKZ, Surabaya, Jawa Timur, Hindia Belanda (Indonesia) pada 16 Mei 1943.
Saat masih kecil, Van Dort dan keluarganya tinggal di Embongan (sekarang Jl. Ade Irma Nasution) yang merupakan kawasan elite di Surabaya yang dihuni orang-orang Eropa pada zaman kolonial.
Pada usia 14 tahun ketika berlibur di Belanda, Van Dort dan keluarganya tidak bisa kembali ke Indonesia karena Presiden Sukarno melakukan pengusiran orang-orang Belanda (peristiwa Zwarte Sinterklaas/Sinterklas Hitam) dan nasionalisasi perusahaan asing secara besar-besaran pada awal Desember 1957.
Van Dort dan keluarganya lalu menetap di kota pusat pemerintahan Belanda, Den Haag, di mana ia melanjutkan pendidikan di sekolah drama.

Berbagai program televisi Belanda pernah dibawakan oleh Van Dort, di antaranya ialah De Stratemakeropzeeshow dan The Late Late Lien Show yang melambungkan namanya.
Di The Late Late Lien Show yang tayang pada 1979-1988, Van Dort memerankan karakter Tante Lien, persona seorang Belanda dengan setelan kebaya yang menampilkan kebudayaan Indo (Indisch).
Program tersebut menjadi satu-satunya yang menampilkan budaya Indo di negeri Belanda kala itu.
Bintang tamunya biasanya seniman Belanda kelahiran Indonesia, contohnya seperti Guus Becker yang kelahiran Batavia/Jakarta atau Willem Nijholt kelahiran Gombong, Jawa Tengah.

Pasangan selebritas Indonesia, Frans Tumbuan (alm) dan Rima Melati, juga pernah mendapat kesempatan sebagai bintang tamu.
Saat itu Rima Melati memang mendapatkan perhatian dari warga negeri kincir angin karena turut membintangi film Belanda, Max Havelaar of de koffieveilingen der Nederlandsche handelsmaatschappij yang tayang pada 1976.
Tamu yang hadir pada setiap episode The Late Late Lien Show akan dijamu makanan ringan khas Indonesia dan menceritakan kehidupan masa lalu (tempo doeloe) yang menyenangkan di Hindia Belanda.
Pada akhir acara Van Dort akan bernyanyi lagu-lagu nostalgia tentang Indonesia bersama bintang tamu.
Van Dort sendiri banyak menyanyikan lagu mengenai kebudayaan dan kerinduannya dengan Indonesia.
Salah satu lagu yang paling dikenal adalah Geef Mij Maar Nasi Goreng (Berikan Aku Nasi Goreng) yang digubahnya pada 1977, berikut liriknya:
- Toen wij repatrieerden uit de gordel van smaragd
- Dat Nederland zo koud was hadden wij toch nooit gedacht
- Maar ‘t ergste was ‘t eten. Nog erger dan op reis
- Aardapp’len, vlees en groenten en suiker op de rijst
- Geef mij maar nasi goreng met een gebakken ei
- Wat sambal en wat kroepoek en een goed glas bier erbij
- Geef mij maar nasi goreng met een gebakken ei
- Wat sambal en wat kroepoek en een goed glas bier erbij
- Geen lontong, sate babi, en niets smaakt hier pedis
- Geen trassi, sroendeng, bandeng en geen tahoe petis
- Kwee lapis, onde-onde, geen ketella of ba-pao
- Geen ketan, geen goela-djawa, daarom ja, ik zeg nou
- Ik ben nou wel gewend, ja aan die boerenkool met worst
- Aan hutspot, pake klapperstuk, aan mellek voor de dorst
- Aan stamppot met andijwie, aan spruitjes, erwtensoep
- Maar ‘t lekkerst toch is rijst, ja en daarom steeds ik roep
Terjemahan:
- Saat kami tiba dari Indonesia
- Kami tidak pernah tahu bahwa Belanda begitu dingin
Yang paling buruk adalah makanannya, lebih buruk dari makanan yang kami dapat selama di perjalanan - Kentang, daging dan sayuran dan nasi dengan gula.
- Beri saja aku nasi goreng dengan telur dadar
- dengan sambal dan kerupuk dan segelas bir
- Beri saja aku nasi goreng dengan telur dadar
- dengan sambal dan kerupuk dan segelas bir
- Tidak ada lontong, sate babi, tidak ada rasa pedas
- tidak ada terasi, serundeng, bandeng, dan tahu petis
- Kue lapis, onde-onde, tidak ada ketela pohon atau bakpau
- Tidak ada ketan, tidak ada gula jawa, jadi aku berkata
- Namun sekarang aku telah beradaptasi dengan kubis dan buncis
- hutspot (masakan khas Belanda), dengan parutan kelapa dan susu
- Stamppot (masakan khas Belanda) dengan sayuran andijwie (endive), spruitjes (sejenis kubis dari Belgia), dan sup erwtens (ercis)
- apa pun itu, nasi tetaplah yang terbaik. Jadi aku selalu berkata:
Karena konsistensinya dalam memperkenalkan kultur Indo, pada 29 April 1999 Van Dort dianugerahi penghargaan Ksatria Bintang Jasa Oranye-Nassau.
Pada 2018, Van Dort kembali ke Surabaya untuk nyekar makam ayahnya Theo van Dort yang wafat pada 1945.
Pada tahun yang sama, seorang wartawan Belanda, Hans Visser, menerbitkan buku tentangnya dengan judul Wieteke van Dort: Kind van Twee Culturen; Een familiekroniek.
Baca Juga:
- Suriname dan Kedekatannya dengan Didi Kempot
- Melihat Geliat Bisnis Bioskop di Indonesia Sejak Zaman Dulu
- Rekam Kekejaman Westerling, Belanda-Indonesia Produksi Film De Oost
- Permen Davos, Permen Mint Jadul nan Legendaris Asli Jawa Tengah
- Nasi Goreng Indonesia, dari Sejarah hingga Menu Kesukaan Barack Obama
Referensi: Zwarketat.nl | IMDB.com | Sejarah.fib.ugm.ac.id | Wietekevandort.nl | Retro.nrc.nl | Youtube.com/@Redaksi Jtv | Ridwan Saidi, "Memori Jakarta"
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News