Cantik Ala Suku Dayak Yang Hampir Punah

Cantik Ala Suku Dayak Yang Hampir Punah
info gambar utama

Kecantikan perempuan Indonesia bisa dilihat dari beberapa perspektif. Apalagi Indonesia kaya akan suku bangsa. Di setiap suku, pastinya memiliki penilaian yang berbeda mengenai kecantikan pada perempuan.

Salah satunya suku Dayak di Kalimantan. Kecantikan perempuan di etnis Dayak ini tidak dinilai dari rupa, tetapi dari telinganya. Suku Dayak memiliki tradisi unik, yaitu menindik telinga dengan anting logam atau emas sebagai simbol kecantikan mereka. Tradisi menindik itu dinamakan telingaan aruu.

Telingaan aruu ini nantinya di setiap logam pada telinganya akan selalu bertambah di tiap tahunnya. Sehingga, lubang telinga pun akan semakin besar dan melebar hingga membuat telinga menjadi memanjang.

Konon, pemasangan anting-anting ini dilakukan sejak bayi. Di awali dengan ritual nucuk penikng atau penindikan daun telinga, dan tentunya anting-anting saat bayi berbeda dengan anting-anting saat dewasa.

Awalnya, proses penindikan memang dilakukan menggunakan jarum, tetapi lubang tindikan mulanya diberi hiasan berupa benang untuk pengganti anting-anting sampai luka tindikan sembuh.

Setelah luka tindikan sembuh, benang akan diganti dengan pintalan kayu gabus, yang seminggu sekali diganti dengan ukuran lebih besar. Dengan cara inilah pintalan kayu gabus menjadi berkembang saat terkena air, sehingga lubang anting-anting pun membesar.

Lubang yang mulai membesar itu barulah digantungi anting-anting berbahan tembaga yang disebut belaong. Jenis anting pada tradisi ini secara umum dibagi menjadi dua, yaitu hisang semhaa dan hisang kavaat. Hisang semhaa, dipasang di sekeliling lubang daun telinga, sedangkan hisang kavaat dipakai pada lubang daun telinga.

Bagi mereka, ketika telinganya memanjang mereka akan merasa sebagai perempuan yang cantik seutuhnya. Makin panjang telinga, maka akan semakin cantik.

Female Dayak Elders With Long Earlobes | Foto: istockphoto.com
info gambar

Sebagai simbol kebangsaanan dan kecantikan

Daun telinga yang panjang ini tidak diperuntukkan untuk perempuan Dayak saja, tetapi juga untuk laki-laki. Bagi suku Dayak Kenyah, telinga kuping yang panjang menunjukkan bahwa orang tesebut berasal dari kalangan bangsawan.

Sementara bagi perempuan, telinga yang panjang menunjukkan apakah dia merupakan dari kalangan bangsawan atau budak karena kalah perang atau tidak mampu membayar hutang.

Di kalangan masyarakat Dayak Kenyah, pemanjangan kuping daun telinga ini biasanya menggunakan pemberat berupa logam berbentuk lingkaran gelang atau gasing berukuran kecil.

Antara perempuan dan laki-laki tentunya memiliki aturan panjang telinga yang berbeda. Kaum perempuan boleh memanjangkan telinganya hanya sebatas dada, sedangkan laki-laki tidak boleh memanjangkan telinganya melebihi bahunya.

Tak hanya itu, gaya memakai anting yang digunakan juga berbeda-beda. Biasanya tertuju pada perbedaan strata sosial dan jenis kelamin. Untuk kaum bangsawan gaya antingnya tentu tidak boleh dipakai oleh orang-orang biasa.

Sebagai simbol kesabaran dan usia

Tradisi Anting Suku Dayak | Foto: aamina1panhwar.blogspot.com
info gambar

Suku Dayak Iban lubang telinga lebih membentuk huruf O bukan memanjang, mereka juga mempercayai bahwa pemberat telinga atau anting-anting yang digunakan ini merupakan bentuk latihan kesabaran dan ketahanan akan penderitaan maupun rasa sakit.

Daun telinga yang memanjang nantinya ini dapat memendek setelah belasan tahun hingga puluhan tahun tidak menggunakan hisang kavaat.

Bagi suku Dayak yang berada di desa-desa di hulu Sungai Mahakam, telinga panjang digunakan sebagai identitas yang menunjukkan umur seseorang.

Tidak semua subetnik Dayak di Kalimantan melakukan pemanjangan telinga, hanya ada berapa kelompok suku, diantaranya Dayak kenyah, Kayaan, Iban, dan Taman.

Namun sayangnya, tradisi ini tidak lagi atau jarang dilakukan, khususnya bagi generasi muda Dayak meski mereka tinggal di pedalaman, hanya ada sedikit orang dayak yang masih memiliki telinga panjang, telingaan aruu, umumnya ada pada generasi tua.

Kawan GNFI bisa menemuinya di salah satu kampung Teras Nawang yang dihuni sekitar 700 penduduk. Kampung Teras Nawang ini merupakan kampung pedalaman suku Dayak Kenyah yang berada di Sungai Kelay, Kecamatan Tanjung Palas.

Kehidupan masyarakat di tempat ini masih berjalan berdampingan dengan tradisi dan kultur lokal yang masih lengkap dengan upacara adat dan tari-tarian. Kampung yang baru dibuka pada tahun 1980-an ini memiliki sekitar 20 orang nenek yang memiliki telinga panjang.

Adanya arus modernisasi, identitas telingaan aruu mulai punah. Walaupun Nucuk penikng atau penindikan masih tetap dilakukan, tetapi generasi muda Dayak saat ini lebih memilih perhiasan yang menyerupai daun telinga panjang lengkap dengan hisang kavaat-nya.*

Sumber : elib.unikom.ac.idmerahputih.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini