Tak Selenggarakan Grebeg Syawal, Kraton Jogja Tetap Jaga Budaya

Tak Selenggarakan Grebeg Syawal, Kraton Jogja Tetap Jaga Budaya
info gambar utama

Yogyakarta memang kota yang selalu dirindukan. Beragam tradisi dan budaya yang telah dilakukan secara turun temurun menjadi daya tarik tersendiri dari kota itu, terutama bagi para wisatawan.

Menjelang Hari Raya Idul Fitri seperti saat ini, salah satu tradisi yang biasanya dilakukan ialah Grebeg atau Garebeg.

Tradisi yang digelar oleh Keraton Yogyakarta ini merupakan bagian dari sedekah rakyat yang pelaksanaanya sebanyak tiga kali, yaitu Grebeg Syawal, Grebeg Besar, dan Grebeg Mulud.

Grebeg Mulud (Maulud) dihelat setiap 12 Rabiul Awal untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. Sementara Grebeg Syawal dilaksanakan setiap tanggal 1 Syawal untuk menandai berakhirnya bulan Ramadan. Terakhir, Grebeg Besar yang dihelat setiap tanggal 10 Dzulhijjah (Besar) untuk memperingati Hari Raya Idul Adha.

Tradisi Grebeg Syawal merupakan bentuk wujud syukur atas masih diberikannya kesempatan untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri, setelah sebulan lamanya menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan.

Prosesi Grebeg Syawal dimulai dengan terlebih dahulu mempersiapkan tujuh gunungan. Tujuh gunungan itu disebut Numplak Wajikyang persiapannya dilakukan oleh Keraton Yogyakarta.

Numplak Wajikdilaksanakan tiga hari sebelum grebeg dilakukan di Panti Pareden, Pelataran Kemagangan. Upacara ini merupakan tanda dimulainya proses merangkai gunungan. Numplak Wajik mulai dipersiapkan pada sore hari selepas waktu Ashar, sekitar pukul 15.30 WIB.

numplak wajik
info gambar

Istilah numplak wajik mengacu pada inti kegiatan tradisi tersebut. Sebakul wajik, kue dari ketan yang direbus dengan gula merah dan santan kelapa, ditumplak (dituang) untuk dijadikan pondasi yang disebut gunungan wadon.

Selama upacara berlangsung, diiringi oleh gejog lesung atau bunyi dari lesung yang dipukul menggunakan alu. Saat selesai, lulur berwarna kuning pucat yang terbuat dari dlingo dan bengle dibagikan kepada abdi dalem maupun pengunjung yang hadir. ''Gejog lesung dan lulur dlingo bengle tersebut dipercaya sebagai penolak bala,'' seperti dikutip dari Kratonjogja.id.

Ketujuh gunungan yang telah dipersiapkan tadi, terdiri dari tiga Gunungan Kakung, Gunungan Gepak, Gunungan Estri, Gunungan Darat dan Gunungan Pawuhan. Tujuh gunungan hasil bumi tadi nantinya akan diarak ke sejumlah tempat yang telah ditentukan.

Tak hanya gunungan, prajurit Keraton Yogyakarta juga turut diarak dalam acara Grebeg Syawal tersebut. Tentu saja, momen Grebeg Syawal ini menjadi momen yang paling dinantikan oleh warga masyarakat ketika lebaran. Karena, pada saat itu, masyarakat mendapatkan kesempatan untuk ‘ngalap berkah’ dari gunungan yang disediakan.

Gunungan-gunungan itu diarak ke Masjid Gedhe Kauman untuk didoakan. Kemudian, tiga Gunungan Kakung akan diarak ke tiga tempat yang berbeda yaitu Pura Pakualaman, Masjid Gedhe Kauman dan juga Kepatihan.

Pada saat inilah, sisa gunungan tadi akan dibagikan ke masyarakat dengan cara diperebutkan atau ‘nggrebeg’. Momen nggrebeg inilah yang sangat dirindukan oleh masyarakat Yogyakarta dan para wisatawan yang sedang berkunjung ke sana.

Tak Bisa Dilaksanakan

Namun, di tengah masih maraknya kasus pandemi Covid-19 sekarang ini. Keraton Yogyakarta memutuskan untuk meniadakan Hajad Dalem Garebeg Syawal yang seharusnya berlangsung pada Minggu 24 Mei 2020 atau 1 Syawal Wawu 1953/1441 H.

Keputusan tersebut diambil sebagai salah satu upaya pencegahan memutus rantai penyebaran Covid-19. Prosesi numplak wajik yang sedianya digelar tiga hari sebelum pelaksanaan Grebeg Syawal, kabarnya juga tidak akan diselenggarakan.

''Keputusan tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya pencegahan terhadap risiko penyebaran Covid-19 yang dapat terjadi dalam kerumunan massa,'' terang Pengageng Kawedanan Hageng Panitrapura Keraton Yogyakarta, GKR Condrokirono seperti dikutip dari Kompas.com, Kamis (21/5/2020).

GKR Condrokirono mengatakan, keputusan tersebut merupakan bentuk kepekaan Keraton Yogyakarta dalam menaati imbauan dari pemerintah pusat. Selain itu, Keraton Yogyakarta juga telah melakukan langkah-langkah preventif seperti penyemprotan disinfektan.

Penyemprotan ini menyasar seluruh lingkungan Keraton Yogyakarta. Tidak hanya itu, Keraton Yogyakarta juga menyediakan alat pelindung diri bagi para Abdi Dalem. ''Menyediakan alat pelindung diri bagi para Abdi Dalem seperti masker dan hand sanitizer,’’ jelasnya.

Giat Unggah Konten Budaya

Kegiatan lain yang juga diliburkan sementara adalah pementasan reguler di Bangsal Srimanganti. Meski banyak kegiatan di keraton diliburkan untuk sementara waktu, tapi proses pembelajaran budaya mengenai Keraton Yogyakarta tidak lantas terhenti.

Di masa pandemik ini, Keraton Yogyakarta justru semakin giat menghadirkan konten-konten edukasi melalui akun Youtube Keraton Yogyakarta yang dikelola oleh tepas Tandha Yekti.

Pengageng Tepas Tandha Yekti, GKR Hayu mengatakan, sejak akhir Maret 2020 hingga kini, media sosial dan Youtube Keraton Jogja telah mengunggah beragam konten budaya seperti lomba tari online Beksan Nir Corona, Tutorial Tayungan, serta Tutorial Macapat.

Ketiganya merupakan beberapa kegiatan yang berada di bawah naungan KHP Kridomardowo. Tujuan semakin digiatkannya penyebaran konten semacam itu adalah sebagai sarana edukasi virtual mengenai Keraton Yogyakarta.

"Konten tersebut diharapkan dapat menjadi referensi kegiatan yang dapat dilakukan masyarakat sembari tetap berada di rumah," kata GKR Hayu.

Baca juga:



Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini