Sagu, Alternatif Pangan Lokal dari Indonesia Timur

Sagu, Alternatif Pangan Lokal dari Indonesia Timur
info gambar utama

Demi mengantisipasi kemungkinan krisis pangan yang terjadi akibat pandemi Covid-19. Berbagai langkah telah disiapkan oleh pemerintah untuk menjaga ketersediaan stok pangan. Langkah yang tengah gencar dilakukan pemerintah adalah dengan mengembangkan varietas pangan lokalsebagai upaya diversifikasi pangan.

Dalam upaya diversifikasi pangan tersebut, salah satu pangan lokal Indonesia yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai alternatif makanan pokok pengganti beras adalah sagu.

Sudah sejak lama, sagu merupakan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia yang tinggal di sebagian besar wilayah Indonesia Timur, khususnya Maluku dan Papua. Masyarakat di sana umumnya mengenal sagu dalam struktur makanan utama mereka ketimbang nasi.

Sebagai makanan pokok, sagu banyak tumbuh di hutan atau lingkungan sekitar tempat mereka hidup. Ada yang tumbuh liar, tapi ada pula yang memang sengaja ditanam.

Sagu dihasilkan dari pohon rumbia atau olahan batang pohon sagu (Metroxylon sagu Rottb). Biasanya tumbuhan pangan ini hidup di sekitar tepian sungai atau wilayah dengan kadar air cukup tinggi seperti rawa. Pohon sagu dapat tumbuh hingga mencapai 30 meter. Dari satu pohon saja, dapat menghasilkan 150-300 kilogram bahan baku tepung sagu.

Untuk mendapatkan tepung sagu yang berkualitas, umumnya masyarakat Indonesia Timur mencari sendiri hingga ke hutan-hutan. Namun, bagi mereka yang sudah tinggal di perkotaan, sagu bisa mereka dapatkan di pasar-pasar.

Secara tradisional, masyarakat Indonesia Timur yang tinggal di pelosok, masih melakukan produksi sagu sendiri. Masyarakat di sana, biasanya mencari pohon-pohon sagu berkualitas hingga ke daerah aliran sungai dan rawa-rawa yang ada di pedalaman hutan.

Mengolah Sagu Sebagai Budaya

sagu
info gambar

Bagi masyarakat Indonesia Timur, sagu merupakan makanan pokok yang sangat mudah diolah dan ditemukan. Karena sudah menjadi tradisi turun-temurun, umumnya masyarakat asli Indonesia Timur lebih menyukai sagu ketimbang beras untuk dijadikan makanan pokok mereka.

Dalam Jurnal Ilmiah bertajuk Sagu Sebagai Makanan Rakyat dan Sumber Informasi Budaya Masyarakat Inanwatan: Kajian Folklor Non Lisan yang ditulis oleh Quin D. Tulalessy dari Jurusan Bahasa, Pendidikan Bahasa Indonesia, FKIP UNIPA Manokwari. Sagu, dikatakan lebih dari sekedar makanan, ia juga menjadi sumber informasi budaya manusia yang merupakan suatu kolektivitas (kelompok) yang menyatakan identitas (jati dirinya).

Menurutnya, sebagai sumber informasi budaya, pengetahuan mengenai proses pengolahan sagu diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi. Karena itu, tidak heran jika masyarakat Indonesia Timur, khususnya Papua, sangat akrab dengan sagu dan cara mengolahnya untuk dijadikan sumber makanan pokok.

Untuk mengolah batang pohon sagu hingga menjadi tepung. Dibutuhkan beberapa proses yang harus dilalui sampai tepung sagu menjadi makanan yang siap disantap. Masyarakat biasanya mulai berangkat mencari pohon sagu yang berkualitas sejak pagi hari.

Umumnya mereka tidak pergi sendiri, tapi secara berkelompok. Mereka berjalan menyusuri hutan, daerah aliran sungai, hingga rawa-rawa demi mendapatkan pohon sagu yang berkualitas.

Dalam memilih pohon sagu yang berkualitas, para pencari sagu dengan cermat memperhatikan batang sagu yang memiliki diameter cukup besar dan terlihat kokoh. Semakin besar batangnya, maka semakin tua usia pohon tersebut dan berarti mempunyai kualitas sagu yang baik.

Walaupun dalam memilihnya tampak mudah, tapi tetap saja batang sagu tersebut harus diperiksa kondisinya karena tidak boleh ada bagian yang busuk sedikitpun.

Setelah mendapat batang sagu yang berkualitas, masyarakat biasanya akan mulai penebangan pohon sagu. Kemudian batang sagu hasil tebangan itu dipotong-potong menjadi beberapa bagian.

sagu
info gambar

Proses selanjutnya adalah memisahkan kulit luarnya untuk diambil bagian daging batangnya. Bagian dalam yang merupakan daging itulah yang akan menjadi tepung sagu nantinya. Bagian dalam batang yang baik umumnya berwarna putih dengan serat-serat coklat muda.

Bagian daging dari batang sagu itu lalu digerus dengan mesin atau dicacah secara tradisional dengan menggunakan kapak maupun alat tradisional lainnya. Proses pencacahan itu akan diulang 2-3 kali sampai benar-benar mendapatkan bakal sagu yang halus.

Kemudian, bakal sagu yang telah halus tadi, akan disaring lalu diendapkan selama semalam. Bagian terakhir hasil saring tersebut akan menjadi tepung sagu yang masih berupa gumpalan atau batangan. Dari situ, tepung sagu siap diolah menjadi berbagai jenis makanan olahan.

Alternatif Pangan

papeda dan ikan kuah kuning
info gambar

Makanan olahan berbahan dasar sagu yang paling terkenal dari wilayah Indonesia Timur adalah papeda. Papeda merupakan bubur sagu dengan tekstur yang kental seperti lem. Papeda biasa disantap dengan ikan tongkol yang dibumbui kunyit atau disebut ikan kuah kuning. Menu papeda dan ikan kuah kuning ini, sangat populer di daerah Maluku dan Papua.

Dalam sejarah Papua, papeda dikenal luas dalam tradisi masyarakat adat Sentani dan Abrab di Danau Sentani dan Arso, serta Manokwari. Makanan ini, kerap hadir pada saat acara penting yang sedang berlangsung di wilayah-wilayah tersebut. Berdasarkan berbagai peringatan penting tersebut, papeda masuk dalam daftar kuliner bersejarah yang dibuat dalam tradisi masyarakat setempat.

Selain papeda ada juga makanan lain yang terbuat dari sagu. Sebut saja sagu lempeng, sagu gula, sagu avatar, dan makanan lainnya.

Banyak makanan yang dapat dihasilkan dari sagu karena kemudahan dalam mengolahnya. Selain itu, karena sagu kaya akan karbohidrat, sudah tentu makanan ini dapat menjadi alternatif pengganti nasi yang cukup mengenyangkan. Meski kaya karbohidrat, tapi sagu sangat cocok bagi penderita diabetes karena memiliki kadar gula dan lemak yang rendah.

Sagu merupakan satu dari sekian banyak makanan asli Nusantara yang dapat menjadi alternatif bagi pemenuhan kebutuhan pokok. Potensi ini semestinya dapat lebih dioptimalkan sebagai cadangan makanan pokok bila suatu saat nanti persediaan beras menipis.

Apalagi jika mengingat ancaman krisis pangan akibat pandemi Covid-19 ini. Sagu, bisa menjadi sumber pangan lokal yang menyehatkan dan dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan.

Referensi: Mongabay.co.id | Papuanews.id | Kebudayaan.kemdikbud.go.id | Gatra.com |Mediaindonesia.com | Indonesiakaya.com | Quin D. Tulalessy,“Jurnal Ilmiah: Sagu Sebagai Makanan Rakyat dan Sumber Informasi Budaya Masyarakat Inanwatan: Kajian Folklor Non Lisan.”



Baca juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini