Dikeluarkan dari Proyek Strategis Nasional, Pesawat R80 Akan Tetap Mengangkasa

Dikeluarkan dari Proyek Strategis Nasional, Pesawat R80 Akan Tetap Mengangkasa
info gambar utama

B.J. Habibie menitipkan harapan besar pada keberlanjutan proyek pesawat R80, demi mencegah habisnya generasi dirgantara yang sudah susah payah dididik sejak era 1950-an.

Kalimat tersebut GNFI kutip dari tulisan Kompas.com yang berjudul "Titip Asa Dirgantara pada Pesawat R80 Habibie (Terakhir)".

"Jika pesawat R80 tidak terwujud, pembuatan pesawat terbang di bumi Indonesia berakhir. Tidak ada sumber daya manusia terbarukan, tidak ada motivasi."

Begitulah ungkapan tegas Habibie di kediamannya di Jakarta, Kamis (28/9/2017) kala dirinya bersama putranya, Ilham Akbar Habibie, memberikan keterangan mengenai proyek dan pengembangan pesawat R80.

"Kita bangkit kembali. It’s your future. Saya merasa berdosa kalau saya masa bodoh dengan perkembangan dirgantara Indonesia,’" ungkapnya lagi sebelum menyematkan kalimat, "Bahwa sejatinya pesawat ini rakyat yang memilikinya."

Namun, belum sempat R80 berwujud sempurna, Habibie tidak akan pernah melihat burung besi hasil pemikirannya itu terbang di langit Indonesia.

Rabu, 11 September 2019, pukul 18.05 WIB, di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Habibie menghembuskan napas terakhirnya dalam usia 83 tahun.

Sejak kepergian Habibie, banyak peristiwa yang terjadi. perang dagang Amerika vs Cina, pandemi Covid-19, dan terakhir pencabutan status Proyek Strategis Nasional (PSN) pada pesawat R80. Padahal tahun 2020 ini pembangunan prototipe pesawat sedang berjalan.

Bagaimana kabar pesawat R80 sekarang?

Soal Pencabutan Status Proyek Strategis Nasional

R80 Jadi Proyek Strategis Nasional
info gambar

29 Mei 2020 silam, saat rapat dengan Presiden Jokowi usai, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto, mengatakan terkait tiga proyek pengembangan drone yang akan dilanjutkan dan akan dikembangkan lebih dulu.

"Terkait dengan tiga proyek pengembangan drone itu sebagai pengganti proyek dikeluarkan antara lain R80 dan N245,’’ katanya dikutip Kompas.com.

Presiden Jokowi akhirnya memutuskan hanya akan melanjutkan beberapa pengerjaan PSN di tengah belum selesainya persoalan pandemi Covid-19. Dari rencana semula sebanyak 245 proyek, diputuskan hanya 89 yang akan dilanjutkan.

Sayang, R80 tidak termasuk di dalamnya. Kabar ini mengejutkan beberapa kalangan, termasuk masyarakat.

Masih teringat ketika Habibie memberikan motivasi kepada masyarakat untuk mendukung pembangunan R80 sebagai tanda kebangkitan teknologi industri pesawat terbang Indonesia. Masih teringat juga janji Habibie yang akan menempelkan para foto donatur di badan pesawat R80.

Bukan soal jumlah uang memang…

"Jumlah sumbangannya bebas, seribu perak, dua ribu perak, silahkan. Yang penting bagi kami terkumpul satu juta orang saja yang tercatat memberikan dukungan, itu sudah sangat berarti bagi kami,’’ ujar Ilham Akbar Habibie, anak sulung Habibie dan pemilik PT Regio Aviasi Industri yang merupakan perusahaan swasta untuk pengambangan pesawat R80, dikutip DW.com (8/01/2018).

--

Tepat dua hari sebelum pengumuman yang disampaikan oleh Menteri Airlangga, pada 27 Mei, GNFI berkesempatanmelakukan wawancara eksklusif dengan Ilham Akbar Habibie mengenai keberlanjutan R80.

Saat disinggung mengenai status R80 yang menjadi salah satu PSN, Ilham sudah menegaskan bahwa pelabelan PSN bukan berarti pemerintah akan memberikan dana.

"Bantuannya tidak menjanjikan dana. Tidak pernah. Kita selama ini tidak pernah dapat uang dari pemerintah. Tidak ada keharusan dari pemerintah untuk mendanai proyek ini, ujar Ilham.

Dia melanjutkan, "Ini lebih ke dukungan moril dan tambahan fasilitas kalau kita mau bertemu dengan investor dari luar [negeri]. Dan itu sudah berulang kali terjadi. Kadang ada pejabat pemerintah yang mendampingi kita,"

Wawancara Eksklusif Redaksi GNFI dengan Ilham Akbar Habibie
info gambar

Mengapa status PSN ini dibutuhkan?

Ilham menjawab, "Ini soal keberpihakan."

Direktur Utama PT Regio Aviasi Industri (RAI), Agung Nugroho, juga menegaskan bahwa pencabutan PSN tidak akan menjadi alasan utama pembuatan R80 dihentikan.

"Tapi yang jelas penghentian PSN itu tidak sama dengan penghentian dukungan pemerintah. Ini nggak mudah untuk mencerna, tapi masyarakat harus diedukasi bahwa ada banyak mekanisme pemerintah untuk membantu industri. Salah satunya adalah PSN, tapi PSN tidak satu-satunya,’’ ungkap Agung dikutip CNBC Indonesia.

Faktanya, pencabutan R80 menjadi PSN bukan satu-satunya masalah yang dihadapi sehingga membuat perwujudan dan pengembangan R80 tertunda.

Pandemi? Tentu saja sangat memengaruhi.

Tapi ada hal lain. Masyarakat Indonesia perlu bersabar untuk melihat pesawat hasil karya anak negeri ini. Ilham bahkan mengaku ada sebuah hikmah dari penundaan perilisan R80 yang dijadwalkan akan terbang perdana 2025 mendatang.

Apa Kabar Pesawat R80?

Pesawat R80
info gambar

"Kita belum dalam posisi membangun prototipenya sama sekali karena kurang uang," ungkap Ilham kepada GNFI (27/6) saat ditanya mengenai kabar pembuatannya.

Yang dimaksud Ilham kurang uang ini adalah pendanaan yang dibutuhkan belum bisa terpenuhi secara menyeluruh. Salah satu penyebab yang paling disoroti adalah pandemi Covid-19 yang mengguncang berbagai sektor bisnis di seluruh dunia. Tak terkecuali industri pesawat terbang.

"Pada masa pandemi ini dunia ekonomi mengalami perubahan global yang drastis. Jadi, pola penerbangan ke depan pun akan berubah sekali. Banyak airlines yang saat ini kita lihat bangkrut. Banyak perusahaan-perusahaan dirgantara di dunia ini akan sangat kesulitan, termasuk Airbus," jelas Ilham.

Memang, perusahaan raksasa aeronautika dunia itu juga mengalami guncangan yang hebat. Presiden Eksekutif Airbus, Guillaume Faury sendiri bahkan pernah menuliskan surat khusus kepada para karyawannya dengan menyebutkan bahwa perusahaan sedang di bawah ancaman.

"Perusahaan telah memangkas produksi lebih dari sepertiga,’’ ungkap Guy Shone, CEO Airbus dikutip Euronews. Padahal, Airbus baru saja merasakan posisi di atas angin setelah mencapai rekor harga saham tertinggi sepanjang 2019.

Kembali pada persoalan R80, Ilham mengaku sulit untuk memprediksikan kapan dan bagaimana pembuatan R80 dapat dilanjutkan.

"Jadi untuk saya memprediksikan bagaimana dengan rencana rinci dari segi waktu, saya mohon maaf saya tidak mampu. Dalam hal ini saya hanya bisa katakan kita masih dalam keadaan fase merapikan dan menyelesaikan pendanaan," akunya.

Apalagi di tengah pandemi Covid-19 seperti ini, seakan tidak ada yang bisa memprediksi kapan bisa berakhir. Ini akan berimbas pada perencanaan perusahaan yang juga dikhawatirkan belum dapat diprediksi.

Terkait pendanaan, Ilham juga mengaku bahwa persoalan ini tidak semudah meminjam modal ke bank seperti yang perusahaan-perusahaan lakukan pada umumnya.

"Bank nggak akan bisa me-funding sesuatu yang bersifat pengembangan. Nggak bisa ngutang seperti pada umumnya. Karena ini kita belum produksi.’’

Yang Ilham upayakan saat ini adalah pendanaan dari sisi ekuitas, yaitu penjualan saham. Ini merupakan hal yang lazim dilakukan oleh perusahaan mana pun di seluruh dunia.

Namun kembali lagi, pandemi Covid-19 yang menghalangi upaya tersebut karena keadaan seperti ini membuat sebagian perusahaan akan memprioritaskan pendanaan untuk keberlangsungan mereka sendiri.

"Sebelum Covid saja [sebenarnya] sudah banyak ketidakpastian,’’ lanjut Ilham.

Perang dagang antara AS-Cina menjadi awal ditundanya perilisan pesawat R80. Perang dagang antara kedua perekonomian terbesar itu membuat sektor bisnis sudah dibayangi ketidakpastian—bahkan sebelum terjadi pandemi Covid-19.

Hikmah dari Tertundanya Rilis R80

Pesawat R80
info gambar

Sektor bisnis maskapai penerbangan menjadi salah satu sektor bisnis yang sangat terpukul dengan kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang. Setidaknya selama tiga bulan tidak ada penerbangan sama sekali. Masyarakat, diakui Ilham, pasti akan lebih berhati-hati untuk menggunakan jasa transportasi udara ini.

Melihat kondisi tersebut, Ilham mengaku, akan melakukan beberapa perubahan pada produk R80. Salah satunya, antisipasi pembatasan sosial yang diperkirakan akan terus diberlakukan.

Ilham juga merasa ada hikmah lain. Kondisi seperti sekarang seperti memberikan kesempatan kepada tim pengembangan pesawat R80 untuk menyempurnakan teknologi yang akan membuat R80 semakin spesial.

Yaitu, membuat R80 menjadi pesawat hibrida komersil pertama di dunia, dengan menerapkan sebuah teknologi dan sistem yang disebut propulsi elektrik. Ini merupakan teknologi yang nantinya dipakai pada sistem baling-baling pesawat R80.

Ilham menjelaskan bahwa pesawat R80 akan dirancang menggunakan dua sistem, yaitu sistem pembakaran bahan bakar seperti biasa dan penggunaan sistem elektrik.

"Kita tahu bahwa ke depan kita harus membuat pesawat ini hibrida. Ada waktunya kita menggunakan motor atau engine konvensional yang membakar bahan bakar berdasarkan minyak. Ada juga waktunya dimana, terutama saat take off, kita menggunakan physical dynamics. Itu sudah menggunakan tambahan hanya dengan elektrik," jelas Ilham.

Selain itu, sistem tersebut juga dinilai bisa membantu maskapai penerbangan mendapat keuntungan lebih. Itu karena selama ini biaya operasional maskapai, diungkap Ilham, banyak dikeluarkan untuk bahan bakar.

"Jadi biaya operasional mereka itu hampir 40 persen ada di bahan bakar. Profit airlines itu kadang ya cuman segitu, lima persen, empat persen. Kalau kita bisa mengurangi 10 persen dari 40 persen, itu nanti sangat membantu untuk mereka lebih irit dan lebih menguntungkan sehingga mereka bisa berkembang dengan baik. Jadi aspek keiritan dari propulsi itu satu hal yang sangat penting. Maka itu kita sangat memperhatikan ini."

Dengan misi tersebut, Ilham juga menjelaskan kalau teknologi tersebut belum sepenuhnya matang. Pengembangannya pun tertunda karena masih terdampak kondisi global yang tidak menentu seperti sekarang.

Meski pengujian dan pengembangannya cenderung terhambat, tetapi upaya tersebut masih dijalankan oleh Ilham dan timnya. Mengingat belum sampai pada tahap penjualan.

"Katakanlah kalau kita nunggu enam, tujuh, delapan tahun lagi, pasti teknologinya sudah matang. Jadi perhitungan kita, pada waktu kita rilis produk kita, teknologi propulsi elektrik itu sudah sedemikian rupa matang, sehingga kita bisa menggunakannya, sudah bisa komersial,’’ ungkap Ilham

Inikah yang disebut hikmah pandemi?

"Ya! Betul betul!" kata Ilham, "Jadi ini ada beberapa hikmah dari keadaan ini karena kita juga sudah bisa memperhatikan keharusan standar-standar dunia terhadap higienitas. Higienitas pesawat terbang termasuk dengan penumpang itu kita harus perhatikan dari awal.’’

Terkait pengembangan teknologi propulsi yang disebutkan, Ilham pun optimistis bahwa teknologi tersebut akan lebih matang nantinya.

R80 Bakal Jadi Pesawat Hibrida Komersil Pertama di Dunia

Saat R80 ini dikenalkan kepada masyarakat pada 2025 mendatang seharusnya kita bisa melihat pesawat karya anak Indonesia itu terbang di langit Indonesia. Namun, menanti delapan tahun lebih lama tentu bukan hal yang buruk.

Bukan hanya sekadar pesawat terbang biasa, tapi pesawat terbang itu ternyata jauh lebih spesial. Teknologi propulsi elektrik di dalamnya yang membuat R80 ini spesial.

Mengapa?

"Ini sangat inovatif, loh. Di dunia kalau kita berhasil dengan ini, belum ada pesawat terbang hibrida di kelas kita. Yang ada cuman [pesawat] kecil, kayak cuman untuk empat penumpang, dua penumpang, paling banyak 10 penumpang. Tapi yang jelas kalau sudah puluhan penumpangnya di airlines belum ada."

Terkait jumlah penumpang, Ilham juga mengungkapkan ada perubahan jumlah. Semula pesawat ini akan dibuat untuk mengangkut 80 penumpang (itulah sebabnya diberikan nama R80), namun kata Ilham, "Mungkin hanya 50 dulu, ya. Kemudian nanti lebih besar.’’

Mengutip Alinea, Ilham pernah menyampaikan bahwa di kelasnya, R80 ini akan bersaing dengan pesawat ATR dan Bombardier Dash-8 dari pabrikan asal Prancis dan Kanada. Teknologi propulsi elektrik itulah yang menjadi salah satu keunggulan sehingga akan terjadi efisiensi bahan bakar dengan daya angkut pesawat yang lebih besar.

Saat ditanya apakah R80 akan menyasar pasar luar negeri, Ilham menjawab akan mengutamakan pasar dalam negeri dulu.

"Semua begitu, mau Boeing atau apa, yang namanya lounge customer itu selalu dalam negeri [dulu]. Jadi, kita tidak pernah menawarkan ke luar negeri dulu karena kita mau memapankan produk kita di dalam negeri.’’

Meski demikian, masih mengutip Alinea, Ilham tak menafikan potensi pasar pesawat ini yang tidak terbatas pasar dalam negeri. Negara-negara kepulauan yang memiliki kondisi geografis serupa Indonesia, bisa menjadi target pemasaran.

"Di antaranya Filipina, Vietnam, dan Thailand. Selain Asia juga di Afrika, Amerika Latin, dan Australia. Mereka butuh pesawat seperti itu, yang pakai baling-baling,’’ katanya.

Fakta Perkembangan Sektor Industri Pesawat Terbang

Maskapai Penerbangan Indonesia
info gambar

Pada gelombang pertama, produksi R80 akan dibuat sebanyak 450 unit. Sejak 2017, 155 unit diantaranya sudah dipesan oleh beberapa maskapai penerbangan yaitu NAM Air, Sky Aviation, Wings Air, Citilink, Merpati, dan Kalstar.

Nam Air merupakan maskapai pemesan paling banyak, yaitu mencapai 100 unit. Lalu Kalstar sudah berencana membeli 25 pesawat. Dua maskapai ini juga diketahui sudah melakukan penandatanganan Letter of Intent (LoI).

"Tapi saya perkirakan ada beberapa airlines itu yang akan hilang karena dia bangkrut," ungkap Ilham kepada ditanya perihal kabar terbaru terkait pemesanan R80.

"Saya mohon maaf nggak mau menyebut nama di sini. Tapi bayangkan airlines berbulan-bulan tidak bisa terbang. Saya tidak tahu siapa yang akan hidup siapa yang tidak. Jadi kita lihat nanti, deh.’’

Berdasarkan data traffic website maskapai penerbangan yang dihimpun Statqo, industri penerbangan nasional sudah mengalami penurunan aktivitas penerbangan hingga 44 persen sepanjang bulan Maret. Penurunan tersebut paling banyak dirasakan oleh Citilink, Lion Air, Batik Air, dan Sriwijaya.

Sedangkan Garuda Indonesia diketahui masih terbilang stabil.

"Asumsinya bahwa maskapai Garuda Indonesia cenderung menyerap penumpang kelas menengah-atas dibanding kelas bawah. Dapat diprediksi bahwa mobilitas kelas menengah-atas masih tetap terjadi di tengah pandemi ini,’’ kata Marketing and Creative Content Statqo, Adzkia Arif, dikutip Detikcom (31/3/2020).

Ilham: "Terima Kasih, Realistis, Optimistis"

Pesawat R80
info gambar

Sama seperti masyarakat, Ilham bersama ayahnya, Habibie juga punya mimpi besar akan industri pesawat terbang Indonesia, terutama lahirnya pesawat R80 dengan berbagai inovasi terbarunya.

Tidak tanggung-tanggung, Ilham mengungkapkan bahwa Indonesia bisa menjadi negara "tiga besar" di kelasnya. Sebuah mimpi besar, namun masih realistis untuk dicapai.

"Mungkin tidak bisa nomor satu, mungkin nomor dua atau tiga, karena di bidang ini, di pesawat baling-baling ini tidak banyak yang tersisa. Banyak sekali pembuat pesawat baling-baling sudah bangkrut," ujarnya.

"Tapi perasaannya kalau kita gunakan propulsi elektrik ini akan ada animo baru untuk membuat pesawat terbang baling-baling. Kalau dampak kepada kita di Indonesia, ya harapan saya sewaktu-waktu akan menjadi kuat. Dia punya efek kepada industri-industri lainnya. Jadi ada banyak perusahaan lokal yang menjadi mitra untuk bagian-bagian tertentu di pesawat.’’

--

Banyak harapan, banyak rintangan, banyak perubahan rencana, apa yang ingin Anda sampaikan kepada masyarakat?

"Terima kasih atas dukungan, atas perhatian, dan kita juga mohon kesabaran. Ini adalah satu kenyataan yang harus kita ambil, akui, yang harus kita lalui, dan harus kita tanggulangi. Bagaimana dan kapan [kelanjutan] rencana ini, saya belum bisa pastikan. Insya Allah dalam waktu dekat kita bisa pastikan."

"Saya tetap berkomitmen dan fokus dan berjanji bahwasanya ini kita teruskan. Dan saat ini kita teruskan bukannya menutup perusahaan. Saya cuman menyesuaikan dengan keadaan. Jadi kapan kita bisa lihat pesawat R80 bisa terbang di langit Indonesia? Semula [direncanakan] tahun 2025, tapi itu juga tertunda,ya.’’

"Tidak boleh pesimis, tapi kita juga tidak boleh tidak realistis. Harus realistis, ya. Pasti ada perubahan."

--

Sumber: Wawancara Eksklusif GNFI | Euronews.com | Kumparan.com | Dw.com | Alinea.id | Finance Detik.com

--

Baca Juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

DY
AH
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini