Pada 9 Juni 1996, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Prof. Wardiman Djojonegoro, meresmikan Museum Agung Rai atau Agung Rai Museum of Art (ARMA).
Letak museum tersebut berada di Jalan Raya Pengosekan Ubud, Bali, Indonesia.
Sebagai salah satu museum seni rupa di Bali, Museum Seni Agung Rai menyimpan berbagai koleksi lukisan hasil karya pelukis ternama baik dari dalam negeri maupun mancanegara.
Nama Museum diambil dari seniman Bali yaitu Anak Agung Gde Rai atau biasa dipanggil Gung Rai yang merupakan budayawan dan tokoh seni yang berjasa besar melestarikan dan mempopulerkan karya-karya seni Indonesia khususnya Bali.
''Wah, saya terkesan bagaimana para ahli di Belanda berupaya menyelamatkan karya seni masterpiece agar tetap lestari dan bisa diapresiasi publik sepanjang waktu. Di samping itu saya juga terkesan pada perhatian pemerintah dan masyarakat Belanda pada upaya menjadikan museum sebagai bagian dari kebanggaan bangsa tersebut. Hal-hal seperti ini tentu yang secara tidak langsung mendorong tumbuhnya ide-ide dan gagasan-gagasan saya perihal pendirian Museum ARMA kelak dikemudian hari,'' ujar Gung Rai dalam buku Gung Rai: Kisah Sebuah Museum yang ditulis Jean Couteau.
Gedung-gedung yang ada di area museum didesain dengan gaya arsitektur tradisional Bali dengan dominasi material lokal.
Dua gedung utamanya, Bale Daja, seluas 3.300 meter persegi, dan Bale Dauh seluas 1.200 meter persegi, berdiri kokoh di tengah pepohonan, air mancur, dan kolam serta lanskap sawah.
''...di atas tanah 3 hektar, mempertautkan wilayah Pengosekan, Peliatan, dan Padangtegal, berdiri dengan megah ARMA sebagai living museum, museum hidup yang bukan hanya mengagungkan koleksi-koleksi para maestro seni rupa Indonesia maupun dunia, namun secara arsitekturnya mencerminkan kosmologi Bali yang selalu menjunjung nilai-nilai keselarasan dan keharmonisan dengan alam,'' begitulah yang dipaparkan Jean Couteau dalam bukunya.
Selain sebagai museum seni lukis, Museum Seni Agung Rai juga menampilkan pertunjukan tari dan teater serta pameran dari seniman karya masyarakat Bali, Indonesia dan seniman asing.
Pengunjung juga bisa melihat proses pembuatan karya di bengkel budaya dan melihat koleksi buku-buku yang ada di perputakaan.
Mahakarya dari maestro dalam negeri dipajang di museum ini, antara lain; Sadili, Affandi, Raden Saleh, dan Hendra.
Saw some lovely art at the Agung Rai Museum of Art in #ubud#bali today (in between a lot of shopping 🛍💸). It’s well worth a peek if you’re in town! Here are some of my favourites pic.twitter.com/9JVZULRd7c
— Past Matters Podcast (@PastMattersPod) June 28, 2019
Selain seniman dalam negeri, juga ada maestro luar salah satunya Walter Spies, seniman asal Jerman yang berjasa dalam pengembangan seni Jawa dan Bali.
Baca Juga:
- Sejarah Hari Ini (4 April 1932) - Charlie Chaplin Plesir ke Bali
- Sejarah Hari Ini (5 Juni 1980) - Peresmian Museum Sri Baduga
- Sejarah Hari Ini (28 Mei 1979) - Pengesahan Nama Museum Nasional Republik Indonesia
Referensi: Armabali.com | Kompas.com | Wayan Kung Adnyna, "Pita Maha: Gerakan Seni Lukis 1930-an" | Ida Bagus Kade Subhiksu & Gusti Bagus Rai, "Daya Tarik Wisata Museum Sejarah dan Perkembangannya di Ubud Bali" | Jean Couteau, et al, "Gung Rai: Kisah Sebuah Museum"
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News