Huawei Gandeng Ratusan Aplikasi Lokal untuk AppGallery

Huawei Gandeng Ratusan Aplikasi Lokal untuk AppGallery
info gambar utama

Kawan GNFI, salah satu jenama ponsel terbesar di dunia, Huawei, belakangan mengumumkan telah menggandeng ratusan aplikasi buatan putra-putra Indonesia untuk toko aplikasi yang mereka miliki, AppGallery.

AppGallery merupakan toko aplikasi yang memang diciptakan dan merupakan bagian dari Huawei Mobile Service (HMS). Tercatat, hingga saat ini Huawei sudah bekerja sama dengan lebih dari 100 aplikasi lokal yang sudah terpasang di AppGallery.

“Jadi HMS ini sekarang sudah banyak berkembang, kita dulu awal hanya 73 top apps, kita terus melebarkan partner-partner kita hingga sekarang targetnya 161, dan saat ini sudah lebih dari 100 yang sudah join,” terang Deputy Director Huawei Consumer Business Group, Lo Khing Seng, secara live streming saat peluncuran Huawei P40 Pro dan Huawei P40 Pro+, Selasa (9/6/2020).

Dalam kolaborasinya itu, Huawei juga memetakan kategori sesuai dengan kebutuhan penggunanya atas sebuah aplikasi. Mulai dari aplikasi perbankan dan keuangan, operator telekomunikasi, layanan pemerintah, toko online, dan tentunya layanan aplikasi lainnya.

Daftar Aplikasi Lokal yang Terpasang di AppGallery

Dari beberapa aplikasi yang digandeng Huawei, yang saat ini sudah terdaftar di antaranya adalah;

Kategory perbankan dan keuangan:

  • BNI Mobile Banking,
  • BCA Mobile,
  • Dana,
  • Permata Mobile,
  • GO Mobile CIMB Niaga,
  • Akulaku.

Kategori e-commerce:

  • Blibli,
  • Matahari,
  • Tokopedia,
  • Bukalapak.

Kategori operator telekomunikasi:

  • MyXL,
  • Bima +,
  • My IM3,
  • My Telkomsel.

Kategori travel:

  • Traveloka,
  • Garuda Indonesia Mobile,
  • KAI Access.

Kategori media dan agregator:

  • Baca,
  • Babe,
  • Detik.com,
  • CNN Indonesia,
  • Kompas.com.

Kategori pemerintahan:

  • BPJSTKU
  • Info BMKG

Selain beberapa aplikasi yang disebutkan di atas, ada juga aplikasi berbasis platform media sosial, yang rencana kedepannya juga akan menggandeng beberap aplikasi populer yang lazim digunakan masyarakat, seperti Gojek.

Terkait Gojek yang belum masuk dalam daftar, Khing Seng juga memberikan pendapatnya.

''...untuk aplikasi ojek, kita tahu bahwa ini penting, kita juga dengan kondisi Covid-19 seperti ini banyak inisiasi-inisiasi kita yang menjadi sedikit terhambat karena banyak dari setiap apps ini, karena dengan perubahan Covid-19, mereka harus mempercepat pergerakan online mereka.”

''Jadi kita terus berkomunikasi dengan aplikasi dari ride-hailing dan kita lagi mencari jalan keluar bagaimana mempercepat proses ini,'' tandasnya.

Khing Seng sangat mengapresiasi dengan terobosan yang dilakukan para pengembang (developer) dalam negeri dalam membuat aplikasi. Hal inilah yang mendorong Huawei Indonesia untuk terus menjalin kerjasama dengan para pengembang tersebut untuk memasukkannya ke dalam daftar AppGallery.

Dampak dari Hilangnya Layanan GMS

Lalu pertanyaannya adalah, kenapa harus repot-repot memasang aplikasi dari AppGallery tersebut, bukannya ribuan aplikasi bisa kita dapatkan dengan gampang di Google Play Store?

Begini penjelasannya kawan.

Dikembangkannya AppGallery--bagian dari HMS--merupakan buntut dari perang dagang antara AS dan Tiongkok. AS menuduh Huawei menjadi mata-mata dan memantau data pergerakan pemerintah dan militer AS melalui perangkat Huawei yang beredar di sana.

Akhirnya, AS secara sepihak memblokir kerjasama antara perusahaan mereka dan Tiongkok, yang berdampak pada kerjasama antara Huawei dan perusahaan raksasa Google. Konsekuensi lainnya, dikabarkan Huawei harus melakukan PHK terhadap 600 karyawannya di AS.

Google kemudian mencabut layanan Google Mobile Service (GMS) dari perangkat Huawei yang diluncurkan pada akhir 2019 hingga sekarang. Ponsel-ponsel yang terdampak atas dicabutnya layanan itu adalah varian Huawei Mate 30 Series dan Huawei P40 Series.

Sementara untuk ponsel-ponsel Huawei yang diluncurkan sebelum masa itu, dikabarkan tetap dapat menggunakan layanan GMS.

Dengan dicabutnya GMS dari ponsel anyar Huawei, maka pengguna tak lagi dapat menikmati layanan seperti Gmail, Google Drive, Play Store, Google Meet, dan layanan berbasis GMS lainnya. Sebagai gantinya, pengguna ponsel-ponsel yang lahir pada masa itu, akan menggunakan HMS sebagai toko aplikasinya.

Meski demikian, Google masih membolehkan Huawei menggunakan sistem operasi (OS) milik Google, yakni Android. Versi ini dikenal sebagai Android Open Source Project (AOSP), yang artinya akses ke layanan Google yang dibatasi.

Namun apa lacur, Huawei yang kadung tersinggung kabarnya tengah mengembangkan OS serupa yang mereka beri nama Fuchsia atau HongMeng untuk diterapkan pada ponsel-ponsel Huawei masa mendatang.

Pendek kata, ada kemungkinan ponsel-ponsel yang diluncurkan Huawei di tahun-tahun mendatang tak lagi akan berbasis Android.

Akan tetapi untuk menyaingi OS Android milik Google, nampaknya itu bukan hal mudah dan butuh waktu serta pengembangan yang cukup lama.

Huawei pun menjadi jenama pertama yang ponselnya tak lagi menggunakan layanan GMS--namun masih berbasis OS Android--sejak awal 2020, dan memiliki toko aplikasi sendiri melalui layanan HMS.

Kabar lainnya, jenama Tiongkok lain yang bakal mengikuti langkah Huawei adalah OPPO, Vivo, dan Xiaomi, meski kabar ini tak terlalu santer seperti pemberitaan Huawei.

Baca juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Mustafa Iman lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Mustafa Iman.

Terima kasih telah membaca sampai di sini