Kreuz, Sepeda Brompton "Made in Bandung" yang Laris Manis

Kreuz, Sepeda Brompton "Made in Bandung" yang Laris Manis
info gambar utama

Para penggemar dan penikmat sepeda tentu familiar dengan Brompton, merek sepeda buatan tangan asal London, Inggris.

Harganya yang selangit, dan kian menjadi perhatian ketika ditemukan sebagai salah satu barang yang diselundupkan dalam kasus Garuda Indonesia, menjadikan sepeda kreasi Andrew Ritchie ini semakin terkenal di Indonesia.

Di sisi lain, tren bersepeda yang memuncak di banyak kota di Tanah Air pun mendongkrak ketertarikan banyak orang terhadap sepeda, termasuk Brompton.

Namun, tawaran harga yang tidak murah membuat sepeda ini hanya bisa menyentuh kalangan pesepeda tertentu.

Lalu, ketertarikan orang pada model khas sepeda dengan tiga lipatan itu pun membuat produksi sepeda jiplakan Brompton laku keras.

Tentu saja, dengan harga yang jauh lebih murah.

Praktik tersebut dilakukan oleh pabrikan besar asal China dan Indonesia.

Sebutlah Element Pikes, United Trifold, dan 3sixty dari China yang merupakan produsen penjiplak desain Brompton, dan laris di pasaran.

Para penggunanya pun tak segan memakai ornamen khas Brompton hingga terlihat amat mirip, dan mungkin bisa mendapatkan kebanggaan serupa, meski harus meniru.

Namun, bagaimana dengan industri rumahan yang membuat sepeda tiruan Brompton dengan tangan (handmade), seperti cara membuat di kota asalnya, London?

Ya, ada merek asal Bandung yang memproduksi rangka sepeda lipat mirip Brompton, yang diberi nama Kreuz.

Ditemui di workshop-nya di Bandung, dua pemilik Kreuz, Yudi Yudiantara (50) dan Jujun Junaedi (37), menceritakan awal mula terciptanya sepeda Kreuz.

“Asalnya kami membuat tas pannier yang di-press tanpa jahitan dengan sistem quicklock mirip buatan Jerman pada tahun 2018,” ujar Yudi, mengawali perbincangannya dengan Kompas.com, belum lama ini.

Meski mencoba menyaingi kualitas Jerman, tas Kreuz tersebut menawarkan harga lebih murah, bahkan jika dibandingkan dengan produksi China. Pendekatan ini membuat produknya laku keras.

“Target kami memang mengalahkan produk China,” tutur Yudi.

Pada tahun 2019, ia berencana mengikuti Indonesia Cycling Festival (ICF) di Senayan, Jakarta.

Di saat yang bersamaan itulah, Yudi melihat banyak Brompton.

Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya, sepertinya lucu jika tas Kreuz digantung di sepeda Brompton.

Namun, harga Brompton mahal. Ditambah saat itu sedang ramai kasus Garuda Indonesia. Akhirnya, dua rekanan ini memutuskan membuat sendiri sepeda Brompton untuk display.

Mereka membongkar Brompton seri terbaru milik temannya untuk membuat prototipe pertama Kreuz.

“Prototipe pertama ini banyak kesalahan. Meski geometris dan wheelbase-nya sama, detailnya ada yang salah. Tapi, kalau digunakan sudah enak dan nyaman,” tutur dia.

Rupanya banyak orang yang tertarik dengan prototipe ini. Bahkan, ada orang yang ingin membeli prototipe pertama, dan ada pula yang ingin berinvestasi.

Namun, kedua permintaan tersebut ditolak. Sebab, Yudi dan Jujun belum mengetahui kelemahan dari produk ini, dan ia tidak ingin produknya hanya sekadar bisnis.

Kedua orang ini kemudian memproduksi Kreuz dengan bantuan permodalan tanpa bunga dari seorang teman.

“Basic-nya memang Brompton, tapi tekukannya kami buat beda. Kalau Brompton di tengah, kami dari awal. Bentuk kepala juga dibuat berbeda,” ucap dia.

"Begitu pun dengan over size-nya, dibuat beda, karena Kreuz dibuat untuk kuat di segala medan," sebut Yudi.

Semua pengerjaan dilakukan handmade dengan melibatkan banyak industri kecil rumahan, mulai dari tukang bubut, tukang cetak plastik, hingga yang lainnya, dengan bahan baku dalam negeri.

“Brompton memang (sudah) membebaskan siapa pun meniru produknya. Tapi kalo full bike enggak akan bisa, karena beberapa sparepart-nya sulit didapat. Kalaupun ada, mahal banget,” ungkap Yudi.

Karena itu, ia memproduksi sepeda dengan kemudahan sparepart. Ada lebih dari 30 sparepart yang dibuat Kreuz. Sejumlah sparepart bahkan bisa pula digunakan untuk sepeda Brompton.

Kini, frame set sepeda lipat tiga tersebut dijual seharga Rp 3,5 juta. Bila ingin full bike, minimal akan menghabiskan dana Rp 8 juta.

Namun, ia tidak menyarankan full bike. Sebab, mendandani sepeda sendiri akan memberikan kebanggaan bagi si pemilik.

Untuk mendapatkan sepeda tersebut, calon konsumen tinggal menghubungi Kreuz melalui WhatsApp kemudian membayar uang muka (down payment/DP) 50 persen.

Akan tetapi, konsumen harus bersabar. Sebab, hingga kini, inden sepeda Kreuz sudah mencapai Februari 2021.

Sepeda Kruez. Foto: Kruez
info gambar

“Kami menargetkan produksi setiap bulannya 10-15 unit, sedangkan jumlah pemesanan mencapai 100 frame. Indennya sampai Februari 2021,” ungkap dia.

Peminat Kreuz datang dari berbagai daerah di Indonesia serta beberapa negara, seperti Malaysia dan Singapura.

Namun, Yudi mengaku ingin fokus memenuhi permintaan dalam negeri, sehingga menolak pesanan luar negeri.

Begitu pun dengan pesanan dari toko sepeda yang harus ditolak karena tidak ada barang. Jangankan untuk stok, pemenuhan pesanan customer pun harus inden.

Ia pun menolak anggapan orang bahwa sepedanya akan mengganggu Brompton. Sebab, Yudi meyakini bahwa tidak mungkin Kreuz mengalahkan perusahaan sekuat Brompton.

Selama ini, ia mengambil kelebihan dari Brompton dan mengaplikasikannya di Kreuz.

Pasar yang dibidik pun berbeda. Orang yang memiliki uang tentu akan tetap mengincar Brompton.

"Orang yang tidak memiliki banyak uang tetapi ingin sepeda berkualitas seperti Brompton, bisa membeli Kreuz," sebut dia.

“Awalnya, kami pasarkan Kreuz ini di Facebook. Nih, kami punya 10, silakan siapa yang mau."

"Dalam satu jam barang habis, tapi ternyata penjualan seperti itu capek. Jadi kami pakai sistem inden saja sekarang,” ucap dia lagi.

Kreuz berasal dari bahasa Jerman yang berarti melintas. Bagi keduanya, kata ini berarti melintasi zona nyaman.

Seperti Yudi yang lama bergerak di bidang kain lukis melintasi zona nyamannya dengan membuat produk bernama Kreuz.

Pemilik Kreuz lainnya, Jujun, menambahkan, dalam bahasa Sunda, Kreuz diambil dari kata kareueus yang berarti kebanggaan.

Kreuz juga singkatan dari Kreasi Orang Sunda. Ia berharap Kreuz makin diapresiasi masyarakat Indonesia dan dunia.

Ke depan, keduanya sudah menyiapkan beberapa strategi bisnis dan produk baru. "Intinya, tahun depan saatnya Kreuz berlari. Semoga tak ada lagi persoalan teknis yang mengganjal," tandas Jujun.

Sumber: Kompas

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Indah Gilang Pusparani lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Indah Gilang Pusparani.

Terima kasih telah membaca sampai di sini