Berharganya Pala di Pulau Run Jadi Sebab Awal Pertumpahan Darah Inggris-Belanda

Berharganya Pala di Pulau Run Jadi Sebab Awal Pertumpahan Darah Inggris-Belanda
info gambar utama

Februari 1601, armada kapal Kongsi Dagang Inggris (East India Company/EIC) di bawah pimpinan Kapten James Lancaster siap untuk mengangkat sauh. Kali ini pelayaran dinilai berbahaya dengan membawa misi ‘’suci’’ yang diembankan kepada armada Lancaster, titah dari kerajaan, Ratu Elizabeth I.

Ada dua misi suci kala itu. Pertama, merebut satu rempah istimea yang menjadi komoditas utama perniagaan dunia kala itu. Kedua, membawa obat wabah mematikan penduduk London yang hampir merenggut nyawa 200 juta orang masyarakat Eropa kala itu.

Di Inggris sendiri wabah itu masih menjangkit sampai abad ke-16. Sedangkan para pakar sejarah menyebutkan bahwa wabah itu sudah menjadi pandemi di Eropa sejak abad ke-14. Mereka sampai menyebutnya dengan Black Death.

Maut Hitam yang membuat penderita menjadi menghitam karena pendarahan subdermal. Penyakit itu diketahui disebabkan oleh bakteri dan kutu dari tikus rumahan.

Hanya ada satu obat yang paling manjur, yaitu pala.

Dan pala hanya ada di Nusantara.

Tak heran jika ini disebut misi suci, pasalnya untuk sampai ke pusat perkebunan pala terbesar di dunia itu, mereka harus sanggup menghadapi lautan yang disebut-sebut hanya tenang selama tiga bulan sepanjang tahun.

Tempat Harta Karun Itu Ada di Pulau Run

Buah Pala di Pulau Run
info gambar

Dikisahkan Historiayang mengutip buku karya Giles Milton yang berjudul Pulau Run: Magnet Rempah-Rempah Nusantara yang Ditukar dengan Manhattan, butuh waktu berbulan-bulan armada Lancaster sampai di Nusantara.

Setelah tiba di Aceh, menyusuri hingga ke Banten, sampai akhirnya mencapai Kepulauan Banda, gudang utama harta karun rempah-rempah yang mereka cari.

Kala itu sambutan hangat dari penguasa wilayah dan penduduk lokal sangat hangat, sehingga rombongan Lancaster bisa mendapatkan rempah-rempah dengan harga murah. Bahkan mereka juga diizinkan untuk membangun gudang sendiri di Pulau Run, pulau yang menjadi bagian dari Kepulauan Banda.

Kondisi ini tentu sangat menguntungkan bagi Inggris. Pasalnya buah pala yang mereka bayar selama ini harganya selangit. Sebuah catatan Jerman dari abad-ke14 menyebutkan, ‘’Harga 0,5 kilogram pala setara dengan tujuh lembu jantan gemuk!’’ dikutip GNFI dari Jelajah Kompas.

BBC International juga pernah mewartakan bahwa pada masa itu, sekarung buah pala sama saja dengan membeli sebuah rumah di London, Inggris. Komoditas rempah yang lebih berharga dibanding emas.

Armada Lancaster seolah berhasil membawa kehormatan Ratu Elizabeth I. Selain rempah berharga itu bisa didapatkan dengan mudah dimonopoli, misi kemanusiaan menyembuhkan umat juga bisa diatasi. Pelayaran berbahaya yang terbayar.

Kehadiran Inggris Membuat Belanda Gerah

Perang Inggris-Belanda
info gambar

Kala itu, kongsi dagang Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang menguasai seluruh perdagangan rempah Nusantara justru menyambut rekan serumpun Benua Biru-nya dengan tidak baik. Mereka malah berusaha mempermainkan harga pala kepada armada kongsi EIC.

Bahkan menekan penduduk Pulau Run untuk menjualnya dengan harga tinggi.

Namun siapa sangka warga lokal justru lebih berpihak pada EIC di tengah kemuakan mereka akan keangkuhan VOC. Mereka bahkan diam-diam membuat kesepakatan dengan EIC yang membuat VOC merasa dirugikan.

Di bawah pimpinan Peter Verhoef, VOC mendesak para penguasa lokal mematuhi perjanjian-perjanjian yang sudah dibuat. Tak disangka keangkuhan kedigdayaan VOC itu malah membuat Verhoef mati di tangan para penguasa lokal yang digadang-gadang terdapat campur tangan EIC.

Tentu saja VOC geram, di Banda Neira, desa-desa dibakar, kapal-kapal dihancurkan, dan orang-orang pribumi dibantai, tak terkecuali Inggris. Simon Hoen, yang menggantikan Verhoef, bahkan mengirimkan surat pengusiran Inggris dari Kepulauan Banda. Terutama Pulau Run yang menjadi basis Inggris.

‘’Inilah awal dari ‘perang antara Inggris dan Belanda’,’’ tulis Milton dikutip Historia.

Merasa pihaknya terancam, Inggris pun tak tinggal diam. Kehormatan Ratu dipundak mereka. Rempah pala yang berharga harus diperjuangkan. Baik Inggris dan Belanda, sama-sama kerasukan godaan pala terbaik dunia.

Perang antar rumpun Benua Biru pun tak terhindarkan. Mati-matian Belanda dan Inggris berperang untuk menguasai perdagangan pala di dunia kala itu.

Perang pertama memakan waktu dua tahun dari tahun 1652-1654. Perang kedua meletus dari tahun 1665-1667. Hingga akhirnya tepat pada 31 Juli 1667, Traktat Breda dikeluarkan untuk memberi solusi damai dari perang tersebut.

Menggadaikan Nieuw Amsterdam Demi Pulau Run

Manhattan, New York
info gambar

Salah satu isi yang paling krusial dari Traktat Breda adalah Inggris harus mengakhiri kekuasaan mereka di Pulau Run, Kepulauan Banda, yang akhirnya harus diserahkan kepada Belanda.

Sebagai gantinya, koloni Belanda di Amerika Utara, Nieuw Amsterdam (kini Manhattan, New York) akan diserahkan kepada Inggris. Meski pada akhirnya traktat atau perjanjian itu hanya bertahan selama lima tahun karena Belanda dan Inggris berperang lagi pada 1672.

Pertukaran Pulau Run dan Nieuw Amsterdam itu ternyata benar-benar mengubah sistem perdagangan dunia.

Diawali dengan runtuhnya monopoli rempah-rempah VOC, lalu adanya pemindahan Pohon Pala ke Ceylon (Sri Lanka), Grenada, Singapura, dan koloni Inggris lainnya, membuat pamor Pulau Run berangsur-angsur turun di awal abad ke-18.

Lalu lebih dari tiga setengah abad kemudian, kita bisa melihat Manhattan sekarang justru menjadi pusat sistem perdagangan dunia dan pusat finansial dunia. Pulau yang dulu Belanda pertahankan kini justru tertinggal. Penggadaian kala itu boleh jadi disesali Belanda.

Meski begitu, pala Indonesia kini masih menjadi primadona rempah dunia. Dan Kepulauan Banda juga masih memiliki pesona alam yang masih membuat bangsa Eropa penasaran.

‘’Mungkin sekarang New York boleh jadi sentra finansial dunia. Tapi sekarang Banda adalah centre of marine biodiversity (sentra keanekaragaman hayati laut),’’ kata Tanya Alwi, aktivis konservasi bahari asal Banda, dikutip dari Historia.

Sayangnya Pulau Run hingga kini masih dikatakan menjadi daerah tertinggal. Julukan ‘’Manhattan 2’’ tak membuat Pulau Run memiliki nasib yang sama dengan Manhattan.

--

Sumber: Kompas | Historia | Jelajah Kompas

--

Baca Juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini