"Pak Raden" Drs Suyadi, Menghibur Anak Indonesia Lewat Si Unyil

"Pak Raden" Drs Suyadi, Menghibur Anak Indonesia Lewat Si Unyil
info gambar utama

''Salah satu pahlawan terbesar di era 80-90-an. Gue selalu nunggu program Pak Raden. Doi emang sering ngajak anak-anak supaya mau membaca,'' pernyataan itu dituliskan oleh Nicko Krisna dalam Hits From The 80s & 90s (2014), buku tentang segala hal yang menjadi perhatian orang-orang Indonesia pada tahun 80-90-an khususnya Pak Raden yang dinilainya sebagai seorang pahlawan.

Ya, untuk Kawan GNFI generasi milenial mungkin sosok Pak Raden sudah tidak asing lagi. Namun mungkin bukan cuma gen milenial, karena Pak Raden masih tetap eksis berkarya hingga millennium baru dan disaksikan anak-anak gen Z.

Pak Raden, jelas itu bukanlah nama aslinya. Nama asli Pak Raden ialah Suyadi atau Raden Soejadi dan biasa disematkan gelar 'doktorandus (Drs)' di depan namanya.

Lahir di wilayah Puger, Jember, Jawa Timur pada 28 November 1932, Suyadi merupakan anak ketujuh dari sembilan bersaudara. Ia tumbuh di keluarga ningrat dari pasangan Subekti Wirjoekoesoemo dan Koensadiah. Ayahnya merupakan seorang Patih di Surabaya, Jawa Timur.

Suyadi kecil sudah senang menggambar dengan menggunakan arang atau kapur di halaman rumahnya. Sayangnya, ayah Suyadi tidak memperbolehkannya belajar menggambar.

Suyadi senang menghibur anak-anak sejak masih muda.
info gambar

Karena berasal dari keluarga ningrat, Suyadi beruntung bisa bersekolah di sekolah anak-anak kulit putih dan pribumi golongan tertentu yakni Europese Lagere School (ELS, setingkat SD), Voorbereindend Hoger Onderwijs (VHO, setingkat SMP), dan Geneskundige Hoge School (GHS, setingkat SMA).

Hobinya menggambar membuat Suyadi melanjutkan studi ke jurusan seni rupa di Institut Teknologi Bandung pada 1952. Setelah lulus kuliah dan mendapatkan gelar 'Drs', ia bertolak ke Prancis dengan mengikuti program beasiswa.

Selain belajar, di Prancis Suyadi juga bekerja sebagai tenaga animator di Les Cineast Associest dan pelukis animasi Les Film Martin Boschet. Ia kemudian memilih keluar dari pekerjaannya dan memutuskan bekerja penuh sebagai seniman perupa, persisnya illustrator atau seni rupa aplikasi yang ditujukan untuk menghibur anak-anak.

Bekerja di Teaching Aids Centre (TAC) Bandung dan mengajar di jurusan seni rupa ITB dilakukan Suyadi sepulangnya dari Prancis tepatnya pada periode 1965-1975. Di samping itu, ia juga banyak mendapatkan pesanan membuat film animasi untuk mengiklankan pemilu dan program Keluarga Berencana dari Departemen Penerangan pada pemerintahan Presiden Suharto.

Pada 1979, Suyadi - yang akhirnya berhenti mengajar di ITB - menerima tawaran dari Pusat Produksi Film Negara (PPFN) yang ingin membuat suatu acara televisi film boneka untuk anak-anak produksi dalam negeri yang bersifat menghibur sekaligus mendidik. Di situlah tercetus serial sandiwara boneka tangan Si Unyil dan dari situ juga munculah persona lain dari Suyadi yaitu Pak Raden.

Dari Si Unyil, Jadilah Pak Raden

''Si Unyil mungkin program televise paling dikenal di Indonesia. Episode pertamanya tayang pada 5 April 1981, dan serialnya terus berlanjut semenjak itu, yang membuat program kisah fiktif paling lama bertahan di pertelevisian Indonesia. Total ada 603 episode yang ditayangkan di antara tahun 1981 dan 1993,'' tulis Philip Kitley dalam buku Television, Nation, and Culture in Indonesia (2014) yang mengupas dunia pertelevisian di Indonesia pada masa Orde Baru.

Sandiwara boneka tangan Si Unyil yang ditujukan untuk anak-anak memiliki plot cerita yang sederhana. Dalam program tv tersebut dikisahkan bocah laki-laki bernama Unyil yang gemar bermain, berpetualang, dan dilengkapi dengan keisengan dan kejahilan anak-anak pada umumnya. Dalam ceritanya, Si Unyil biasa diselipi unsur-unsur budaya populer dan tradisional Indonesia serta pendidikan baik dari para pelakonnya dan kisah tiap episodenya.

''Pastilah dulu masih kecil ibarat hard disk masih kosong, diisinya sama film Si Unyil,'' begitulah ucapan musisi Tanah Air kelahiran tahun 1984, Bondan Prakoso, ketika mengingat sosok Pak Raden.

Boneka Si Unyil
info gambar

Membicarakan Si Unyil memang tidak bisa lepas dari Suyadi sebagai kreatornya. Tidak hanya selaku kreator, karena Suyadi juga bertanggung jawab mengerjakan desain, set panggung, boneka, properti, dekorasi, bahkan ikut mengisi suara untuk tokoh-tokoh program acara televisi yang mengudara setiap hari Minggu pagi di Televisi Republik Indonesia (TVRI) ini. Suyadi tidak sendiri karena ia dibantu Kurnain Suhardiman sebagai penulis cerita dan skenario.

Demi kisah Si Unyil, Suyadi menciptakan karakter antagonis yang kemudian melekat pada dirinya dan dikenal masyarakat Indonesia yakni Pak Raden. ''Saya datang dengan ide, orang tua pensiunan yang mengalami tiga zaman; zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan Jepang, dan zaman kemerdekaan. Orangnya dibebani dengan bermacam-macam sifat yang tidak menyenangkan. Dia kikir, pemarah, tidak mau gotong royong dan mempunyai penyakit encok. Saya beri dia nama Raden Mas Singomenggolo Jalmowono,'' terang Suyadi pada program tv Laptop Si Unyil milik Trans7.

''Weladalah!'' begitulah ucapan khas Suyadi ketika mengisi suara boneka Pak Raden ketika sedang bersungut-sungut pada Unyil dan teman-temannya. Selain dikenal sebagai tokoh yang pemarah berwajah garang dan berkumis tebal, Pak Raden digambarkan sebagai sosok orang Jawa feodal, fasih berbahasa Belanda, Jawa dan Indonesia, dengan setelan blangkon, beskap (terkadang surjan), dan selalu membawa tongkat kayu.

Boneka Pak Raden.
info gambar

Aktor Hollywood legendaris, Charlie Chaplin, dikenal dengan persona lainnya sebagai gelandangan dalam film bisu The Tramp (1915). Semenjak film itu terkenal, ketika mengingat nama Chaplin kita seolah tidak bisa lepas dari sesosok gelandangan berkumis kotak, dengan perangai kikuk, lugu, tetapi berhati baik.

Sebelas dua belas dengan Chaplin, Suyadi juga begitu. Namun sedikit berbeda dengan Chaplin yang tidak membawa The Tramp ke kehidupan nyata, Suyadi tetap melakoni Pak Raden sampai luar panggung Si Unyil.

Ketika mendongeng di hadapan anak-anak Indonesia dan luar negeri misalnya, Suyadi tidak melepas persona Pak Raden lengkap dengan suara beratnya ketika bercerita. Dari situ Pak Raden jadi ngetop, tidak hanya di depan anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Tokoh Pak Raden pun pernah muncul di film Warkop DKI (Dono, Kasino, Indro) Malu-Malu Mau (1988) yang diperankan langsung oleh Suyadi sendiri. Tidak bisa lepas dari sifatnya di serial Si Unyil, Pak Raden di film tetap galak!

Pak Raden dalam film Warkop DKI
info gambar

Serial Si Unyil sendiri sempat mati suri beberapa kali yang akhirnya dihidupkan lagi dengan nuansa baru lewat program Laptop Si Unyil di stasiun tv Trans7 pada 2007. Pak Raden tetap muncul, baik itu dalam bentuk boneka atau dirinya sendiri yang tampil di depan kamera ditemani anak-anak. Biasanya ia akan mengajarkan anak-anak menggambar ketika tampil dalam segmen tersebut.

Membuat Ilustrasi Buku dan Banjir Penghargaan

Suyadi tidak sekadar mendongeng dan berperan sebagai Pak Raden, tetapi juga membuat beberapa ilustrasi untuk buku-buku cerita dan pelajaran. Karena kontribusinya di segala bidang membuat ia banjir penghargaan.

Contohnya pada 1972, bertepatan dengan International Book Year yang diselenggarakan UNESCO, buku Gua Terlarang terpilih sebagai buku anak dengan ilustrasi terbaik. Buku tersebut ditulis oleh Kurnain Suhardiman dan dilengkapi oleh ilustrasi yang dibikin Suyadi.

Buku Gua Terlarang.
info gambar

Ia juga pernah didaulat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk menjadi ilustrator buku pelajaran Bahasa Indonesia tingkat Sekolah Dasar (SD). Jika Kawan GNFI masih ingat dengan buku yang mengandung kalimat pembelajaran "ini budi", nah, ilustrasinya merupakan karya Pak Raden.

Buku Bahasa Indonesia Ini Budi
info gambar

Organisasi internasional pemerhati anak, UNICEF, juga menaruh perhatian pada karya Si Unyil-nya Suyadi pada 1982. Saat itu, PPFN Departemen Penerangan dan UNICEF melakukan kerja sama menyangkut penggunaan film Si Unyil sebagai bahan pembelajaran. Dengan bantuan dana Rp 30 juta, buku dan film Si Unyil dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris pun berhasil diterbitkan.

Pada masa senjanya, Suyadi tidak lelah menghibur anak Indonesia. Atas prestasinya itu, tempat ia berkuliah dulu, ITB, memberikan penghargaan Ganesa Widya Jasa Utama sebagai pelopor bidang industri kreatif klaster animasi dan tokoh animator nasional.

Pak Raden mendapatkan penghargaan dari ITB pada 2012.
info gambar

Pantas Menjadi Pahlawan

Pak Raden menutup tirai kehidupannya di usia 82 tahun pada 20 Oktober 2015. Jenazahnya dikebumikan di TPU Jeruk Purut, Jakarta Selatan, Sabtu, 31 Oktober 2015.

Melajang hingga usia senja, nyatanya Suyadi tidak merasa hidup sendirian. Selain ditemani belasan kucingnya dan manajernya, Prasodjo Chusnato, hatinya tetap merasa 'ramai' karena tetap bisa menghibur anak-anak lewat karyanya. Menurut kakaknya, Siswati, Pak Raden sengaja tak menikah karena mempunyai misi menceriakan kehidupan anak-anak.

''Saya seorang single fighter, jadi anak-anak saya adalah anak-anak di seluruh Indonesia,'' ucap Pak Raden.

Pak Raden ditemani kucingnya.
info gambar

Layaknya sejumlah seniman lawas lain, Suyadi tak menikmati masa tua dengan hidup senang bergelimang harta. Ia menjalani hidup dengan berdongeng pada anak-anak. Pekerjaan yang disukainya, tentu. Namun itu juga caranya untuk bertahan hidup.

Hingga tutup usia, ia tinggal di rumah milik kakaknya. Meskipun begitu, sebelum ajal menjemputnya, ia mendapat hadiah rumah dari sebuah acara penghargaan infotainment. Rumah barunya itu belum sempat ia tempati.

Pak Raden
info gambar

Ada sebuah kalimat mengharukan yang terpampang di layar saat Suyadi menerima hadiah rumah beberapa hari lalu. "Jika jarum jam dapat diputar kembali, saya ingin tetap menjadi Suyadi. Suyadi yang lebih baik. Suyadi yang berbuat lebih banyak untuk dunia anak dan Suyadi dengan kondisi keuangan yang lebih baik."

Perhatian pada Pak Raden sebelum dan sesudah ia tiada sebenarnya sangatlah besar, khususnya dari orang-orang yang terhibur berkat sosoknya. Pada 2011, presenter tv, Lucy Wiryono, menginisiasi gerakan #PeduliPakRaden dalam acara bertajuk "Kirim Cinta dengan Dongeng untuk Anak Indonesia". Pada kesempatan itu Pak Raden diberikan panggung untuk mendongeng di depan anak-anak yang hadir. "Kalian semua telah membuat Pak Raden tersenyum bahagia,'' tulis Lucy dalam blog pribadinya.

Mungkin Pak Raden tidak atau mungkin belum masuk dalam list pahlawan nasional, tetapi menurut banyak orang ia sudah layak terdaftar di sana. Aktris senior Jajang C. Noer mengungkapkan Suyadi alias Pak Raden memang pantas digelari pahlawan khususnya pahlawan kebudayaan karena jasanya mendidik anak-anak Indonesia.

Pak Raden wafat.
info gambar

"Beliau ini pahlawan budaya karena karya-karyanya bisa mengubah hidup orang banyak," kata Jajang seusai pemakaman, dikutip GNFI dari Kompas. "Beliau itu mendidik bangsa ini. Lihat saja dalam Si Unyil. Ceritanya dan tokoh-tokohnya itu begitu menjiwai anak-anak. Menghibur sekaligus banyak pesan positifnya. Sayang sekali beliau kurang diperhatikan oleh pemerintah. Pemerintah seringkali telat memerhatikan sosok-sosok yang begitu berjasa. Tapi, meski begitu, Pak Raden tetap semangat dan terus mendidik lewat karya-karyanya," pungkas Jajang.

Setelah Pak Raden tiada, usulan untuk menjadikannya sebagai pahlawan mengemuka di media sosial. Akun bernama Saya Indonesia kemudian menerbitkan petisi "Jadikan Pak Raden (Drs Suyadi) sebagai Pahlawan Budaya" di laman change.org. Sebanyak 24.057 pendukung telah mengisi petisi tersebut.


Referensi: Fsrd.ITB.ac.id | Tentik.com | Tempo.co | Biografiku.com | Change.org | Kompas.com | Harian Kompas | Nicko Krisna, "Hits From The 80s & 90s" | Philip Kitley, "Television, Nation, and Culture in Indonesia"

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini