Diklaim Berbagai Negara, Bagaimana Sejarah Batik di Indonesia?

Diklaim Berbagai Negara, Bagaimana Sejarah Batik di Indonesia?
info gambar utama

Seni kerajinan batik khas Indonesia memang memiliki keindahan tersendiri. Belum lama tersiar kabar bahwa batik sempat diklaim oleh negara tetangga Malaysia sebagai kebudayaan aslinya. Kali ini, negera Tiongkok pun ikut mengklaim kerajinan tersebut melalui sebuah video dari media sosial pemerintah China Xinhua News.

Terkait ramainya kabar ini, Staf Atase Kedutaan Besar Tiongkok di Indonesia Niu Yujia memberikan komentar bahwa batik sudah lama ada di beberapa daerah di Tiongkok. Batik yang ada dalam video itu pun berbeda dengan batik Indonesia.

“Itu bukan batik Indonesia, di beberapa daerah di China juga ada (kerajinan batik), boleh di-googling,” kata Niu dilansir dari kumparan.

Untuk memahami batik lebih dalam, bagaimanakah sebenarnya asal-usul batik? Dirangkum dari berbagai sumber, inilah sejarah perjalanan batik di Indonesia.

Secara etimologi kata batik berasal dari bahasa Jawa, yaitu ambathik. Diambil dari kata amba yang berarti lebar atau luas; dan matik yang berarti membuat titik. Kata tersebut kemudian berkembang menjadi istilah batik, yang artinya menghubungkan titik-titik menjadi gambar tertentu pada kain yang luas atau lebar.

Seni pewarnaan kain dengan menggunakan malam atau lilin adalah salah satu bentuk kesenian kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal sejak abad ke-4 sebelum masehi, dengan ditemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Sedangkan di Asia, teknik semacam batik juga diterapkan di China, India, serta Jepang.

Bagaimana dengan Indonesia? Sejarah batik di Indonesia terkait erat dengan perkembangan Kerajaan Majapahit. Berdasarkan keterangan Rens Heringa pada bukunya Fabric of Enchantment: Batik from the North Coast of Java (1996), batik pertama kali ada di Indonesia sekitar tahun 700an.

Diperkenalkan oleh orang India karena pada waktu itu Raja Lembu Amiluhur (Jayanegara) menikahkan putranya dengan seorang putri India. Batik yang dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit pun semuanya adalah batik tulis. Kemudian setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an barulah dikenal teknik batik baru yakni batik cap seiring dengan masuknya obat-obat pewarna batik dari luar negeri.

Peneliti asal Belanda, G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa penemuan pola gringsing (salah satu pola batik) sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu. Detail ukiran yang menyerupai pola batik juga dikenakan oleh salah satu arca di Jawa Timur pada abad ke-13 atau bahkan lebih awal.

arca majapahit
info gambar

Perkembangan batik di Indonesia pun erat kaitannya dengan penyebaran ajaran Islam di Pulau Jawa. Dalam beberapa catatan, batik banyak dikembangkan pada zaman Kesultanan Mataram, lalu berlanjut pada zaman Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.

Batik di era penyebaran islam dapat ditelusuri di Jawa Timur, khususnya di daerah Ponorogo. Konon, di daerah Batoro Katong, terdapat seorang keturunan dari kerajaan Majapahit yang bernama Raden Katong yang merupakan adik dari Raden Patah. Batoro Katong inilah yang membawa agama Islam ke Ponorogo.

Selanjutnya, di Ponorogo, di daerah Tegalsari terdapat sebuah pesantren yang diasuh oleh Kyai Hasan Basri. Kyai Hasan ini menjadi menantu raja di Keraton Solo pada saat itu. Istrinya yang berasal dari Solo membawa seni batik keluar dari keraton menuju ke Ponorogo. Di samping itu, banyak pula keluarga kraton Solo belajar di pesantren milik Kyai Hasan.

pembatik wanita
info gambar

Jejak asal usul batik di zaman Majapahit memang telah lenyap sama sekali, hanya pada motif atau corak ornamennya yang masih tampak pada batik yang kini hidup di Mojokerto dan Tulungagung yang kemudian berkembang pesat di Solo dan Yogyakarta. Di Yogyakarta, batik hidup dimulai dari dalam keraton, ketika Panembahan Senopati masih memegang kendali Kerajaan Mataram.

Awalnya kegiatan membatik hanya terbatas dalam keraton saja dan batik dihasilkan untuk pakaian raja, keluarga pemerintah dan para pembesar. Namun karena banyak pembesar yang tinggal di luar keraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar dari keraton dan dihasilkan pula di tempatnya masing-masing.

Lama kelamaan kesenian batik ini ditiru oleh rakyat jelata dan selanjutnya meluas sehingga menjadi pekerjaan kaum wanita rumah tangga untuk mengisi waktu luang mereka. Sampai pada akhirnya kain yang diberi motif sulur dari titik-titik cantik itu akhirnya benar-benar telah menyebar di seantero Jawa.

pembatik pria
info gambar

Dalam literatur Eropa, teknik batik pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Beliau pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Dalam buku tersebut, Raffles memamerkan setidaknya 100 motif batik yang pernah ia jumpai sekalgun dengan cara pembuatannya. Namun sayangnya, koleksi batik Sir Thomas Stamford Raffles pada hari ini tinggal tersisa 2 buah yang keduanya bisa dilihat di Museum Mankind, London.

Pada tahun 1873, seorang saudagar Belanda yang bernama Van Rijekevorsel, menghibahkan batik yang diperolehnya di Indonesia kepada sebuah museum etnik di Rotterdam. Batik tersebut lalu dipamerkan pada Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, dan memukau masyarakat luas dan para seniman disana. Ini merupakan bukti bahwa batik dianggap seni bernilai tinggi oleh orang luar.

batik rotterdam
info gambar

Saat ini, batik telah ditetapkan oleh UNESCO (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) sebagai warisan khas Indonesia pada sebuah konferensi di Abu Dhabi tanggal 2 Oktober 2009. Batik diresmikan sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity. Karena hal inilah maka tanggal 2 Oktober selalu diperangati sebagai Hari Batik Nasional.

Referensi: tirto.id | wikipedia.org | pemoeda.co.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini