Sejarah Hari Ini (24 Juli 750) - Prasasti Plumpungan, Penanda Hari Jadi Kota Salatiga

Sejarah Hari Ini (24 Juli 750) - Prasasti Plumpungan, Penanda Hari Jadi Kota Salatiga
info gambar utama

Kota Salatiga, Jawa Tengah, yang terletak di kaki Gunung Merbabu diperkirakan sudah ada sejak tahun 750 masehi.

Ada beberapa sumber yang dijadikan dasar untuk mengungkapkan asal-usul Salatiga, yaitu cerita rakyat, prasasti, maupun penelitian dengan kajian yang cukup detail.

Dari beberapa sumber tersebut Prasasti Plumpungan-lah yang dijadikan dasar asal-usul Kota Salatiga.

Cikal bakal lahirnya Salatiga tertulis dalam batu besar berjenis andesit berukuran panjang 170 cm, lebar 160 cm dengan garis lingkar 5 meter yang selanjutnya disebut Prasasti Plumpungan.

Isi Prasasti Plumpungan ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sansekerta.

Tulisannya ditata dalam petak persegi empat bergaris ganda yang menjorok ke dalam dan keluar pada setiap sudutnya.

Prasasti Plumpungan.
info gambar

Sejarawan yang sekaligus ahli Epigraf Dr. J. G. de Casparis mengalihkan tulisan tersebut secara lengkap yang selanjutnya disempurnakan oleh Prof. Dr. R. Ng Poerbatjaraka.

Prasasti Plumpungan berisi ketetapan hukum tentang status tanah perdikan atau swatantra bagi suatu daerah yang ketika itu bernama Hampra yang kini bernama Salatiga.

Isi prasasti itu sendiri adalah perihal tentang keterangan bebas pajak berupa tanah perdikan.

Cara seperti ini adalah kebiasaan yang dilakukan oleh raja-raja pada era Mataram Kuno.

Biasannya diberikan kepada desa-desa yang memiliki jasa kepada kerajaan.

Salatiga saat itu dibebaskan dari segala kewajiban pajak atau upeti oleh Raja Bhanu meliputi daerah sekitarnya.

Pemberian perdikan tersebut merupakan hal yang istimewa pada masa itu oleh seorang raja dan tidak setiap daerah kekuasaan bisa dijadikan daerah perdikan.

Dasar pemberian daerah perdikan itu diberikan kepada desa atau daerah yang benar-benar berjasa kepada seorang raja.

Prasasti yang diperkirakan dibuat pada Jumat, 24 Juli 750 Masehi itu, ditulis oleh seorang Citraleka, yang sekarang dikenal dengan sebutan penulis atau pujangga, dibantu oleh sejumlah pendeta atau resi dan ditulis dalam bahasa Jawa Kuno: "Srir Astu Swasti Prajabyah" yang berarti "Semoga Bahagia, Selamatlah Rakyat Sekalian".

Sejarawan memperkirakan, bahwa masyarakat Hampra telah berjasa kepada Raja Bhanu yang merupakan seorang raja besar dan sangat memperhatikan rakyatnya, yang memiliki daerah kekuasaan meliputi sekitar Salatiga, Kabupaten Semarang, Ambarawa, dan Kabupaten Boyolali.

Kota Salatiga dengan latar belakang Gunung Merbabu.
info gambar

Penetapan di dalam prasasti itu merupakan titik tolak berdirinya daerah Hampra secara resmi sebagai daerah perdikan dan dicatat dalam prasasti Plumpungan.

Atas dasar catatan prasasti itulah dan dikuatkan dengan Perda No. 15 tahun 1995 maka ditetapkan Hari Jadi Kota Salatiga jatuh pada tanggal 24 Juli.

Referensi: Salatigakota.go.id | Eddy Supangkat, "Salatiga: Sketsa Kota Lama"

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini