Misteri Hiu Purbakala Megalodon di Pangandaran

Misteri Hiu Purbakala Megalodon di Pangandaran
info gambar utama

Minggu, 27 Oktober 2019, langit Pangandaran masih terik pada pukul 14.00 WIB. Nanang Mulyadi (33) kala itu sedang membangun sebuah warung di depan rumahnya menggunakan batu cabluk sebagai penutup bagian dasar warungnya.

Nanang sengaja membeli batu cabluk di dekat Sungai Ciwayang, yang lokasinya tak jauh dari tempat tinggalnya di Dusung Ciwangkal, Desa Cimindi, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Pangandaran. Sungai Ciwayang juga terbukti memiliki kualitas batu cabluk yang bagus dan warga sekitar memanfaatkannya kala lokasi tersebut sedang ditata untuk kawasan wisata bodyrafting.

‘’Di sana (Ciwayang) kan sedang ditata karena tidak ada lahan parkirnya, jadi ada gunung kecil yang dikeruk. Nah saya membeli batu cabluk dari sana,’’ kata Nanang dikutip Harapan Rakyat (28/10/2019).

Setelah membeli beberapa gundukan batu cabluk, Nanang sengaja membiarkan itu menumpuk untuk nantinya dapat segera digarap oleh orang yang sudah dia rekrut untuk membangun warung di depan rumahnya.

Namun, setelah beberapa hari dibiarkan, salah satu para pekerjanya memberikan laporan.

‘’Pekerja (saya) telah mendapatkan sesuatu yang diduga benda purbakala,’’ katanya.

Gigi Megalodon di Pangandaran
info gambar

Tak langsung percaya, Nanang mengambil ‘batu’ yang diduga benda purbakala itu dan langsung dibersihkannya hingga mengilap. Warnanya memang nyaris mirip dengan batu cabluk, namun bentuknya yang unik seperti segitiga dengan pangkal meliuk membuat dia juga menduga ini bukan batu biasa.

Panjang ‘batu’ itu mencapai 14 cm dan panjang bagian pangkalnya 10 cm.

Penasaran, Nanang pun mengunggah batu tersebut ke media sosial untuk mendapatkan respon dari teman-temannya juga warganet perihal batu tersebut.

Lalu salah satu temannya merespon dan bilang, ‘’Ini adalah gigi Hiu Megalodon.’’

Fosil Gigi Hiu Megalodon Ke-2 dari 3 Selama Tiga Tahun Terakhir

Perbandingan Gigi Hiu Megalodon dengan Hiu Putih
info gambar

Lagi-lagi tak langsung percaya dengan respon temannya, Nanang pun melakukan riset sendiri di dunia maya.

‘’Saya melakukan browsing d internet, (ternyata) memang hampir mirip. Tapi saya belum tahu secara pasti ini jenis apa karena belum ada yang meneliti. Mungkin nanti kalau sudah ada yang meneliti, akan lebih jelas jenis apanya, berapa umurnya, dan sebagainya,’’ ungkap pria yang juga mengajar di SMK Bakti Karya Parigi ini.

Setelah penemuannya ini, Nanang membuka kesempatan bagi siapa saja yang ingin melihat bahkan untuk menelitinya. Namun dengan satu syarat.

‘’Saya tidak akan memberikan kepada siapapun karena saya juga suka benda bersejarah. Kemarin ada yang mau membelinya, saya tolak,’’ pungkas Nanang.

Selain itu, jika memang ‘batu’ tersebut memang bagian dari gigi Hiu Megalodon, Nanang berharap bahwa ini bisa membuka cakrawala baru tentang wilayah Cigugur dan sekitarnya. Mengingat bahwa dulunya wilayah Cigugur masih berupa lautan.

Gigi Megalodon
info gambar

Sebenarnya penemuan terduga gigi fosil Hiu Megalodon dari Nanang melengkapi dua penemuan fosil gigi lainnya yang ditemukan oleh pasangan Jessica Rose-Standafer Owens dan Simon Chandley Owens di North Carolina, Amerika Serikat.

Fosil gigi pertama, mereka temukan pada Agustus 2019 lalu di Pantai Wrightsville. Bentuk dan panjang giginya pun sangat mirip dengan yang ditemukan oleh Nanang. Panjangnya 14 cm atau 5,75 inci dan memiliki berat kurang dari setengah kilogram.

Lalu sejoli ini kembali menemukan fosil gigi dengan bentuk dan panjang yang sama sekitar satu tahun dari waktu penemuan oleh Nanang, yaitu pada Mei 2020 lalu. Kali ini mereka menemukannya di tepian Sungai Stono.

Dengan modal dua gigi yang ia temukan, Owens pun akhirnya menghubungi ahli geologi di College of Charleston. Para peneliti itu akhirnya memastikan bahwa fosil yang mereka temukan adalah fosil gigi Hiu Megalodon yang usianya mencapai lima juta tahun.

Misteri Punahnya Megalodon yang Belum Terungkap

Fosil Gigi Hiu Megalodon
info gambar

Misteri tentang Hiu Megalodon yang memiliki nama latin Carcharocles megalodon dan dijuluki si Gigi Besar ini menyeruak kembali setelah viralnya salah satu video pada 2015 lalu. Video yang direkam oleh robot pembawa kamera yang ditenggelamkan di Palung Mariana, palung terdalam di dunia.

Video tersebut diduga memperlihatkan bahwa makhluk raksasa tersebut masih hidup. Penelitian itu bahkan menjadi salah satu inspirasi film The Meg (2018) dari Warner Bros juga turut membuat cerita fiksi soal hiu yang digadang-gadang menjadi hiu terbesar di sepanjang sejarah.

Ahli paleobiologi dari Smithsonian’s National Museum of Natural History, Meghan Balk, pernah menyatakan bahwa Megalodon memang makhluk besar dan sudah disepakati sebagai hiu terbesar yang pernah hidup di bumi.

‘’Megalodon terbesar yang pernah hidup hanya 18 meter, dan itu sudah sangat panjang. Rata-rata hanya sekitar 10 meter,’’ katanya dikutip Mongabay Indonesia dari Science News.

Salah satu faktor utama kepunahan Megolodon yang selama ini para ilmuwan yakini adalah karena perubahan suhu lautan. Raksasa ini diketahui hanya bisa hidup di perairan tropis yang hangat dan tak mampu bertahan ketika lautan menjadi dingin yang terjadi jutaan tahun yang lalu.

Kapan tepatnya hewan purba laut ini punah? Sampai kini belum ada kesepakatan. Pasalnya ada yang menyebut Megalodon punah 3,6 juta tahun yang lalu dengan fase hidup paling awalnya sekitar 20 juta tahun yang lalu.

Namun ada pula yang menyebutnya hiu ini sudah hidup sejak 16 juta tahun lalu dan terakhir bertahan sekitar 1,6 juta tahun lalu.

Hingga artikel ini GNFI tulis, fosil gigi yang ditemukan Nanang pun belum diidentifikasi oleh ilmuwan untuk mengetahui lebih jauh hewan raksasa laut ini. Diduga semasa hidupnya hewan ini memiliki sampai 20 ribu gigi di mulutnya. Itu artinya pertanyaan kapan kepunahan Megalodon dan berasal dari mana hiu ini masih akan menjadi misteri.

--

Sumber: Express UK | Mongabay Indonesia | Harapan Rakyat | Sindonews

--

Baca Juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

Terima kasih telah membaca sampai di sini