Ingin Menyelamatkan Bumi? Makanlah Seperti Orang Indonesia

Ingin Menyelamatkan Bumi? Makanlah Seperti Orang Indonesia
info gambar utama

Tak banyak yang menyadari bahwa bulan lalu, Indonesia dipilih sebagai negara terbaik sebagai negara dengan program diet makanan, berdasarkan laporan dari EAT Forum, sebuah organisasi nirlaba berbasis di Oslo yang mengabdikan diri untuk transformasi rantai makanan global.

Kebijakan pangan negara-negara G20 secara sistematis dibandingkan melalui pedoman diet nasional masing-masing negara anggotanya. Pedoman ini sering dicirikan secara populer oleh “piring makanan” dan “piramida makanan” yang mendominasi literatur kesehatan masyarakat dan poster kampanye di lebih dari 100 negara saat ini, dokumen yang didukung pemerintah ini memberikan saran khusus konteks tentang diet dan gaya hidup sehat. Standar Indonesia sendiri dibuat dalam bentuk tumpeng : hidangan nasi berbentuk kerucut yang dikaitkan dengan masakan tradisional Jawa.

Saat ini, sebagian besar pedoman diet nasional sudah mendorong masyarakat untuk makan lebih banyak makanan nabati dan mengonsumsi lebih sedikit gula dan garam. Namun tak banyak yang telah memasukkan masalah lingkungan, dan mengakui dampak produksi pangan pada ekosistem planet, seperti Brazil dan Swedia. Pertanian, sama pentingnya dengan kelangsungan hidup manusia di planet bum. Sektor ini mendominasi 40 persen permukaan tanah bumi dan merupakan pendorong utama deforestasi tropis dan hilangnya keanekaragaman hayati global. Pertanian juga merupakan pengguna dan pencemar terbesar sumber daya air global dan menyumbang seperempat emisi gas rumah kaca dunia, menyamai emisi dari pembangkit listrik.

Mengingat Indonesia telah menjadi salah satu penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia dikarenakan kerusakan cepat hutan dan lahan gambutnya yang luas, cukup mengejutkan bahwa negara ini juga memiliki salah satu pedoman pola makan paling ramah iklim di dunia. Menurut Marco Springmann dari Universitas Oxford - penulis utama studi pemodelan baru yang mendasari analisis EAT - jika semua negara lain mengadopsi standar yang ditentukan Indonesia dan benar-benar mengikutinya, emisi gas rumah kaca saat ini yang dihasilkan dari produksi pangan global akan turun drastis. Dengan skenario seperti ini, bahkan jika populasi dunia mencapai 10 miliar pada tahun 2050, emisi global dari produksi pangan di masa depan masih akan berada di bawah target Perjanjian Paris sebesar 16 %, membantu membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat C.

Piramida Makanan Indonesia | Sumber gambar: myghidza.blogspot.com
info gambar

Sebaliknya, jika setiap negara lain mematuhi pedoman diet yang ditentukan oleh sebagian besar negara di Eropa dan Amerika Utara, emisi global terkait pangan akan melebihi bagian mereka dari target Perjanjian Paris sebanyak empat kali lipat. Pada 2050, saat populasi dunia mecapai 10 miliar jiwa, jika semua orang makan seperti yang dilakukan orang Barat hari ini, maka planet bumi akan mengalami bencana yang tak dapat diubah, dihindari, dan dampaknya akan mengerikan.

Resep di balik standar makanan Indonesia sebagian besar terletak pada pedoman proteinnya. Bahan pokok seperti daging merah dan produk susu, yang berasal dari industri yang menyumbang hampir setengah dari seluruh emisi terkait makanan melalui metana dan dinitrogen oksida, tidak ada dalam pedoman diet nasional Indonesia. Di sini, protein nabati seperti tahu dan tempediresepkan dalam jumlah yang termasuk tertinggi di dunia.

Selain itu, rekomendasi pedoman makan ini juga didasarkan pada keadaan ekonomi sebagian besar populasi di Indonesia, di mana tak semua orang Indonesia mampu makan daging segar dengan level seperti negara-negara G20 lain yang lebih kaya. Harga protein berbasis kedelai lebih murah dan tertanam kuat dalam budaya Indonesia. Meski begitu, banyak orang Indonesia yang masih kurang mengonsumsi kedelai untuk memenuhi kebutuhan protein harian. Selain itu, anjuran makan ikan juga mulai diterima luas di Indonesia.

Pedoman diet tetap menjadi salah satu cara paling ampuh bagi pemerintah negara manapun untuk memengaruhi pola konsumsi pangan nasional, dan akan memperbaiki kesehatan masyarakat, ketahanan pangan, dan ketahanan lingkungan secara bersamaan. Pedoman diet makanan, dalam hal ini di Indonesia, bisa menjadi model bagi negara-negara lain untuk membawa sistem pangan sejalan dengan target emisi gas rumah kaca melalui metode universal dan terukur.

Komisi EAT-Lancet, sebuah badan yang terdiri dari 37 ilmuwan terkenal dunia dari latar belakang disiplin ilmu yang berbeda, telah mengusulkan standar diet "fleksibel" yang cukup luas untuk mengakomodasi berbagai tradisi kuliner dan ekonomi masa depan sambil membatasi peningkatan suhu bumi sesuai dengan target Perjanjian Paris. Perubahan pola makan yang didukung negara mungkin satu-satunya cara realistis agar jejak karbon makanan dikendalikan sebelum terlambat.

==

Referensi:

Pakiam, Geoffrey K. “Save the Planet? Eat Like an Indonesian - ISEAS-Yusof Ishak Institute.” ISEAS, 7 Aug. 2020, www.iseas.edu.sg/media/commentaries/save-the-planet-eat-like-an-indonesian/.

Diets for a Better Future: Rebooting and Reimagining Healthy and Sustainable Food Systems in the G20, May 2020.https://eatforum.org/content/uploads/2020/07/Diets-for-a-Better-Future_G20_National-Dietary-Guidelines.pdf

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini