Helicopter View untuk Pemuda Mejalani Masa Pasca COVID-19, Simposium Internasional PPI Dunia

Helicopter View untuk Pemuda Mejalani Masa Pasca COVID-19, Simposium Internasional PPI Dunia
info gambar utama

Pada prosesnya orang dewasa berumur 30 masih mengusahakan investasi pendidikan dan keterampilan, membangun jejaring dan mempersiapkan jalur aktualisasdi diri. Sedangkan di usia 40, orang dewasa ini sudah bisa hidup mandiri, mereka bekerja sembari memperkaya pengalaman, dan merintis puncak karir melalui jalur profesional. Teman-teman peserta simposium di usianya masing-masing memiliki fungsinya masing-masing. Hal ini disampaikan Dr. Andrinof Achir Chaniago pada acara Simposium Internasional Online PPI Dunia 2020.

Simposium hari ketiga sesi satu ini berjudul Meneropong Kesempatan Pemuda Pasca COVID-19, dibuka oleh Bapak Zainuddin Amali sekalu Menpora RI dan diakhiri oleh narasi yang dibawa oleh Alia Laksono Staf Khusus Menpora. Sesi kedua bertajuk kesehatan, “Tantangan Tenaga Kesehatan dan Pemerintah dalam Era Pandemi”. Dan sesi ketiga, yang merupakan sesi terakhir Simposium Internasional Online PPI Dunia 2020, 18 Agustus 2020 berjudul “Krisis Ekonomi 2020 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Para pemuda Indonesia diberi arahan dalam membaca keadaan dan peluang berperan membangun negeri melalui tiga tajuk tersebut.

Pada sesi pertama, peserta diajak merasakan di fase apa mereka berada, sesi pertama menunjukan kepada peserta hal-hal apa saja yang sebaiknya menjadi gol pengembangan diri. Disesuaikan dengan “own calling” atau rintisan para pemusa masing-masing. “Yang sudah berkarir di sosial dapat bergerak menjadi community organizer, pemuda yang berada di bidang ekonomi dapat menjadi wirausaha dan menciptakan lapangan kerja..” tutur Andrinof Achir.

Tidak kalah menarik, Ankie Yudistia, Staf Khusus Presiden menyampaikan, pemuda perlu memiliki skill untuk dapat bertahan hidup di abad 21 yaitu, memiliki kemampuan menyelesaikan masalah kompleks, bernalar kritis, manajemen, berkoordinasi, mampu beremansipasi, mengukur dan memutuskan, service orientation, kemampuan bernegosiasi, dan kognisi sosial.

Pada sesi kedua, peserta diajak melihat keadaan kesehatan dunia dan Indonesia. Bahwa ada sekelompok orang dengan usia tertentu dinilai masih memiliki daya tahan tubuh kuat dan tidak mudah terpapar covid dan ada juga kelompok rentan. Dr. Erlina Burhan menegaskan, bahwa tidak ada toleransi apapun untuk tidak memakai masker. Orang-orang yang merasa dirinya memiliki daya tahan tubuh yang kuat tidak pantas menanggalkan masker, karena sikapnya tidak memakai masker membahayakan orang-orang lain sekelilingnya yang bisa jadi termasuk dalam kelompok rentan.

Sesi ketiga pemuda diajak membaca keadaan ekonomi Indonesia, CEO Buka Lapak Rachmat Kaimuddin mengajak pemuda untuk mau berwirausaha dan menciptakan lapangan kerja, sehingga dapat membantu penghidupan untuk sekitarnya, yakni dengan memperhatikan sektor apa yang masih dapat hidup, atau membaca peluang usaha.

Dr. Didik Rachbini, selaku pembicara terakhir mengingatkan bahwa COVID-19 bukan masalah main-main. Defisit yang Indonesia alami memiliki dampak sepuluh tahun mendatang. Dan dalam penanganannya kita pemuda, pemerintah, semua golongan masih harus bekerja keras untuk dapat melalui masa ini.

Pemuda Indonesia dapat melakukan perannya menjadi pahlawan COVID-19, dengan mengenal dirinya terlebih dahulu dan fase yang sedang dijalaninya, membaca keadaan kesehatan, dan kondisi ekonomi serta membaca peluannya.

Penulis: Nuansa Garini, Mass Media, Pusat Media dan Komunikasi, PPI Dunia


(pastikan sertakan sumber data berupa tautan asli dan nama jika mengutip suatu data)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini