"Raja Penyelundup" yang Pernah Main Film, Adnan Kapau Gani

"Raja Penyelundup" yang Pernah Main Film, Adnan Kapau Gani
info gambar utama

Adnan Kapau (AK) Gani. Mungkin Kawan GNFI mengetahui sosok satu ini sebagai tokoh militer Indonesia yang berjuang pada masa perang revolusi. Namun, perjuangan AK Gani tidak melulu di bidang kemiliteran, tetapi juga dalam pengobatan karena ia mempunyai gelar dokter.

Banyak sebutan yang disandang oleh AK Gani. Selain tokoh militer dan dokter, ia juga disebut sebagai seorang politisi, aktivis, jurnalis, negosiator dan seniman.

Peran penting AK Gani pada masa perang kemerdekaan Indonesia begitu penting. Belanda dibuat sebal oleh AK Gani. Sampai-sampai julukan dengan konotasi negatif diberikan padanya, yakni "raja penyelundup."

AK Gani aktif berjuang dengan sejumlah cara sampai akhirnya Belanda mengakui kemerdekaan Republik Indonesia. Beberapa kali AK Gani menempati posisi-posisi penting di pemerintahan sebelum akhirnya ia kembali ke Palembang, Sumatra Selatan, kota tempat ia melakukan perjuangan.

Jadi Dokter, Mengikuti Jejak Sang Paman

AK Gani lahir pada 16 September 1905 di Desa Palembayan, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Bukittinggi, Sumatra Barat. Ayahnya adalah seorang guru bernama Abdul Gani Sutan Mangkuto dan ibunya bernama Siti Rabayah, orang asli Palembang. Sang ayah merupakan seorang guru yang sering berpindah tugas di Sumatra Barat dan Sumatra Selatan.

Darah pejuang mengalir dalam nadi AK Gani. Salah seorang pamannya, dr Abdul Rivai, dikenal sebagai tokoh pergerakan kemerdekaan sekaligus orang Indonesia pertama yang bersekolah kedokteran di negeri Belanda.

Abdul Rivai, selain menjadi dokter juga berperan sebagai jurnalis di Belanda. Ia merupakan pelopor surat kabar berbahasa Melayu, Bandera Wolanda, yang koran milik orang Indonesia pertama dengan bahasa Melayu yang diterbitkan dari mancanegara.
info gambar

AK Gani menjadi anak perantauan setelah menyelesaikan ELS di Bukittinggi pada 1923. Ia memilih menimba ilmu di Sekolah Kedokteran Jawa, School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) atau Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputera yang terletak di Weltevreden, Batavia (kini Jakarta).

Namun pada 1927, sekolah kedokteran itu ditutup. Kemudian AK Gani melanjutkan ke Algemeene Middlebare School (AMS, setara SMA) dan tamat tahun 1928. Setelah lulus dari AMS ia melanjutkan ke jenjang kuliah di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta (Geneeskundige Hoge School/GHS) pada 1929.

Suasana kelas di STOVIA.
info gambar

Mahasiswa kedokteran GHS umumnya lulus tujuh tahun, tetapi AK Gani butuh 11 tahun untuk lulus. AK Gani bukan mahasiswa yang malas, alasan ia telat lulus karena kesibukan yang dilakukan di luar kampus.

Selama di Jakarta, AK Gani aktif dalam sejumlah organisasi yang membuatnya menjadi mahasiswa tua di kampus. Mulai dari menjadi anggota Pemuda Sumatra cabang Jakarta, kemudian Dewan Eksekutif Pusat Pemuda Sumatra, Komite Persiapan pendirian Organisasi Indonesia Muda, sampai menjadi anggota Persatuan Pemuda Pelajar Indonesia (PPPI). AK Gani juga diberikan jabatan manajer "Club Indonesia" di Kramat Raya 106 Jakarta, tempat pertama kalinya lagu kebangsaan Indonesia Raya diperdengarkan pada tahun 1928. Rumah yang kini menjadi Museum Sumpah Pemuda itu memang menjadi rumah kos terutama bagi mahasiswa yang aktif dalam pergerakan.

Selain aktif dalam berorganisasi, AK Gani juga mandiri mencari uang guna membiayai hidup dan pendidikannya selama di Batavia. Menjadi makelar pembelian buku-buku asing, penjaga rumah biliar, wartawan lepas, manajer rumah penginapan, dan penerbit buku adalah pekerjaan-pekerjaan yang pernah dilakoninya. Dari banyaknya profesi yang AK Gani geluti, menjadi aktor film adalah salah satunya.

Di-friendzoned Perempuan Indonesia Pertama Peraih Gelar Sarjana Hukum

Sosok AK Gani yang kerap bergaya necis, flamboyan, dan bermodalkan calon dokter, tampaknya akan mudah baginya menggaet perempuan. Nyatanya, AK Gani pernah menaksir seorang perempuan, tetapi cintanya berujung bertepuk sebelah tangan.

Perempuan itu ialah Maria Ulfah Santoso, anak dari Bupati Kuningan, Jawa Barat, Mochamad Achmad, yang menjabat sekitar tahun 1930-an. Maria Ulfah bukanlah sosok perempuan biasa, karena ia berpredikat perempuan Indonesia pertama peraih gelar sarjana hukum lulusan Universitas Leiden, Belanda, pada 1933. Ia berteman baik dengan tokoh Indonesia lain, Sutan Syahrir, karena pernah sama-sama menimba ilmu di Negeri Kincir Angin tersebut. Karisma serta kepintaran yang dimiliki Maria Ulfa inilah yang tampaknya membuat AK Gani jatuh hati.

Jatuh cinta memang seringkali tidak ada logika dan terkadang pula tanpa pikir panjang. Disebutkan dalam memoar Maria Ulfah Subadio: Pembela Kaumnya, Maria Ulfah saat itu diincar tiga pria. Selain AK Gani, ada dua lagi yakni Hindromartono dan Santoso Wirodiharjo. AK Gani sepertinya tahu kondisinya saat itu. Jadi, daripada disambar kompetitornya, lebih baik ia langsung gerak cepat. Solusinya ia memberanikan diri bertamu ke rumah orang tua Maria Ulfah di Kuningan pada suasana Lebaran tahun 1936.

Keluarga Maria Ulfah dan AK Gani.
info gambar

Kedatangan AK Gani, pemuda berambut ikal itu, disambut dengan rasa curiga oleh ayahanda Maria Ulfah. Langsung saja Maria Ulfah meyakinkan ia tidak mempunyai perasaan pada pemuda berdarah Minang itu.

Di antara semua lelaki yang tajam dan suka berterus terang seperti AK Gani, Maria tampaknya lebih menyukai yang pendiam. Ia justru memilih menambatkan hati kepada Santoso Wirodiharjo karena sudah saling kenal semasa kuliah hukum di Leiden. Keduanya pun menikah walaupun berakhir tragis. Santoso ditembak oleh Mayor Belanda yang mabuk pada 1948. Kemudian, Maria Ulfah menikah lagi kedua kalinya dengan Subadio Sastrosatomo yang aktif dalam gerakan kemerdekaan Republik Indonesia.

Meskipun cinta AK Gani tidak bersambut, menurut beberapa sumber ia sempat berpacaran dengan Maria Ulfah. Hubungan keduanya berlanjut dalam sebuah ikatan persahabatan sampai akhir hayat.

Jadi Bintang Film, Bikin Geger Panggung Politik

Sebagai aktor film, AK Gani sempat membintangi sebuah film yang berjudul "Asmara Murni" yang tayang di Batavia pada 29 April 1941. Pada film tersebut AK Gani beradu peran dengan aktris Indonesia tahun 1940-50-an, Ratu Juriah. AK Gani berperan sebagai dr Pardi dan Ratu Juriah sebagai Tati.

"Asmara Murni" disebutkan sukses besar, tetapi menimbulkan kegegeran di panggung politik pada saat itu. Status AK Gani sebagai tokoh politik menjadi penyebabnya. Pada saat itu memang tidak biasa seorang tokoh politik tampil di layar perak. Arus kebudayaan ketika itu masih menganggap rendah seorang pemain film. Jadi seorang tokoh politik sepertinya dalam pandangan masyarakat tidak layak main film.

Bahkan, Mohammad Isnaeni, seorang anggota Gerindo dan teman separtai AK Gani, mengatakan bahwa dalam kampanye pemilihan untuk Volksraad (Dewan Rakyat), Gerindo dikalahkan oleh Parindra disebabkan AK Gani. Karena kepada masyarakat pemilih, para propagandis Parindra menyerukan agar jangan memilih Gerindo yang ketua umumnya seorang pemain film.

 AK Gani sebagai aktor utama dalam film
info gambar

Walaupun terjadi kritikan dari dalam partai, AK Gani tetap menganggap keputusannya bermain film tidak mengganggu popularitas partai. Ia pun tidak menaruh dendam atas kritikan tersebut, bahkan ia tetap menghormati dan membantu seluruh anggota partai.

Terbukti, ketika AK Gani sangat memerlukan biaya untuk keperluan ujian akhir di GHS ia tetap menyisihkan sebagian honorarium sebagai pemain film untuk digunakan memenuhi keperluan teman-temannya. Ia membagi rasa dengan temannya yang ternyata sangat memerlukan uang ketika itu.

Dipenjara Jepang, Dibebaskan Sukarno, dan Bacakan Proklamasi Kemerdekaan RI

Pada zaman pendudukan Jepang, AK Gani—yang hijrah dari Jakarta ke Palembang pada 1941— pernah dipenjara selama satu tahun akibat sikap politiknya yang anti fasisme. Selain menolak berkolaborasi, AK Gani juga memasang bendera merah putih, spanduk, dan poster perjuangan. Karena alasan itulah menurut beberapa sumber ia disiksa oleh polisi militer Jepang (kempeitai). Berkat campur tangan Sukarno (yang kelak menjadi Presiden RI pertama) kemudian AK Gani dibebaskan.

Selanjutnya, Jepang mengangkatnya menjadi anggota Sumatera Chuo Sangi In (semacam dewan perwakilan) yang didirikan bulan Maret 1945. Pada bulan-bulan terakhir pendudukan, Jepang mengakui posisi AK Gani sebagai satu-satunya politisi tingkat nasional praperang di Sumatra.

Sukarno dan AK Gani.
info gambar

Setelah kekuasaan Jepang runtuh, pada 25 Agustus 1945, AK Gani membacakan naskah proklamasi di hadapan rakyat Palembang. Pada saat itu juga ia mendaulat dirinya sebagai pengampu kekuasaan Residen Palembang hingga ada keputusan dari Jakarta.

Guna menghindari bentrok fisik, AK Gani membuat perhitungan dengan Jepang. Ia melarang penduduk menjual hasil pertanian dan bahan makanan ke pusat-pusat konsentrasi tentara Jepang kecuali jika mereka bersedia bekerja sama. Jepang akhirnya terdesak dan mau bersikap kooperatif dengan Indonesia di bawah komando Gani.

Pahlawan di Mata Indonesia, "Raja Penyelundup" di Mata Belanda

Seusai proklamasi kemerdekaan RI dikumandangkan, Belanda berupaya menguasai Indonesia lagi. Agresi Militer I mereka lancarkan pada 21 Juli 1947 – 4 Agustus 1947. Perjanjian Renville pun digelar untuk menyepakati gencatan senjata 14 Januari 1948.

Sayangnya Perjanjian Renville membuat wilayah Indonesia semakin sedikit. Belanda menguasai wilayah-wilayah penghasil pangan dan sumber daya alam. Selain itu, wilayah Indonesia terkungkung wilayah yang dikuasai Belanda. Belanda mencegah masuknya pangan, sandang, obat-obatan, dan senjata ke wilayah Indonesia. Indonesia mengalami blokade ekonomi yang diterapkan Belanda.

AK Gani yang semula Koordinator Tentara Republik Indonesia (BKR/TKR/TNI) untuk Sumatra dengan pangkat Mayor Jenderal kemudian menjadi Menteri Kemakmuran (Menteri Perekonomian) dalam Kabinet Sjahrir III. Bersama sejumlah orang-orang berani lain ia lalu bergerak menembus blokade militer Belanda. Risikonya sangat besar, pesawat atau kapal yang coba melewati blokade akan langsung ditembak jatuh atau ditenggelamkan. Paling ringan ditangkap dan seluruh muatan yang berharga disita Belanda. Misi utamanya ialah menyelundupkan barang untuk perjuangan rakyat Indonesia.

AK Gani
info gambar

"Orang yang menyelundupkan perdagangan emas dan perak itu juga menyelundupkan 8.000 ton karet adalah dr AK Gani. Belanda memberinya julukan raja penyelundup tapi rakyat Indonesia mengenalnya sebagai menteri perekonomian," puji Sukarno dalam biografinya, Penyambung Lidah Rakyat. Tak hanya pihak Belanda, Sir Clark Kerr (utusan Inggris penengah perundingan Indonesia-Belanda menjelang Perjanjian Linggarjati 1947) menyebutnya The Great Smuggler of South East Asia (Penyelundup Terbesar Se-Asia Tenggara).

Berkat AK Gani militer Indonesia kala itu memiliki seragam dan senjata lewat hasil selundupan. Bahkan mobil kepresidenan merek Cadilac antara lain dibelinya dengan candu.

Tak cuma itu, Gani juga menyelundupkan aneka hasil bumi ke Singapura. Bahan mentah seperti karet, kemudian ditukar amunisi, tekstil dan obat-obatan. Ia juga yang membawa emas dan perak sumbangan dari rakyat Indonesia ke luar negeri, untuk kemudian ditukar dengan bahan makanan dan senjata buat berjaga-jaga, bersiap menghadapi kemungkinan Belanda menyerang lagi.

Jadi Menteri Lagi Lalu Buka Praktik Dokter di Palembang

Jabatan Menteri Perhubungan RI juga pernah dipegang AK Gani pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo I (November 1954 - Agustus 1955). Meskipun hanya sebentar, beberapa persoalan mengenai transportasi coba diselesaikannya.

Salah satu kerja AK Gani semasa menjabat sebagai Menteri Perhubungan ialah mencoba mencari solusi jitu menyingkirkan transportasi trem ibu kota Jakarta. Transportasi trem Jakarta pada 1950-an seringkali mengalami kerugian. Biang masalahnya karena penumpang ogah membayar dengan alasan "sudah merdeka."

AK Gani di ruangan praktik dokternya.
info gambar

AK Gani pun tidak setuju operator trem ibu kota, Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PPD), dioperasikan pemerintah Indonesia. Alasannya trem PPD cepat atau lambat akan mengalami kerugian. Sesuai dengan prediksi AK Gani, kerugian didapati trem PPD. Rencana penghentian layanan trem yang sudah digalakkan pada masa Menteri Perhubungan sebelumnya, Roosseno Suryohadikusumo, coba diupayakan tetap berjalan oleh AK Gani walaupun kenyataannya trem Jakarta baru dihapus pada awal 1960-an.

Selain menjadi menteri, pada 1956-1959, AK Gani ditunjuk sebagai anggota Konstituante dari perwakilan Partai Nasionalis Indonesia (PNI). Pada 1960-1966, ia kemudian menjabat sebagai anggota MPRS. Di luar itu, di samping memegang berbagai jabatan politik dan pemerintahan, AK Gani tetap membuka praktik dokter untuk membantu dan menolong rakyat di kota Palembang.

Museum Dr. A.K. Gani di Palembang.
info gambar

Dinihari tanggal 23 Desember 1968, AK Gani wafat di Rumah Sakit Charitas Palembang dalam usia 63 tahun. Taman Makam Pahlawan Ksatria Ksetra Siguntang, Palembang, menjadi tempat peristirahatan terakhirnya pejuang besar itu. Gani meninggalkan seorang istri bernama Masturah dan tidak mempunyai anak hingga akhir hayatnya.

Untuk mengenang jasa-jasanya, AK Gani diberi gelar kepahlawanan diberikan pemerintah Indonesia pada 2007. Selain itu namanya juga diabadikan sebagai nama rumah sakit di Palembang, Rumah Sakit AK Gani dan nama ruas jalan beberapa kota di tanah air. Terdapat juga Museum Dr. A.K. Gani yang terletak di Palembang, kota tempat ia memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

---

Referensi: Palembang News | Het Nieuwsblad voor Sumatra | Gadis Rasid, Maria Ulfah Subadio: Pembela Kaumnya (1982) | Lia Nuralia & Iim Imadudin, Kisah Perjuangan Pahlawan Indonesia (2010)| Anthony Reid, Menuju Sejarah Sumatra: Antara Indonesia dan Dunia (2011) | Sukarno dan Cindy Adams, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1965)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini