Sejarah Hari Ini (25 Agustus 1961) - Sukarno dan Charlie Chaplin Saksikan Sendratari Ramay

Sejarah Hari Ini (25 Agustus 1961) - Sukarno dan Charlie Chaplin Saksikan Sendratari Ramay
info gambar utama

Pementasan Seni Drama Tari (Sendratari) Ramayana pertama kali diadakan pada tanggal 26 Juli 1961.

Ide tersebut tercetus oleh Menteri Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi, dan Pariwisata (PDPTP), Mayor Jenderal Gusti Pangeran Haryo Jatikusumo (sebelum EYD: Goesti Pangeran Harjo Djatikoesoemo) dengan tujuan meningkatkan pariwisata Indonesia di mata dunia.

Sebelumnya pada tahun 1960, Jatikusumo menyaksikan pertunjukan Royal Ballet of Cambodia yang dipentaskan di depan Angkor Wat.

Seusai melihat pertunjukan tersebut akhirnya ia terinspirasi untuk mementaskan pertunjukan dramatari di pelataran Candi Prambanan.

Rama dan Sinta dalam epos Ramayana.
info gambar

Sebelum penampilan perdana, gladi resik dipentaskan selama 3 malam berturut-turut pada tanggal 23 sampai 25 Juli 1961 dan penduduk Prambanan dan sekitarnya diperkenankan menonton secara cuma-cuma.

Sendratari Ramayana Prambanan bersifat kolosal yang melibatkan banyak penari, produksi pementasan awal pada tahun 1961 sendiri melibatkan 865 orang, termasuk anggota panitia, keamanan dan petugas kesehatan.

Penari utama berjumlah 55 orang, dengan tiap tokohnya diperankan 3 sampai 4 orang agar satu penari tidak perlu menari berturut-turut tiap malamnya.

Siti Wahyuni berperan sebagai Dewi Sinta.
info gambar

Penari tarian massal berjumlah 400 orang, penabuh gamelan pelok 33 orang, penabuh gamelan slendro 33 orang, penggerong 60 orang, perias 27 orang, perancang kostum 11 orang, dan pelayanan dan sesaji 7 orang.

Musik pengiring tariannya digubah oleh maestro karawitan saat itu, Ki Cokrowasito, yang meleburkan gending Yogyakarta dan Surakarta/Solo.

Karcis masuk terjual habis pada pementasan perdana di teater yang berkapasitas 2.000-3.000 penonton.

Pementasan perdana dilakukan yang dilangsungkan pada 26 Juli 1961 akhirnya diresmikan oleh Jatikusumo selaku pencetus ide pementasan tari tersebut.

Pementasan dibuka dengan pidato pengantar dari Prof. Dr. Suharso, yang menjabat sebagai panitia penyelenggara dan sutradara.

Tamu undangan yang hadir dalam peresmian antara lain; Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Gubernur Jawa Tengah Mochtar, Kepala Polisi Jawa Tengah Dr. Sukahar, dan Pembantu Menteri PDPTP Mayor Petut Suharto.

Pementasan berikutnya yang dianggap penting digelar pada 25 Agustus 1961.

Presiden Sukarno turut hadir ditemani 5 orang menteri Kabinet RI, 16 duta besar negara sahabat.

Kala itu sebelum pementasan, orang nomor satu di Indonesia tersebut sedang meninjau rencana pembangunan Hotel Ambarukmo di pusat kota Yogyakarta.

Sejumlah tamu undangan kelas VIP lainnya yang berjumlah sekitar 50 orang turut hadir, di antaranya aktor Hollywood kenamaan, Charlie Chaplin, dan ahli teater asal Australia, Peter Scriven.

Foto kiri: Sineas sekaligus aktor ternama, Charlie Chaplin beserta istrinya ditemani aktor dan aktris Indonesia, Farida Arriany (kedua dari kiri) dan Alwi Oslan (belakang) di Bandar Udara Kemayoran, Jakarta, pada Agustus 1961. Foto kanan: Farida Arriany menyambut putri Charlie Chaplin, Geraldine, setibanya di Bandara Kemayoran. Star Weekly/Oey Jang Seng
info gambar

Pada pementasan ini Presiden Soekarno juga menulis pesan dalam prasasti yang berbunyi: ''Balet Ramayana Prambanan adalah satu percobaan (good effort) untuk membawa seni pentas Indonesia ke taraf yang lebih tinggi.''

Adegan ketika Hanoman (sebelah kanan atas) membakar Istana Alengka.
info gambar
Para penonton yang menyaksikan Sendratari Ramayana bisa melihat langsung Candi Prambanan yang diterangi cahaya lampu dengan daya 200 kilowatt.
info gambar

Sosok Charlie Chaplin menjadi sorotan seusai pementasan tari.

Chaplin yang saat itu berusia 72 tahun tidak menonton sendirian karena ditemani istrinya dan dua anaknya, Geraldine dan Michael.

Ini merupakan ketiga kalinya Chaplin mengunjungi Indonesia.

Sebelumnya aktor film bisu itu pernah berkunjung ke Garut dan Bali pada 1927 dan 1932.

Seusai pentas, Chaplin memberikan testimonialnya di mana ia mengaku dibuat terkesima dengan para penari dan pengiring lagunya.

''Bila dunia tahu akan Festival Ramayana ini, para pengunjung tentu akan datang berbondong-bondong ke Indonesia. Akan saya ceritakan kepada dunia, bahwa di Jawa Tengah terdapat kesenian yang mengagumkan yang membuat saya amat terkesan,'' kata Chaplin. "Dan saya berpikir akan bakal ada banyak kebahagiaan di dunia bila kita melihat tarian seindah itu, karena itu akan melupakan kita pada apa yang ada di dunia mulai dari kontroversi, konflik, kemiskinan dan kesedihan."

Dokumentasi pemeran utama Sendratari Ramayana, Rama (Tunjung Sulaksono) dan Sinta (Sumaryaning) bersama Charlie Chaplin dan GPH Suryohamijoyo di PanggungTerbuka Roro Jonggrang (1961).
info gambar

Retno Maruti, pemeran Kijang Kencana, mendapatkan perhatian lebih dari Chaplin.

Sanjungan diberikan Chaplin pada remaja asal kota Solo tersebut karena tariannya yang begitu lincah dan anggun.

"Tarian Kijang Kencana misalnya tak ada bandingannya. Saya tak butuh penjelasan tentang tari itu. Saya benci penjelasan, saya bisa menangkap segalanya. Saya benar-benar tergerak oleh keindahan. Mati pada saat itu tak berarti apa-apa bagi saya, kecuali kebahagiaan," kata Chaplin via harian Indonesian Observer.

''Dia (Retno Maruti) dilahirkan untuk menari. Anak perempuan saya belajar balet delapan tahun, tetapi saya sangsi apakah ia bisa menari seindah dia,'' puji Chaplin dikutip GNFI dari Star Weekly.

Pementasan perdana ini masih menggunakan istilah Ramayana Ballet, tetapi tokoh seniman Andjar Asmara yang turut hadir pada pementasan ini mengubah istilah Ballet Ramayana dengan Sendratari Ramayana.

Pada tahun-tahun berikutnya, digunakan Sendratari Ramayana sebagai nama resmi, selain itu tahun pementasan perdana ini, dianggap tahun kelahiran sendratari di Indonesia.

"Melihat pertunjukan perdana Sendratari Ramayana berarti menyaksikan kelahiran suatu babak baru dalam sejarah senitari kita, yang merupakan impian dari segala keindahan, demikianlah kesan dari pertunjukan ini akan berbekas dalam kenanganku untuk selama-lamanya sebagai sesuatu yang indah dan menakjubkan salah satu puncak kebahagiaan dalam hidupnya tiap tiap pecinta seni,'' kata Andjar Asmara dikutip dari Sendratari Ramayana Prambanan: Seni dan Sejarahnya karya Moehkardi.

---


Referensi: Star Weekly | Djakarta Dipatches | Moehkardi, "Sendratari Ramayana Prambanan: Seni dan Sejarahnya" | T. Tirtaraharja, "Charlie Chaplin: Sebagai Seniman dan Sebagai Manusia, Resepnya untuk Membuat Orang Ketawa" | I. Wibowo, Franz Magnis-Suseno, B. Herry-Priyono, "Sesudah Filsafat: Esai-esai untuk Franz Magnis-Suseno" | TEMPO Publishing, "Ki Tjokrowasito - Legenda Empu Karawitan"

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini